KABARBURSA.COM - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan bahwa memiliki sertifikasi halal adalah suatu keharusan sebagai standar tertinggi bagi sebuah produk.
Indah Suksmaningsih, Pelaksana Tugas Ketua YLKI, menyatakan dukungan terhadap pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengenai pentingnya memperoleh sertifikasi halal pada Oktober 2024, yang merupakan langkah krusial untuk memenuhi tuntutan serta harapan konsumen di seluruh penjuru Indonesia.
"YLKI sejalan dengan pandangan Menteri (Zulkifli Hasan) bahwa konsumen berhak atas akses produk yang tak hanya halal, tetapi juga aman, sehat, dan higienis. Sertifikasi halal menjadi bukti konkret bahwa produk tersebut memenuhi kriteria yang mendasar ini," ujar Indah dalam pernyataannya di Jakarta, Senin di Jakarta, Senin 13 Mei 2024.
Indah menyoroti kompleksitas dalam proses pemberian sertifikasi halal, khususnya bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di sektor kuliner, sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki.
Menurutnya, usulan untuk menunda penerapan sertifikasi halal memunculkan kekhawatiran yang wajar mengenai kesiapan UKM dalam memenuhi tenggat waktu yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut, YLKI menegaskan pentingnya mengatasi tantangan yang dihadapi oleh UKM dalam meraih sertifikasi halal, sambil memastikan bahwa standar kesejahteraan hewan dijaga selama proses produksi.
Sebagai lembaga yang berkomitmen pada hak dan kesejahteraan konsumen, YLKI meyakini bahwa sertifikasi halal harus mencakup tidak hanya kepatuhan terhadap prinsip agama, tetapi juga pertimbangan etis, termasuk perlakuan yang manusiawi terhadap hewan.
YLKI juga menekankan pentingnya memperoleh nomor kontrol veteriner sebagai langkah awal untuk memastikan kepatuhan terhadap syarat-syarat thayyib sebelum sertifikasi halal diberikan.
Hal ini akan memastikan bahwa aspek kesehatan dan kesejahteraan hewan telah dipenuhi sebelum produk dianggap sesuai dengan standar halal," tambah Indah.
Sementara pembahasan terus berlangsung mengenai penerapan persyaratan sertifikasi halal, YLKI mendorong semua pihak terkait, termasuk lembaga pemerintah, perwakilan industri, dan kelompok advokasi konsumen, untuk berkolaborasi dalam mencari solusi yang mengutamakan standar halal dan kesejahteraan hewan.
Wajib Sertifikasi Halal
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan kewajiban sertifikasi halal yang akan memasuki tahap pertama pada Oktober 2024. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memastikan perlindungan dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, saat menghadiri Sidang World Trade Organization (WTO) terkait Technical Barriers to Trade (TBT) tahun 2024 di Jenewa. Aqil menjelaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal berlaku bagi semua produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia.
“Akreditasi sertifikasi halal di Indonesia merupakan upaya negara untuk memastikan integritas kehalalan produk yang dikonsumsi oleh masyarakat, mengingat Indonesia memiliki jumlah umat Muslim terbesar di dunia,” ungkap Aqil di Gedung Pusat WTO di Jenewa, Swiss. Beberapa waktu lalu.
Aqil menegaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal tidak bertentangan dengan keberadaan produk non-halal, selama mematuhi regulasi yang berlaku. Indonesia tidak akan menghambat produk non-halal untuk beredar asal memenuhi persyaratan yang ditetapkan. “Peraturan tersebut mengharuskan produk non-halal untuk mencantumkan informasi yang jelas mengenai kehalalannya pada kemasan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kejelasan kepada konsumen di Indonesia,” katanya.
Kewajiban sertifikasi halal akan mulai diberlakukan pada Oktober 2024 sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021, khususnya untuk tiga kelompok produk utama, yaitu makanan, minuman, bahan baku makanan, dan jasa penyembelihan. “Namun, produk obat, biologi, dan alat kesehatan yang berasal dari bahan non-halal masih diizinkan beredar di Indonesia dengan syarat mencantumkan label non-halal pada produknya,” jelas Aqil.
Enam Regulasi Produk
Aqil juga menjelaskan mengenai proses penahapan bagi produk obat dan alat kesehatan sesuai dengan risikonya masing-masing, yang diatur dalam Peraturan Presiden. “Dalam forum WTO, Indonesia telah memberikan informasi mengenai 6 regulasi terkait Jaminan Produk Halal melalui Notifikasi. Seluruh masukan dan komentar dari anggota WTO akan dipertimbangkan oleh BPJPH,” ungkapnya.
Selain itu, Indonesia membuka peluang kerja sama internasional dengan lembaga sertifikasi halal luar negeri melalui kerja sama saling pengakuan sertifikat halal. “Pertemuan bilateral antara BPJPH dan Uni Eropa membahas percepatan asesmen terhadap lembaga sertifikasi halal dari delapan negara anggota Uni Eropa. Demikian pula, pertemuan dengan delegasi Inggris telah dijadwalkan,” papar Aqil.
BPJPH menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengakui sertifikasi halal lintas negara untuk memastikan kualitas dan kehalalan produk. Produk yang belum bersertifikat halal dapat diajukan untuk sertifikasi langsung kepada BPJPH. “Pada hari Jumat mendatang, BPJPH akan mengadakan pertemuan bilateral dengan delegasi tuan rumah Swiss,” ucap Aqil.