KABARBURSA.COM - Kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) membuat perubahan bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Namun, hal ini tak menyurutkan kaum milenial untuk mengambil KPR.
Salah satunya adalah Rendy Muhammad, seorang karyawan swasta di Jakarta yang memiliki rencana mengambil KPR. Langkah ini ingin dicobanya karena menurutnya menyewa rumah kontrakan di Jakarta terbilang mahal.
"Saya minat (ambil KPR). Apalagi sekarang saya ngontrak di Jakarta Rp2 juta per bulan, kalau dikali setahun aja udah sekitar Rp24 juta," ujar dia kepada Kabar Bursa, Sabtu, 11 Mei 2024
Akan tetapi, laki-laki berusia 28 tahun itu mengakui, untuk mengajukan KPR memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Seperti kecukupan dana hingga menentukan lokasi rumah yang strategis.
"Kalau nyari rumah ya paling di kota-kota penyangga Jakarta atau enggak cari di kota lain (kalau kerjaan pindah di kota lain)," ucapnya.
Terkait kenaikan BI Rate, Rendy mengaku tidak mempermasalahkan hal itu. Dia menegaskan bahwa ingin tetap mengambil KPR karena menurutnya ini adalah cara untuk memiliki tempat tinggal sendiri.
"Saya akan tetap minat ambil KPR, sebab cara ini yang bisa bikin saya punya rumah dengan cicilan yang terjangkau walaupun berpuluh puluh tahun. Karena saya enggak mau selamanya ngontrak," terangnya.
Hal senada juga diungkapkan Achmad Fadli. Bapak satu anak ini menyatakan ketertarikannya untuk mengajukan KPR.
"Minat sih. Ya walaupun utang ya. Karena KPR salah satu cara untuk bisa mendapatkan rumah sendiri," kata laki-laki berusia 28 tahun itu kepada Kabar Bursa.
Serupa dengan Rendy, Fadli mengatakan kenaikan BI Rate tidak melunturkan niatnya untuk mengambil KPR. Jika dirasa kenaikannya masih terjangkau, dia akan mengajukan KPR suatu saat nanti.
"Kalau naiknya masih di kemampuan saya, ya masih minat sih. Tapi kalau naiknya signifikan, mungkin dipikir-pikir lagi," tutur Fadli.
Untuk diketahui, kenaikan BI Rate sebesar 6,25 persen beberapa waktu lalu memang sangat berdampak bagi perubahan bunga KPR.
Kenaikan suku bunga acuan bisa mempengaruhi kebijakan bunga perbankan. Hal ini merupakan efek dari naiknya suku bunga di pasang antarbank.
Kendati begitu seperti diberitakan Kabar Bursa kemarin, tren kenaikan suku bunga acuan memberikan angin segar bagi bisnis KPR secara syariah. KPR syariah menggunakan akad murabahah yang membuat angsuran bersifat tetap sampai lunas.
Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Banjaran Surya Indrastomo, situasi ini bisa menjadi momentum bagi perbankan, terutama bank syariah, untuk menggenjot segmen KPR syariah.
"KPR syariah relatif lebih disukai ketika ada kekhawatiran tingkat suku bunga acuan masih terbuka untuk naik kembali. Pasti masyarakat cari yang angsurannya pasti-pasti aja,” ujarnya dikutip Jumat, 10 Mei 2024.
Meski beberapa bank konvensional saat ini menawarkan bunga tetap untuk tahun-tahun awal, bunga tersebut tidak akan tetap hingga angsuran lunas.
Menurut Banjaran, kondisi tersebut menjadi kesempatan bagi bank syariah untuk mengambil alih KPR konvensional dari bank lain dan mengkonversikannya menjadi KPR syariah dengan tawaran margin yang lebih kecil.