KABARBURSA.COM - Dua saham big bank, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) merilis laporan keuangan. Disaat yang bersamaan, terjadi kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25bps menjadi 6,25 persen atau diatas ekspektasi pasar.
Jika melihat pergerakan harga saham BBCA dan BBRI sepanjang 2024, BBCA masih mencatatkan kenaikan sebesar 3,99 persen, sedangkan saham BBRI sudah turun 10,04 persen. Kalau begini, siapa yang lebih oke. BBCA atau BBRI?
Pengamat Pasar Modal dari Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, mengatakan emiten perbankan dan pembiayaan yang berfokus pada ritel atau UMKM akan cenderung berdampak besar dengan tertahannya suku bunga pada level tinggi saat ini.
Dampak terhadap kinerja perbankan tersebut dapat tercermin pada BBRI yang mencatatkan kenaikan credit cost menjadi 3,83 persen atau diatas target 2,2 persen - 2,3 persen di kuartal I/2024.
"Kami berpandangan bahwa untuk penyaluran kredit, khususnya kepada segmen UMKM akan berdampak langsung dengan beban bunga yang meningkat," katanya kepada Kabar Bursa, Jumat 26 April 2024.
Berbeda, untuk saham big bank lainnya, seperti BBCA terlihat kinerjanya masih cukup kuat dengan yang memperlihatkan pertumbuhan cukup optimal di kuartal I/2024, sebesar 17,1 persen secara tahunan atau naik Rp121,9 triliun. Kenaikan tersebut karena ditopang oleh kenaikan kredit pada porsi korporasi menjadi 46,6 persen atau naik dari per Desember 2023 sebesar 45,5 persen.
Meski begitu, bukan berarti kondisi BBCA bisa jauh lebih aman. Pasalnya, dia melihat pada akhirnya jika suku bunga meleset dari perkiraan atau tertahan lebih lama dari ekspektasi, untuk cost credit akan meningkat, tidak hanya untuk UMKM, tapi juga korporasi.
Adapun, risiko kenaikan kredit bermasalah terbesar BBCA terdapat pada segmen komersial dan consumer. Dengan BI menaikkan suku bunga lebih tinggi lagi, kedua segmen kredit itu menjadi cukup menantang untuk prospek kinerja BBCA sepanjang 2024.
Karena itu, untuk perbankan sendiri pasca kenaikan suku bunga akan semakin tertekan, terlebih dari the Fed, pemangkasan tahun ini hanya terjadi 2 kali atau dibawah perkiraan pasar sebelumnya."Sehingga penurunan daya beli tidak dapat dihindari lagi," tambah dia.
Sementara, dari segi harga saham, BBRI kembali tertekan dengan masih bergerak dibawah MA200/5.550, indikator MACD menunjukkan pelemahan tren dan RSI menunjukkan BBRI masuk dalam zona jenuh jual. Support terakhir berada di level 5.000, jika gagal bertahan maka potensi melemah lebih dalam terbuka.
Berdasarkan pantauan Kabar Bursa, saham BBRI menjelang rehat masih tidak mampu mempertahankan support terakhirnya, BBRI masih bergerak di zona merah. Merujuk pada RTI Business pada pukul 10.55 harga saham BBRI merosot -3,11 atau - 160 point pada level 4990.
"Akan tetapi jika berhasil rebound bisa memanfaatkan penguatan jangka pendek menuju resistance 5.700," terangnya.
Senada, harga saham BBCA juga menunjukkan pelemahan dalam jangka pendek dengan kembali bergerak dibawah MA20/9.800. Indikator MACD menunjukkan penguatan yang mulai terbatas.
Merujuk pada RTI Business pada pukul 10.55 saham BBCA masih bergerak di zona merah pada level 9725, melemah 0,51 persen atau turun - 50 point.
"Meski demikian, selama BBCA masih bertahan diatas level 9.300/MA200 maka masih dapat di hold," tandas dia.
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.