KABARBURSA.COM - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso, membeberkan strategi yang diadopsi untuk menghadapi ketidakpastian global, terutama karena bank sentral di berbagai negara harus menaikkan suku bunga acuan, termasuk Indonesia.
Sunarso menegaskan bahwa BRI tetap memperhatikan beberapa aspek kunci dalam menavigasi situasi ekonomi, yaitu potensi kenaikan inflasi dan potensi kenaikan suku bunga. Setelah itu, BRI melakukan simulasi (stress test) untuk mengevaluasi potensi-potensi yang mungkin terjadi dari kondisi tersebut.
Menurutnya, kedua hal tersebut sangat penting karena dapat mempengaruhi risiko likuiditas perusahaan dan pada akhirnya dapat menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, BRI mengelola risiko yang muncul, baik dari skala global maupun domestik, berdasarkan hasil simulasi atau stress test yang telah dilakukan.
“Secara singkat, dalam mengelola risiko global maupun domestik, kami harus memiliki kemampuan untuk melakukan simulasi. Pertama, kami membuat matriks untuk menggambarkan potensi pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto), apakah rendah, moderat, atau tinggi. Kemudian, kami matriks juga tingkat risiko, apakah rendah, moderat, atau tinggi,” ungkap Sunarso dalam Konferensi Pers Kinerja Keuangan Konsolidasi BRI Kuartal I 2024 pada Kamis 25 April 2024.
Dia menjelaskan bahwa isu ketidakpastian global pertama kali muncul saat terjadinya pandemi Covid-19, yang pada saat itu mengganggu perekonomian global, terutama pada rantai pasok komoditas pangan dan energi.
Setelah pandemi usai, perang justru terjadi antara Rusia-Ukiraina yang saat ketegangan tersebut belum selesai kembali muncul permasalahan di Gaza dan pada akhirnya merembet ke Israel dan Iran.
“Kemudian itu memicu potensi inflasi di Amerika Serikat, dan mungkin akan direspons dengan suku bunga juga oleh The Fed dan mau tidak mau kita harus melakukan penyesuaian untuk suku bunga itu,” kata Sunarso.
Tak sampai sana, BRI juga memiliki kajian kondisi perekonomian Indonesia yang didalamnya menjadi landasan untuk menavigasi situasi-situasi yang terjadi di global maupun domestik.
Ia mengungkap, dari sisi global ekonomi RI saat ini paling kuat korelasinya dengan ekonomi China, sementara korelasi ekonomi RI dengan AS juga sedang menurun. Dengan demikian, kata Sunarso, apabila China terjadi gejolak ekonomi justru akan lebih mempengaruhi ekonomi RI.
“Itu berpengaruh panjang lebar itu. Satu, karena volatilitas dari harga pangan itu berpengaruh terhadap inflasi pastinya dan inflasi nanti pasti kembali lagi, begitu di kelola berbagai cara mengendalikan inflasi sudah dilakukan ujung-ujungnya pasti ke suku bunga,” kata Sunarso.
Pada kesempatan itu Sunarso juga menjelaskan ekonomi global mengalami ketidakpastian yang tinggi karena The Fed (Bank Sentral AS) diperkirakan mempertahankan suku bunga acuannya di level tinggi lebih lama, dengan tujuan menjaga inflasi di AS agar tetap terkendali.
Di sisi lain tensi geopolitik di Timur Tengah yang tengah memanas membuat investor memindahkan asetnya ke safe haven, yakni dolar AS dan emas. Sehingga pada akhirnya menekan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.