Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Hilirisasi Nikel Prabowo-Gibran Perlu Lebih Terencana

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 24 April 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Hilirisasi Nikel Prabowo-Gibran Perlu Lebih Terencana

KABARBURSA.COM - Pemerintahan baru dari presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dinilai perlu lebih terencana dan fokus jika ingin melanjutkan program hilirisasi mineral, khususnya nikel.

Bhima Yudhistira, Executive Director Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menyoroti klaim bahwa nikel Indonesia sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) tidak terbukti sepenuhnya.

"Saat ini klaim bahwa hilirisasi nikel untuk bahan baku baterai (EV) sebenarnya sangat lemah," kata Bhima kepada Kabar Bursa, Rabu, 24 April 2024.

Ia menambahkan, alih-alih nikel sebagai bahan baku baterai EV, salah satu mineral yang ditemukan di Indonesia itu justru lebih banyak digunakan untuk stainless steel.

Buktinya, tutur Bhima, nikel yang sudah diolah antara lain berupa nickel pig iron atau NPI dan feronikel justru diekspor ke China. Uniknya, Indonesia malah mengimpor baterai EV tersebut.

Atas fakta tersebut, menurut Bhima, Indonesia tentu hanya mendapatkan nilai tambah sangat kecil dari klaim hilirisasi nikel.

"Kalau kita cuma proses setengah jadi tapi impor baterai jadi dan mobil listrik jadi ya sama saja," tegas dia.

Ketika nilai tambah, jika dihitung dengan ukuran tersebut di atas, menghasilkan angka kecil, Bhima melihat bahwa dampak dari eksploitasi sumber dan mineral itu bisa banyak merugikan lingkungan dan masyarakat.

Dari perhitungan ekonominya, peneliti CELIOS itu memaparkan contoh dari aktivitas smeltef nikel di Morowali dan Konawe, Sulawesi Barat, serta di Maluku Utara, menyebabkan 300 sampai dengan 500 kematian akibat penyakit.

"Sekarang dari segi dampak lingkungan, kerugian ekonomi akibat pencemaran udara mencapai USD2,6 miliar per tahun setara Rp41,6 triliun," pungkas Bhima.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Muhammad Firman Hidayat menyampaikan salah satu solusi mengurangi ekspor bahan mentah adalah dengan hilirisasi nikel.

Ia menyebutkan hilirisasi nikel merupakan langkah awal transformasi dan akselerasi perekonomian Indonesia.

“Secara spasial, hilirisasi juga mendorong investasi lebih berkualitas dan mendorong industrialisasi di Indonesia Timur. Ekonomi daerah mampu tumbuh lebih tinggi pasca penerapan kebijakan hilirisasi,” ungkapnya.

Firman menjelaskan melalui upaya transformasi ekonomi, Indonesia akan mampu mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Dengan melakukan hilirisasi, nilai ekspor yang berasal dari nikel meningkat berkali lipat.

Lebih lanjut,

Firman menjabarkan nilai ekspor bijih nikel dan turunannya pada 2013 hanya mencapai USD5,4 miliar. Kemudian, melalui kebijakan hilirisasi, nilai ekspor turunan nikel tahun 2022 mencapai USD35,6 miliar atau 6,6x lipat lebih tinggi.

“Konsistensi surplus perdagangan mendukung pencapaian era neraca transaksi berjalan positif. Indonesia mempertahankan surplus perdagangannya selama 40 bulan berturut-turut. Neraca transaksi berjalan mencatat defisit yang kecil di tengah rendahnya harga komoditas internasional dan perlambatan perekonomian global. Sehingga, ini memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan Indonesia serta memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah,” tambah Firman.

Tujuan utama hilirisasi nikel adalah menciptakan ekosistem yang kompetitif pada rantai nilai baterai litium dan kendaraan listrik. Selain itu, tingginya permintaan kerja juga mendorong peningkatan akses dan kualitas pendidikan melalui pembukaan politeknik dan jurusan baru di kawasan hilirisasi.

“Tidak hanya meningkatkan nilai ekonomi, transfer teknologi dan pengembangan SDM menjadi bagian penting dari hilirisasi,” jelasnya.