"Kami harus memastikan bahwa stabilitas makro terus terjaga. Dari sisi fiskal dan moneter, kami bekerja sangat erat dengan Gubernur BI Perry Warjiyo untuk menyesuaikan posisi makro demi beradaptasi dengan tekanan baru yang ada," ujar Sri Mulyani dalam wawancaranya dengan Bloomberg TV di sela-sela Pertemuan IMF-World Bank di Washington, AS, pada Jumat 19 April 2024.
Sri Mulyani menegaskan bahwa kombinasi antara kebijakan fiskal dan moneter untuk mengelola stabilitas makro dengan hati-hati akan menjadi sangat penting. Menurutnya, BI perlu mengambil langkah-langkah dalam menetapkan kebijakan suku bunga acuan untuk meredam volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Dalam kasis ini, BI tentu harus menetapkan kebijakan suku bunga acuan, untuk merespons nilai tukar rupiah. Untuk kami dari sisi fiskal, kami harus memastikan bahwa anggaran bisa memainkan peran sebagai peredam gejolak secara efektif dan kredibel," tegas Sri Mulyani.
Di satu sisi, lanjut Sri Mulyani, Kementerian Keuangan perlu memastikan bahwa defisit anggaran harus berada di bawah 3 persen, sesuai aturan undang-undang. di sisi lain, pihaknya juga perlu lebih selektif untuk melakukan belanja negara.
"Kami juga perlu memastikan bahwa pendapatan negara meningkat terutama di tengah penguatan dolar, karena pendapatan kami sebagian berasal dari valas, yang juga bisa berguna dari cara yang paling optimal," kata Sri Mulyani.
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani menjelaskan pergerakan dari nilai tukar berdampak pada banyak indikator ekonomi dan keuangan Indonesia. Dari sisi ekspor, pendapatan akan menjadi jauh lebih baik, karena mereka akan menerima mata uang lokal lebih banyak.
"Tapi dalam beberapa kasus, kami bergantung pada beberapa impor dan hal itu akan membutuhkan rupiah lebih banyak untuk menjadi dolar dan akan terjadi imported inflation, juga berdampak pada inflasi di Indonesia," ujar Sri Mulyani.
Maka itu, dia menegaskan Indonesia harus sangat hati-hati, terutama karena pergerakan datang dari kebijakan negara-negara maju, khususnya kebijakan Amerika Serikat (AS). Negara-negara berkembang tentu harus benar-benar waspada dengan perkembangan ini.
Kendati demikian, Bendahara Negara meyakini struktur makro ekonomi Indonesia masih kuat dan tahan terhadap krisis, seperti halnya yang telah dilewati ketika krisis finansial global beberapa waktu lalu.
"Tapi apa yang telah kami lakukan sejak krisis finansial asia dan global banyak exercise yang sudah kami lakukan untuk menangani krisis. Dalam pandangan ekonomi, kami memiliki struktur yang kuat dan resilient untuk menghadapi krisis," papar Sri Mulyani.
Rupiah kembali melemah dalam pembukaan perdagangan pagi ini, Jumat 19 April 2024 tersengat sentimen negatif pasar global yang tertekan wacana potensi kenaikan lagi bunga Federal Reserve akibat inflasi yang menguat.
Rupiah dibuka melemah 0,61 persen ke kisaran Rp16.278/USD, menjadi valuta Asia terlemah ketiga setelah won Korea Selatan (-1,29 persen) dan peso Filipina (-0,6 persen). Sementara dolar Taiwan juga melemah (-0,45 persen), dong Vietnam (-0,31 persen) juga dolar Singapura (-0,21 persen).
Nyaris semua mata uang Asia pagi ini terkapar akibat penguatan dolar AS yang semakin digdaya disulut pernyataan hawkish para pejabat The Fed.
Rupiah sudah menjebol level support dan kini bergerak menuju Rp16.300/USD sebagai level psikologis pelemahan terdekat.