Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Asosiasi Fintech Sorot Risiko NPL Lewat Suku Bunga 6 Persen

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 22 March 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Asosiasi Fintech Sorot Risiko NPL Lewat Suku Bunga 6 Persen

KABARBURSA.COM - Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar buka suara mengenai potensi gagal bayar fintech setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan pada level 6 persen.

"Risiko gagal bayar (fintech) dapat disebabkan oleh berbagai faktor lainnya, termasuk fluktuasi ekonomi yang tidak terduga, perubahan perilaku pembayaran peminjam atau isu terkait manajemen risiko kredit," ujarnya kepada Kabar Bursa, Jumat, 22 Maret 2024.

Merespons potensi tersebut, Entjik mengatakan bahwa AFPI akan mengingatkan kepada penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending atau fintech pendanaan daring soal manajemen risiko.

"Penyelenggara fintech lending harus terus memperkuat sistem manajemen risiko dan melakukan pemantauan yang cermat terhadap portofolio pinjaman," tutur dia.

Selain itu, Entjik meminta setiap penyelenggara fintech mencermati standar non performing loan (NPL) dan kepatuhan terhadap suku bunga tersebut.

"Kami bersama OJK (Otoritas Jasa Keuangan) juga berkomitmen untuk disiplin memberi reaksi yang tegas terhadap anggota dan mitra yang tidak mematuhi standar ini," terangnya, menambahkan.

Secara tegas, Entjik menekankan bahwa respons AFPI terhadap keputusan BI ialah untuk mendukung pengawasan yang efektif dalam industri fintech lending.

Seperti diberitakan Kabar Bursa sebelumnya, AFPI menyatakan akan menanggapi dengan cermat keputusan BI Rate pada level 6 persen itu meskipun dampaknya tidak secara langsung dirasakan atau tidak sebesar industri perbankan.

Tak hanya mengenai BI Rate, Entjik menjelaskan juga soal Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 19 Tahun 2023 yang mengatur tentang pengenaan manfaat ekonomi atau suku bunga.

Isinya, batas maksimum untuk produk produktif sebesar 0,1 persen per hari untuk pinjaman produktif dan 0,3 persen untuk konsumtif atau multiguna. (ari/prm)