KABARBURSA.COM - Kasus dugaan korupsi pembiayaan bermasalah empat debitur senilai total Rp2,5 triliun pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi tanggapan.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengapresiasi upaya Kementerian Keuangan yang melapor ke Kejaksaan Agung.
"Suatu langkah yang strategis untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah dari debitur-debitur yang tidak kooperatif dalam memenuhi kewajibannya terhadap LPEI," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu, 20 Maret 2024.
Agusman menyatakan, OJK sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) juga akan terus melanjutkan pengawasan antara lain secara off-site.
"Selain itu, OJK menjalankan pemeriksaan langsung (on-site) terhadap LPEI. OJK juga berkoordinasi dengan Kemenkeu mengenai pengawasan LPEI," ucapnya.
Adapun LPEI sebagai lembaga keuangan di bawah pembinaan dan pengawasan Kemenkeu, adalah sebuah lembaga yang didirikan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009.
LPEI adalah lembaga keuangan sui generis berstatus badan hukum yang seluruh modalnya dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, sebagai lembaga keuangan sui generis, Agusman menekankan, LPEI juga diawasi OJK sesuai POJK No. 9/POJK.05/2022 tentang Pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menerima laporan hasil penelitian terhadap kasus kredit bermasalah di LPEI dari tim terpadu antara LPEI, Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (JAM DATUN), dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Sri Mulyani mengungkapkan temuan tersebut pada konferensi pers, dengan menyoroti adanya dugaan tindak pidana yang melibatkan empat debitur dengan total outstanding pinjaman mencapai Rp2,5 triliun.
Adapun perusahaan yang terindikasi dalam kasus ini antara lain PT RII sebesar Rp1,8 triliun, PT SMS Rp216 miliar, PT SPV Rp144 miliar, dan PT PRS Rp305 miliar. (ari/prm)