KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan restu untuk 587 pengajuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dalam sektor pertambangan batu bara untuk periode 2024—2026.
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Suswantono, menjelaskan bahwa dari jumlah kumulatif RKAB yang disetujui, total produksi batu bara yang diperkirakan akan dihasilkan adalah sebanyak 922,14 juta ton pada tahun 2024, 917,16 juta ton pada tahun 2025, dan 902,97 juta ton pada tahun 2026.
“Total RKAB batu bara yang diajukan [ke Kementerian ESDM] pada tahun ini mencapai 883 permohonan, yang disetujui sebanyak 587, ditolak 121, dikembalikan 100, sedangkan yang masih menjadi saldo [evaluasi] 75,” paparnya dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa 19 Maret 2024.
Dalam proses pengajuan RKAB, sejumlah permohonan ditolak atas berbagai alasan. Sebanyak 8 pengajuan ditolak karena masa berlaku izin usaha pertambangan (IUP) telah habis, sementara 75 pengajuan ditolak karena isu terkait penerimaan negara bukan pajak (PNBN) atau setoran royalti yang tidak sesuai.
Selain itu, ada 4 pengajuan yang ditolak karena masalah terkait studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan (amdal), 13 pengajuan ditolak karena masalah data MODI (Mineral and Coal Resources Exploration Permit), 8 pengajuan ditolak karena masalah keuangan, dan 11 pengajuan ditolak karena isu terkait rencana pemeliharaan dan pemulihan (PPM). Selain itu, 2 pengajuan lainnya ditolak karena masalah teknis yang tidak dijelaskan secara rinci.
"Sanksinya macet [RKAB]-nya," ujar Arifin saat ditemui di kantornya, awal Januari.
Arifin mengatakan salah satu kendala yang dihadapi pemerintah dalam menagih royalti batu bara tersebut berkutat pada isu manajemen perusahaan yang sulit ditemui.
"Ini masalahnya antara lain manajemen di kantornya masing-masing, benar enggak? Jangan-jangan mungkin di ruko [kantor hanya] dijaga 1 atau 2 orang [pegawai], enggak ngerti. Atau pemiliknya ke luar negeri, masak 5 atau 10 juta enggak mau bayar? Jadi seperti gitu," ujar dia.
"Sekitar Tahun Baru, ada 7-an [perusahaan] yang bayar, tetapi yang besar-besar ya. Namun, tetap kami ingatkan kalau dia tidak melengkapi [kewajiban pembayaran royalti], ya RKAB tidak keluar," ujar Bambang.
Di sisi lain, Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) sempat mengeluhkan risiko pembengkakan beban biaya operasional akibat tarif royalti sebesar maksimal 13,5{8cdba62bfb50754487d4178c8d496a33eb803d8113a90f0f8a83093564b6ce12}, di tengah tren pelemahan harga komoditas energi fosil itu.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan sampai saat ini pengusaha batu bara masih tertekan oleh berbagai kebijakan yang memberatkan, khususnya terkait dengan tarif royalti yang makin mahal.
“Beban perusahaan akan makin berat jika menghadapi kondisi bearish, karena biaya operasional produksi makin meningkat, dan juga beban biaya akibat regulasi/kebijakan terutama tarif royalti yang tinggi makin membebani,” ujarnya.
Hendra juga mensinyalir pengusaha batu bara keberatan dengan aturan kewajiban penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sektor sumber daya alam (SDA) di bank nasional sebesar 30{8cdba62bfb50754487d4178c8d496a33eb803d8113a90f0f8a83093564b6ce12} untuk jangka waktu minimal 3 bulan.
“Jika kondisi itu terjadi, yang kita harapkan pemerintah mengkaji kembali regulasi yang bisa membebani pelaku usaha sehingga aktivitas ekspor terus terjaga dan perusahaan batu bara bisa investasi pada era transisi energi,” ujarnya.
Sekadar catatan, pemerintah telah meningkatkan tarif royalti batu bara sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 26/2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Mulai berlaku sejak September tahun lalu, tarif royalti batu bara diterapkan maksimal sebesar 13,5{8cdba62bfb50754487d4178c8d496a33eb803d8113a90f0f8a83093564b6ce12} dari harga, naik drastis dari sebelumnya hanya 7{8cdba62bfb50754487d4178c8d496a33eb803d8113a90f0f8a83093564b6ce12} dari harga. Royalti ini berlaku untuk harga batu bara acuan (HBA) yang sama dengan atau lebih besar dari US$90/ton.
Dalam konteks ini, kenaikan tarif royalti dan kewajiban setor dalam negeri untuk Dana Pemulihan Ekonomi (DHE) sektor Sumber Daya Alam (SDA) telah memberikan dampak positif terhadap pembukuan pendapatan negara pada tahun 2023. Setoran PNBP pada tahun tersebut mencapai Rp605,9 triliun, dengan pemasukan dari SDA nonmigas yang didukung oleh royalti batu bara mengalami peningkatan sebesar 15{8cdba62bfb50754487d4178c8d496a33eb803d8113a90f0f8a83093564b6ce12} dari Rp120,1 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp138 triliun pada tahun 2023.
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.