KABARBURSA.COM - Anggaran subsidi biodiesel dalam Program Mandatori Biodisel sebesar Rp179 triliun diduga hanya diterima sejumlah korporasi dalam kurun waktu 2015 hingga 2023.
Dana tersebut berasal dari pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO). Pungutan ekspor tersebut berasal dari pabrik sawit di sektor hulu.
Koalisi Transisi Bersih menilai transparansi menjadi permasalahan utama dari kebijakan industri biodiesel tersebut. Utamanya soal proses penunjukan produsen biodisel.
"Sejak 2008, program yang diupayakan menjaga keamanan pasokan energi nasional itu jarang dipublikasi oleh pemerintah," kata laporan koalisi tersebut melalui siaran pers, Kamis, 14 Maret 2024.
Koalisi Transisi Bersih menjabarkan kejanggalan mengenai penunjukkan produsen biodisel yang berkesan formalitas dan hanya dibuktikan melalui kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan biodisel yang ditargetkan.
"Kami mengidentifikasi keberadaan politically exposed person (PEP), para pejabat penyelenggara negara atau bekas penyelenggara negara beserta keluarganya, duduk sebagai eksekutif perusahaan yang terhubung ke perusahaan biodisel," ungkap koalisi itu.
Tak hanya itu, subjek yang teridentifikasi sebagai PEP merupakan orang-orang yang memiliki pengaruh sehingga berpotensi melakukan penyalahgunaan kekuasaan atas jabatan yang dipegang.
Policy Brief: Politically Exposed Person Dalam Jejaring Biodisel Indonesia menyebutkan 29 korporasi produsen penerima subsidi biodisel pemerintah.
"Lima grup penerima dana terbesar antara lain Wilmar (Rp56,6 triliun), Musim Mas (Rp26,5 triliun), Royal Golden Eagle (Rp21,3 triliun), Permata Hijau (Rp14,9 triliun), dan Sinar Mas (Rp14 triliun)," sebut Koalisi Transisi Bersih.
Adapun PEP yang menjadi masalah berikutnya luput dari transparansi pemerintah. Padahal, nihilnya peraturan mengenai PEP dalam struktur perusahaan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan. Pada gilirannya, PEP menjadi hal vital sebagai kontrol atas individu maupun korporasi.
Koalisi Transisi Bersih menganalisis, pemilik atau pengurus perusahaan di tiga dari 12 korporasi penerima subsidi biodisel tahun 2023 teridentifikasi sebagai PEP. Secara berurutan dari yang terbanyak, ada sembilan orang PEP di Jhonlin Group, empat orang di Sinar Mas, dan empat orang di Wilmar. Bahkan lima orang PEP merupakan bagian dari tim sukses pemenangan pemilihan presiden pada 2019 dan 2024.
Namun demikian, koalisi tersebut merekomendasikan sejumlah hal sebagai respons buruknya kebijakan dan penerapan kebijakan pemerintah itu.
"Pengkajian ulang subsidi biodisel perlu dilakukan dengan mengikutsertakan rantai pasok sawit dalam pembagian dana itu. Pemerintah perlu membuat aturan soal PEP secara komprehensif. Korporasi wajib mendeklarasikan PEP sebagai bentuk transparansi dan meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan," pungkas Koalisi Transisi Bersih. (ari/prm)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.