KABARBURSA.COM - Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, mengungkapkan keprihatinannya terhadap rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen yang dijadwalkan akan diterapkan mulai 1 Januari 2025.
Menurut dia, langkah ini berpotensi memperberat beban ekonomi masyarakat kelas menengah.
Eko menjelaskan bahwa sementara kenaikan PPN dapat meningkatkan penerimaan negara, namun berisiko meredupkan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kenaikan PPN akan membuat kelas menengah semakin enggan berbelanja, tapi tidak sampai mendorong mereka ke jurang kemiskinan,” ungkap Eko kepada Kabar Bursa, Rabu, 13 Maret 2024.
Keengganan belanja dari masyarakat kelas menengah akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan konsumsi. Menurut Eko, risiko terbesar adalah penurunan ekonomi yang disebabkan oleh dampaknya pada konsumsi sektor swasta, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah.
Eko juga menyoroti bahwa sekitar 53 persen ekonomi Indonesia bergantung pada konsumsi, dengan sebagian besar menyasar masyarakat kelas menengah.
“Secara umum, dampaknya akan terasa pada perlambatan konsumsi. Namun, pemerintah tetap membutuhkan peningkatan penerimaan pajak untuk mendukung program-programnya," tegasnya.
Sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan rencana kenaikan PPN ini sejalan dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang memuat peningkatan PPN menjadi 11 persen mulai 2022 dan kemudian menjadi 12 persen mulai 2025. (ari/adi)