KABARBURSA.COM - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menilai bahwa permintaan maaf yang diajukan oleh 78 pegawai KPK terkait dengan pungutan liar (pungli) terkesan sebagai pertunjukan drama.
Reza menyatakan bahwa permintaan maaf tersebut terkesan lebih sebagai tindakan teatrikal daripada pertobatan substansial. Seperti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 29 Februari 2024.
Lebih lanjut, Reza menambahkan bahwa tanpa memperlihatkan wajah dan membuka identitas, tindakan ini menunjukkan bahwa permintaan maaf lebih didorong oleh perasaan malu daripada perasaan bersalah.
Dalam keraguan Reza, praktik pungli oleh 78 pegawai KPK di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK bukanlah peristiwa pertama kalinya.
"Patut diduga kuat, lebih dari satu kali," ungkapnya.
Menurut Reza, keterlibatan 78 pegawai KPK dalam pungli menempatkannya dalam kategori residivis.
"Residivisme mereka tidak dihitung berdasarkan re-entry atau re-punishment, tetapi berdasarkan perhitungan bahwa para staf KPK telah mengulang-ulang perbuatan pungli mereka," jelasnya.
Reza berpendapat bahwa permintaan maaf sebagai sanksi etik tidaklah memadai untuk menebus kesalahan mereka, terutama jika permintaan maaf tersebut dipaksa oleh lembaga, bukan inisiatif pribadi.
"Ilustrasinya, berapa kali permintaan maaf yang bisa dianggap setara dengan residivisme mereka?" tanya Reza.
Reza menilai bahwa hukuman meminta maaf terlalu ringan bagi lembaga seperti KPK yang seharusnya menjunjung tinggi standar etik dan moral.
"Apakah KPK bisa memastikan puluhan orang itu tidak akan mengulangi aksi pungli mereka setelah menjalani sanksi minta maaf?" tambahnya.