KABARBURSA.COM-Vietnam diprediksi akan menjadi kekuatan baru dalam perekonomian Asia Tenggara dengan pertumbuhan yang pesat di masa mendatang. Negara ini telah menjadi pusat manufaktur global, mencakup sektor-sektor seperti teknologi, otomotif, elektronik, serta pakaian dan tekstil.
Menurut Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, Vietnam menjadi ancaman bagi investasi Indonesia, terutama dalam sektor pertekstilan. Hal ini karena Vietnam mampu membatasi impor bahan baku dengan berbagai kebijakan, sementara Indonesia masih sangat tergantung pada impor bahan baku tekstil.
"Perkembangan industri tekstil Vietnam didukung oleh jaminan pasar ekspor ke Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan tarif preferensial yang rendah, ditambah dengan pasar domestik yang besar dengan populasi sekitar 100 juta penduduk," ungkap Redma kepada Kontan.co.id pada Jumat (23/2).
Adanya jaminan pasar tersebut mendorong investor untuk berinvestasi di Vietnam, dengan dukungan upah murah dan sumber energi yang tersedia. Hal ini memungkinkan Vietnam untuk mengembangkan integrasi industri tanpa ketergantungan pada impor bahan baku.
Redma menjelaskan bahwa data dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menunjukkan bahwa rasio impor bahan baku produk tekstil dan produk tekstil (TPT) terhadap ekspor tekstil Indonesia terus meningkat dari tahun 2009 hingga 2020, mencapai 73,1{ebdbbc6e6776edee5015c7a1b8b6f85fb1398462916d4269298bb0b7121d79da} pada tahun 2020 dari 40,6{ebdbbc6e6776edee5015c7a1b8b6f85fb1398462916d4269298bb0b7121d79da} pada tahun 2009.
Sementara itu, Vietnam mengalami penurunan rasio impor terhadap ekspornya, menurun dari 61,9{ebdbbc6e6776edee5015c7a1b8b6f85fb1398462916d4269298bb0b7121d79da} menjadi 42,5{ebdbbc6e6776edee5015c7a1b8b6f85fb1398462916d4269298bb0b7121d79da}.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa Vietnam berhasil memperkuat integrasi hulu hilir dalam industri TPT-nya, sementara Indonesia semakin bergantung pada impor bahan baku," tambahnya.