KABARBURSA.COM - Pengamat transisi energi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Stania Puspawardhani menyatakan pandangannya mengenai skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Stania mengatakan bahwa power wheeling merupakan mekanisme yang memungkinkan swasta dapat menggunakan grid (pembangkit listrik) milik pemerintah untuk mendorong pemakaian energi baru terbarukan (EBT).
"Terutama di tingkat komunitas, seperti tenaga surya, kincir angin maupun mikrohidro," ujarnya ketika dihubungi KabarBursa, Jumat, 23 Februari 2024.
Namun, menurutnya, ketentuan skema power wheeling dalam RUU EBET perlu disepakati lebih dulu. Tujuannya ialah akses terhadap EBT lebih mudah.
"Jika disepakati dalam RUU EBET, energi terbarukan lebih mudah diakses di tahap menengah ataupun komunitas," kata Stania.
Terkait penggunaan grid pemerintah oleh swasta, sambungnya, tidak sama diartikan sebagai nonpemerintah dapat menjual listrik kepada publik.
"Penjualan listrik ke publik diharapkan dapat diatur untuk skala menengah atau komunitas, meskipun di Indonesia sendiri saat ini yang berlaku adalah pasar monopsoni," ucapnya.
Adapun, Stania menerangkan bahwa ketentuan skema power wheeling di Pasal 29A RUU EBET masih dinegosiasikan oleh pemerintah dan DPR RI.
"Pemerintah sejauh ini akan tetap berperan sebagai regulator," tukasnya.
Untuk diketahui, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara pemerintah dan Komisi VII DPR RI akhir tahun 2023, Menteri Energi, dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyampaikan bahwa untuk pelaksanaan power wheeling, wajib dibuka akses (open access) penyaluran listrik dari sumber EBET dengan mengenakan biaya yang diatur oleh pemerintah. (ary/prm)