KABARBURSA.COM - Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) masih dalam pembahasan dan belum disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute (TII), Center fot Public Policy Research Putu Rusta Adijaya mengatakan RUU EBET perlu disahkan DPR RI dengan alasan kejelasan dan kepastian hukum terkait energi baru dan energi terbarukan.
Ini karena, lanjut Putu, Indonesia masih bergantung pada bahan bakar fosil yang didominasi batu bara, minyak bumi, dan gas bumi.
"RUU EBET juga dapat membuka ruang partisipasi masyarakat untuk akses energi adil dan terjangkau. Juga komitmen pemerintah capai target net zero emission (NZE)," kata dia saat dihubungi KabarBursa, Jumat, 23 Februari 2024.
Namun demikian, dari sisi ekonominya, Putu berpendapat bahwa RUU EBET perlu memperhatikan nilai ekonomi karbon dan peta jalan transisi energi yang komprehensif.
"Mekanisme nilai ekonomi karbon ini ke depannya perlu kejelasan dan kelengkapan juga karena penting bagi proses transisi energi, karena sekarang sudah ada Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Emisi," jelasnya.
Selain itu, program hilirisasi pemerintahan Presiden Joko Widodo menurut Putu berkelindan dengan RUU EBET dalsm proses transisi energi.
"Jangkauan dan arah RUU EBET kan terkait dengan energi baru terbarukan (EBT) haik pengelolaannya, sumbernya, pengembangan harga EBT, insentif, penhembangan teknologi, dan partisipasi masyarakat," ungkap Putu.
Ia juga melihat bahwa program hilirisasi pemerintah juga salah satu cara meningkatkan nilai dari raw material, yang mana raw material itu diproses di dalam negeri.
"Dalam RUU EBET ada transfer teknologi, ini menjadi pijakan untuk dapat digunakan mempercepat produktivitas hilirissi yang lebih efisien dan hijau, serta meningkaykan bauran EBT dalam energi nasional," lanjut dia.
Peneliti Bidang Ekonomi TII itu juga menyoroti soal kerusakan lingkungan yang diakibatkan praktik hilirisasi yang tidak bersifat keberlanjutan.
"Sudah ada sustainable practice di mining tapi itu tidak dijalankan dengan baik dan benar, padahal sudah ada landasannya," ucapnya.
"Hasilnya, ada kerusakan lingkungan yang mengganggu sosial kemasyarakatan di daerah praktik tambang itu," tegasnya. (ari/prm)