KABARBURSA.COM - Pelaku pasar modal memberi perhatian serius terhadap status saham PT Waskita Karya (Persero) Tbk atau Waskita yang telah disuspensi selama dua tahun. Investor mempertanyakan potensi delisting saham WSKT setelah masa suspensinya menyentuh batas waktu 24 bulan.
Kecemasan para investor direspons oleh Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna. Ia membenarkan bahwa regulasi mengatakan delisting saham wajib memenuhi syarat suspensi selama dua tahun. Namun, proses delisting tidak otomatis bisa dilakukan begitu saja tanpa mempertimbangkan faktor lainnya.
“Memang sudah bisa, 24 bulan. Tapi yang lebih penting adalah bagaimana memastikan respons dari board of director, rencana mereka ke depan seperti apa,” ujarnya di Gedung BEI, Jakarta pada Kamis, 8 Mei 2025.
Ia menambahkan bahwa prinsip utama dari ketentuan delisting adalah memberikan dorongan agar emiten memperbaiki kondisi going concern-nya, bukan sekadar mengeluarkan perusahaan dari papan bursa.
Nyoman memaparkan bahwa BEI telah secara aktif berkomunikasi dengan manajemen Waskita, bahkan sebelum masa dua tahun tersebut tercapai. Surat resmi juga telah dilayangkan oleh BEI untuk meminta klarifikasi terkait langkah-langkah strategis perusahaan dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi.
“Sebelum dua tahun pun kami sudah periodik menanyakan itu, termasuk menyurati perusahaan agar menyampaikan keterbukaan informasi terkait langkah-langkah mereka untuk keluar dari masa sulit,” ujar dia.
Selain meminta penjelasan dari pihak manajemen, BEI juga terus melakukan koordinasi dengan pemegang saham pengendali untuk memastikan adanya dukungan yang memadai dalam upaya restrukturisasi dan pemulihan Waskita. Hingga saat ini, BEI masih menunggu respons resmi dari Waskita terkait rencana strategis yang akan dijalankan guna memperbaiki kondisi bisnis dan memenuhi ketentuan sebagai perusahaan tercatat.
Dengan jumlah perusahaan yang tercatat saat ini mencapai 956 emiten, BEI menegaskan bahwa kebijakan delisting merupakan langkah terakhir yang akan diambil apabila perusahaan tidak mampu menunjukkan progres perbaikan yang memadai dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Waskita Karya saat ini masih dalam proses klarifikasi dan dinantikan keterbukaan informasinya untuk mengetahui arah dan langkah yang akan ditempuh dalam menghadapi situasi yang ada.
Diberitakan sebelumnya, Waskita tengah menjalani proses restrukturisasi obligasi atau utang yang cukup besar dan penuh tantangan.
Adapun saham WSKT disuspensi oleh BEI sejak 8 Mei 2023 lalu, di level Rp202 per lembar saham, karena masalah keuangan yakni kegagalan pembayaran atas sejumlah seri obligasi non-penjaminan. Hal ini terjadi setelah perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran kupon obligasi yang jatuh tempo.
Suspensi tersebut diberlakukan untuk melindungi para investor dan memastikan transparansi serta kejelasan terkait masalah finansial yang dihadapi perusahaan.
Selain itu, proses restrukturisasi utang yang tengah dilakukan Waskita Karya juga menjadi faktor utama dalam keputusan suspensi. Perusahaan sedang berusaha untuk merestrukturisasi utangnya yang cukup besar, termasuk obligasi dan sukuk yang belum sepenuhnya disetujui oleh para pemegangnya.
Kondisi keuangan Waskita Karya per akhir tahun 2024 menggambarkan tekanan struktural yang masih dalam tahap kritis.
Dalam laporan posisi keuangan konsolidasian, total aset Waskita turun signifikan menjadi Rp77,15 triliun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp95,59 triliun. Penurunan terbesar terjadi pada aset tidak lancar, khususnya nilai hak pengusahaan jalan tol (HPJT) yang merosot dari Rp49,39 triliun menjadi Rp31,33 triliun.
Selain itu, aset tetap juga mengalami penurunan dari Rp5,01 triliun menjadi Rp4,35 triliun, seiring dengan upaya monetisasi dan restrukturisasi aset operasional.
Di sisi liabilitas, total kewajiban perusahaan tercatat sebesar Rp69,27 triliun, turun dari posisi akhir 2023 sebesar Rp83,99 triliun. Penurunan ini sebagian besar berasal dari berkurangnya utang jangka panjang kepada bank dan lembaga keuangan non-bank, baik dari pihak ketiga maupun entitas berelasi.
Meski demikian, komposisi kewajiban jangka pendek tetap tinggi, mencapai Rp22,5 triliun, yang mencerminkan beban likuiditas yang belum mereda.
Sementara itu, posisi ekuitas Waskita juga terus tergerus. Total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk susut menjadi Rp2,8 triliun dari sebelumnya Rp5,28 triliun, ditambah pelemahan kontribusi kepentingan non-pengendali yang juga turun menjadi Rp5,07 triliun.
Akumulasi defisit laba ditahan tercatat semakin dalam, yakni sebesar minus Rp16,28 triliun, mengindikasikan tekanan akumulatif dari kerugian berulang dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam laporan laba rugi, Waskita mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp10,7 triliun sepanjang 2024, sedikit menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp10,95 triliun. Namun laba bruto meningkat dua kali lipat menjadi Rp1,41 triliun dari hanya Rp613 miliar pada 2023.
Sayangnya, beban keuangan yang sangat tinggi, mencapai Rp4,33 triliun, terus menekan kinerja, sehingga menyebabkan perusahaan kembali mencatatkan rugi bersih tahun berjalan sebesar Rp3,91 triliun. Jumlah ini sedikit membaik dari rugi bersih tahun 2023 yang mencapai Rp4,01 triliun, namun tetap menunjukkan kondisi belum pulih.
Dari sisi rugi komprehensif, Waskita mencatatkan kerugian total sebesar Rp3,83 triliun pada 2024. Kerugian ini terutama disebabkan oleh beban bunga, depresiasi nilai aset, dan belum optimalnya kontribusi entitas ventura bersama. Kerugian per saham dasar pun masih tinggi di level Rp89,89 per lembar.
Gambaran ini menegaskan bahwa proses restrukturisasi yang tengah dijalankan masih jauh dari rampung. Meskipun terdapat upaya pengurangan utang dan perbaikan margin kotor, beban keuangan dan kerentanan struktur modal tetap menjadi tantangan utama yang harus segera direspons melalui kesepakatan restrukturisasi utang yang menyeluruh dan dukungan pemegang saham pengendali.
Sementara itu, manajemen Waskita Karya terus melakukan upaya komunikasi dengan para pemegang obligasi dan berharap dapat mencapai kesepakatan sebelum potensi delisting saham perusahaan.
Direktur Utama Waskita, Muhammad Hanugroho juga sempat menanggapi perihal suspensi itu dalam acara Public Expose pada 26 November 2024 lalu.
Dalam rapat itu ia mengatakan, perseroan terus mendorong upaya restrukturisasi atas pembayaran surat utang kepada pemegang Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap IV Tahun 2019.
"Masih belum ada kesepakatan dengan anchor bond holder. Jadi pemegang obligasi terbesar di seri itu," katanya saat Public Expose. (*)