KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diproyeksikan berpotensi menembus ke level 7000-an pada kuartal II 2025. Seiring potensi penguatan ini, sejumlah saham dinilai patut dicermati para investor.
VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi memperkirakan skenario IHSG di kuartal II 2025 berada ei level optimis 6.950 – 7.050, moderat 6.700 – 6.800 hingga 6.100 – 6.200.
"Target tersebut cenderung alami kenaikan seiring dengan beberapa sentimen positif di pasar," ujar Audi kepada KabarBursa.com dikutip, Senin, 5 Mei 2025.
Menurut ia, terdapat sejumlah sentimen yang bakal mempengaruhi pasar di kuartal II 2025. Salah satunya penguatan nilai mata uang rupiah terhadap USD.
"Cenderung berdampak positif pada sektor konsumsi, retail, properti seiring dengan normalisasi biaya impor," jelasnya.
Selain itu, Audi juga memprediksi Bank Indonesia berpotensi memangkas suku bunga acuan atau BI rate. Menurutnya, kondisi ini bisa berefek positif terhadap beberapa emiten di sektor keuangan dan properti seiring dengan penurunan cost of fund dan mendorong demand.
Sentimen terakhir ialah perbaikan kinerja pada kuartal I 2025. Kata Audi, catatan positif ini berdampak pada emiten yang mencatatkan pertumbuhan resilien, khususnya blue chip seperti perbankan dan barang baku.
Audi kemudian merekomendasikan beberapa emiten yang bisa dikoleksi investor pada kuartal II 2025. Beberapa saham dijagokan ia seperti BBCA, BBRI, hingga TLKM.
Berikut saham pilihan Kiwoom Sekuritas untuk kuartal II 2025:
Data perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia atau BEI selama satu pekan pada periode 28 April - 2 Mei 2025 ditutup di zona positif.
Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, mengatakan peningkatan tertinggi terjadi pada rata-rata volume transaksi harian bursa pekan ini. "Yaitu sebesar 14,46 persen menjadi 20,87 miliar lembar saham dari 18,23 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya," ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 2 Mei 2025.
Sementara itu, rata-rata frekuensi transaksi harian selama pekan ini menjadi 1,21 juta kali transaksi, mengalami kenaikan sebesar 9,25 persen dibanding pekan lalu senilai 1,11 juta kali.
Rata-rata nilai transaksi harian di BEI selama sepekan tercatat naik 4,99 persen menjadi Rp11,61 triliun, dibandingkan Rp11,06 triliun pada minggu sebelumnya. Selain itu, menurut Kautsar, kapitalisasi pasar BEI juga mengalami peningkatan 2,33 persen, naik menjadi Rp11.831 triliun dari posisi Rp11.561 triliun pada pekan sebelumnya.
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG selama sepekan ditutup pada level 6.815,730, naik sebesar 2,05 persen dari pekan lalu di level 6.678,915. Sedangkan investor asing pada Jumat, 2 Mei 2025 mencatatkan nilai beli bersih Rp133,18 miliar dan sepanjang tahun 2025 ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih Rp50,58 triliun.
Adapun, IHSG diperkirakan bakal mendapat dampak positif dari musim pembagian dividen perusahaan yang terdaftar di BEI. Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah emiten telah mengumumkan jadwal pembagian dividen yang menarik perhatian pasar.
Menurut pengamat pasar modal dan Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, musim dividen bisa menjadi katalis positif untuk IHSG menuju kuartal II 2025. Namun ia memperingatkan bahwa penguatan ini kemungkinan hanya bersifat sementara.
"Secara historis, pembagian dividen memang kerap menjadi katalis positif, meningkatkan likuiditas dan mendorong technical rebound. Akan tetapi, daya dorong tersebut diprediksi terbatas mengingat tekanan global belum menunjukkan tanda-tanda mereda," ujarnya kepada KabarBursa.com, Selasa, 29 April 2025.
Hendra mencatat bahwa hingga 25 April 2025 IHSG masih melemah 5,66 persen secara year-to-date (ytd), dan hanya menempati peringkat keempat dari enam indeks utama di ASEAN, serta kesembilan dari 13 indeks Asia Pasifik.
Menurutnya, beberapa faktor yang membayangi kinerja IHSG antara lain perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang belum mereda, perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian pertumbuhan di China. Selain itu, tingkat suku bunga tinggi di AS yang berpotensi memengaruhi pasar saham domestik. "Serta suku bunga tinggi di Amerika Serikat menjadi faktor eksternal yang terus membayangi kinerja pasar," katanya.
Meskipun IHSG masih dibayangi tantangan eksternal, Hendra melihat musim dividen tahun ini diharapkan bukan sekadar menjadi pelipur lara di tengah tekanan, tetapi juga menjadi momentum pemulihan IHSG yang lebih berkelanjutan.
Menurut Hendra, rotasi sektor akan menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan investor setelah musim dividen berakhir. Beberapa sektor yang diperkirakan akan mencatatkan penguatan antara lain sektor energi, yang sudah mencatat penguatan 1,30 persen pada perdagangan 28 April 2025, sehingga diperkirakan tetap menjadi sektor primadona seiring stabilnya harga minyak dan gas.
"Sektor perbankan besar berpotensi kembali menjadi motor penggerak utama, didukung stabilisasi pasar keuangan domestik. Sementara itu, sektor konsumer primer dan kesehatan, yang cenderung defensif terhadap ketidakpastian global, diprediksi menjadi tujuan utama akumulasi selanjutnya," terangnya.
Tidak ketinggalan, sektor konstruksi dan infrastruktur mulai mendapat perhatian lebih, seiring ekspektasi stimulus besar dari pemerintahan baru yang ingin mempercepat pembangunan nasional.
Selain musim dividen, perhatian pasar domestik kini juga tertuju pada langkah strategis Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, yang tengah menjajaki peran sebagai penyedia likuiditas di pasar modal.
"Kehadiran Danantara dinilai Bursa Efek Indonesia dapat memperkuat likuiditas dan stabilitas pasar, seiring rencana Danantara untuk mengalokasikan sebagian dana dividen BUMN ke investasi di saham," jelasnya.
Hendra melihat meskipun Danantara tidak diwajibkan berizin formal sebagai liquidity provider, mereka dapat menjadi penopang penting pasar domestik. (*)