KABARBURSA.COM - Rencana PT Bank DKI melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam waktu dekat disambut positif. Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi menilai, upaya Bank DKI melantai di bursa merupakan momentum emas bagi masyarakat DKI Jakarta untuk memiliki saham di bank daerah mereka sendiri.
Ibrahim menuturkan, harga saham yang terjangkau akan menjadi kunci dalam menarik minat investor ritel. “Kalau ingin masyarakat DKI bisa berpartisipasi, ya harus lebih murah. Mungkin di bawah Rp500 per lembar saham, masyarakat akan antusias,” katanya kepada KabarBursa.com di Jakarta, Minggu, 4 Mei 2025.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung menargetkan proses IPO Bank DKI dapat terlaksana dalam waktu lima bulan hingga paling lama satu tahun.
“Mudah-mudahan dalam waktu lima, enam bulan atau paling lama satu tahun, Bank DKI sudah bisa IPO,” kata Pramono.
Meski mendukung, Ibrahim juga mengingatkan bahwa proses IPO bukan tanpa risiko. Timing dan sentimen pasar harus jadi pertimbangan utama.
“Kalau dilakukan saat IHSG sedang lesu atau saat ada tekanan eksternal, minat investor bisa rendah. Maka dari itu, perlu waktu dan kalkulasi yang matang. Jangan terburu-buru tapi juga jangan kelamaan,” katanya.
Ia menambahkan, kondisi sektor perbankan nasional juga harus dipantau. “Ada tekanan bunga tinggi, likuiditas ketat, dan risiko kredit meningkat. Semua ini harus dihitung agar tidak jadi bumerang saat IPO,” ujarnya.
Ibrahim berharap IPO Bank DKI bisa menjadi model bagi BUMD lainnya, terutama di kota-kota besar yang memiliki potensi pasar dan basis pelanggan yang kuat.
“Kalau sukses, ini bisa jadi benchmark. Bahwa BUMD bisa profesional, bisa transparan, dan bisa menarik minat investor. Ini penting untuk transformasi ekonomi daerah,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa IPO bukan akhir, tapi awal dari proses reformasi dan modernisasi BUMD.
“Setelah IPO, pekerjaan besar baru dimulai: meningkatkan layanan, memperkuat manajemen risiko, dan memperluas jangkauan. Tapi ini hanya bisa dilakukan kalau ada kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat dari Pemprov,” tutup Ibrahim.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, membuka wacana rebranding atau perubahan identitas PT Bank DKI (Perseroda) seiring dengan rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Dua nama alternatif yang tengah dipertimbangkan adalah Bank Jakarta dan Bank Global.
Pramono menyebutkan bahwa penggantian nama Bank DKI menjadi 'Global' memungkinkan dilakukan karena Jakarta telah memiliki pengakuan internasional. Namun, wacana rebranding ini masih berada dalam tahap kajian.
“Iya pasti akan berubah (rebranding). Jadi nanti kalau ibu kota sudah berubah, Jakarta tidak DKI, salah satu alternatifnya adalah menjadi apakah 'Bank Global' atau Bank Jakarta. Kalau saya sendiri sudah punya pikiran," ujar Pramono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Ia menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan Bank DKI untuk mencatatkan saham perdananya (IPO) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurutnya, langkah untuk menjadi perusahaan publik dapat meningkatkan akuntabilitas dan kinerja Bank DKI.
“Supaya publik yang memberikan pengawasan kepada mereka. Ini kan bank yang cukup menengah dan captive dari Pemda DKI. Semua, termasuk saya sendiri begitu jadi gubernur kan udah menjadi kliennya Bank DKI. Kalau tidak dikelola secara baik dan profesional, yang rugi sebenarnya Bank DKI sendiri. Sehingga dengan demikian saya meminta kepada mereka untuk melakukan perbaikan,” tuturnya.
Direktur Utama Bank DKI, Agus H Widodo, mengonfirmasi bahwa rencana IPO sempat masuk dalam agenda Bank DKI. Namun, saat ini prioritas utama perusahaan adalah membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB), yang melibatkan Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) sebagai bagian dari kolaborasi tersebut.
Agus mengatakan bahwa setelah proses pembentukan KUB selesai, Bank DKI akan kembali mengevaluasi kemungkinan untuk melanjutkan agenda IPO.
“Setelah itu, kita akan melihat lagi peluang untuk IPO,” ujar Agus usai menghadiri peluncuran roadmap Penguatan Bank Pembangunan Daerah (BPD) tahun 2024–2027.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyampaikan bahwa prospek IPO untuk bank daerah cukup menjanjikan. Ia menyatakan sejumlah BPD telah menunjukkan kinerja baik dan memiliki aset yang memenuhi persyaratan OJK untuk melantai di pasar modal.
Kendati demikian, Inarno belum dapat memastikan kapan tepatnya ada BPD yang benar-benar akan mencatatkan sahamnya di BEI. Ia membenarkan bahwa Bank DKI sebelumnya sudah merencanakan IPO, namun belakangan ditunda.
“Bank DKI sebenarnya sudah masuk ke dalam pipeline IPO, tetapi rasanya ada penundaan,” ungkap Inarno.
Dalam daftar pipeline pencatatan saham BEI per 11 Oktober 2024, tercatat ada dua perusahaan dari sektor keuangan. Namun, Inarno belum memberikan informasi lebih rinci mengenai entitas yang dimaksud.
Sebelumnya, Bank DKI diberitakan berniat menghimpun dana segar dari IPO dengan target sekitar USD 150 juta hingga USD 200 juta. Bila dikonversi, nilai tersebut setara dengan Rp2,26 triliun sampai Rp3,01 triliun, bergantung pada kurs saat transaksi berlangsung.
Walaupun fokus utama Bank DKI saat ini masih pada pembentukan KUB, rencana untuk mencatatkan saham di bursa tetap menjadi bagian dari strategi jangka panjang perusahaan. (*)