KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan hari Jumat, 2 Mei 2025, dengan performa impresif. Kenaikan sebesar 0,72 persen atau 48 poin membawa IHSG ke level 6.815.
Tak hanya itu, sepanjang pekan lalu, IHSG pun berhasil mencatatkan penguatan mingguan sebesar 2 persen, setara dengan kenaikan 136 poin. Nilai transaksi harian juga mengalami peningkatan, dari rata-rata Rp11 triliun menjadi Rp11,6 triliun, atau naik 4,9 persen.
Katalis positif utama berasal dari dalam dan luar negeri. Dari global, membaiknya sentimen perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok turut memberikan angin segar bagi mayoritas indeks saham dunia, termasuk IHSG.
Di sisi domestik, rilis laporan keuangan emiten kuartalan serta musim pembagian dividen menjadi daya tarik tambahan bagi investor. Aliran dana asing yang meskipun masih mencatatkan jual bersih sebesar Rp356 miliar, terpantau tidak seagresif periode sebelumnya.
Kinerja apik pekan lalu juga ditopang oleh penguatan saham-saham big cap dari sektor perbankan dan energi, seperti BBCA, BBRI, dan TPIA. Bahkan sektor kesehatan (IDXHEALTH) menjadi sektor dengan performa paling cemerlang sepanjang pekan, melesat 6,23 persen.
Tidak hanya itu, sektor transportasi (IDXTRANS) juga naik 3,11 persen, disusul sektor barang konsumen siklikal (IDXCYCLIC) yang menguat 2,14 persen. Di sisi lain, sektor industri dasar (IDXINDUST) dan teknologi (IDXTECHNO) justru mengalami tekanan, masing-masing turun 0,63 persen dan 0,40 persen.
Dari sisi makro, nilai tukar Rupiah juga menunjukkan penguatan yang signifikan. Rupiah ditutup di level Rp16.429 per dolar AS, terapresiasi sekitar 2,3 persen dalam sepekan, menjadi sinyal positif tambahan bagi pasar modal.
Namun, seiring dengan penutupan IHSG yang sudah menembus level resistensi teknikal di 6.700, pasar berpotensi mengalami koreksi teknikal dalam waktu dekat.
Untuk pekan ini, proyeksi pergerakan IHSG diperkirakan akan cenderung melemah dengan kisaran range di area 6.750–6.900. Support kuat berada di rentang 6.650–6.750, sementara resistensi selanjutnya berada di kisaran 6.900–6.950.
Investor disarankan untuk tetap selektif memilih saham, terutama menjelang beberapa rilis data ekonomi penting.
Mengutip Weekly Market Review KB Valbury Sekuritas, Minggu, 4 Mei 2025, beberapa saham menarik yang layak dicermati antara lain TLKM, EXCL, UNVR, BRPT, BREN, dan SCMA.
Sementara itu, perhatian pelaku pasar juga akan tertuju pada rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 5 Mei, keputusan suku bunga acuan The Fed pada 8 Mei, serta laporan neraca perdagangan Tiongkok pada 9 Mei mendatang.
Dari sisi transaksi asing, saham-saham seperti ANTM (Rp547,7 miliar), BBCA (Rp523,6 miliar), dan TLKM (Rp171,8 miliar) menjadi favorit investor asing dengan aksi beli bersih. Di sisi lain, BMRI, BBNI, dan BBRI justru menjadi sasaran aksi jual asing.
Sementara itu, dari segi performa saham, beberapa nama berhasil mencuri perhatian. Saham KRYA melesat 53,73 persen, disusul NICL (52,48 persen), IOTF (43,65 persen), TCID (34,96 persen), dan SMGA (34,62 persen) sebagai top gainers.
Sebaliknya, saham SMIL merosot tajam hingga 43,86 persen, disusul WAPO, VICO, FWCT, dan BJBR yang juga mencatat penurunan signifikan.
Secara keseluruhan, meski IHSG masih menunjukkan kekuatan, pelaku pasar tetap perlu mewaspadai potensi koreksi jangka pendek, apalagi menjelang rilis data makro penting yang bisa menjadi pemicu volatilitas.
Strategi trading yang cermat, diversifikasi portofolio, serta memperhatikan sinyal teknikal tetap menjadi kunci dalam menghadapi dinamika pasar pekan ini.
IHSG dan Tren "Sell in May and Go Away"
Jika dilihat dari data lima tahun terakhir, bulan Mei secara konsisten menunjukkan performa buruk, dengan rata-rata return sebesar -1,78 persen. Ini merupakan rata-rata terendah sepanjang tahun, bahkan dengan probabilitas kenaikan hanya 20 persen dan menjadikannya bulan dengan potensi naik paling kecil.
Hal ini memperkuat sentimen bahwa Mei memang bukan bulan yang bersahabat bagi investor IHSG.
Namun, tidak semua bulan musim panas tampil buruk. Justru sebaliknya, Juli dan Agustus menjadi bintang utama dengan rata-rata return masing-masing 2,19 persen dan 2,66 persen, serta probabilitas naik mencapai 100 persen.
Artinya, dalam lima tahun terakhir, IHSG selalu mengalami kenaikan pada bulan Juli dan Agustus. Ini menjadi sinyal kuat bahwa tidak semua bagian dari strategi “Sell in May” relevan dengan pasar Indonesia.
Pergeseran Sentimen di Tahun-Tahun Tertentu
Tahun 2024 dan 2025 menunjukkan dinamika menarik. Misalnya, di Februari 2025, IHSG anjlok tajam hingga -11,80 persen, menjadi salah satu penurunan bulanan terbesar dalam lima tahun.
Namun, bulan berikutnya justru bangkit tajam dengan kenaikan 3,83 persen di Maret dan 3,93 persen di April 2025. Ini mengisyaratkan bahwa volatilitas tinggi masih mewarnai pola pergerakan indeks, dan investor harus waspada terhadap pembalikan tren mendadak.
Sebaliknya, tahun 2023 menunjukkan pola pemulihan dengan pertumbuhan tahunan sebesar 6,16 persen, disokong lonjakan kuat pada November (4,87 persen) dan Desember (2,71 persen). Ini memperlihatkan bahwa meski sebagian bulan lemah, IHSG mampu mengakhiri tahun dengan impresif.
Apa Kata Statistik?
Secara statistik, probabilitas kenaikan IHSG paling tinggi terjadi pada Februari (80 persen), April (80 persen), serta Juli dan Agustus (masing-masing 100 persen).
Ini menunjukkan bahwa strategi berdasarkan rata-rata kinerja bulanan dapat memberikan sinyal waktu terbaik untuk masuk pasar.
Namun, perlu dicatat bahwa strategi musiman tidak menjamin hasil pasti. Misalnya, meskipun November memiliki rerata negatif (-0.58 persen), pada tahun 2023 indeks justru naik hampir 5 persen.
Oleh karena itu, investor sebaiknya tidak hanya mengandalkan statistik bulanan semata, tetapi juga memperhatikan sentimen pasar, data ekonomi makro, dan faktor global lainnya.
Apakah Waktunya “Sell in May”?
Data historis memang menunjukkan bahwa Mei seringkali membawa tekanan bagi IHSG, tetapi tidak berarti investor harus serta-merta keluar dari pasar.
Sebaliknya, pemahaman yang lebih mendalam mengenai tren, pola volatilitas, dan probabilitas naik di bulan-bulan tertentu justru bisa menjadi alat bantu yang ampuh untuk mengatur strategi masuk dan keluar dari pasar secara lebih cerdas.
Investor cerdas bukan yang sepenuhnya menghindar saat risiko datang, melainkan yang mampu mengelola risiko dengan informasi yang akurat dan strategi yang disiplin.
Dalam konteks IHSG, kadang-kadang tetap berada di pasar dan memanfaatkan momentum—terutama di bulan Juli dan Agustus—dapat menghasilkan imbal hasil yang lebih optimal dibanding hanya mengikuti strategi musiman secara mentah.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.