Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Indika Energy (INDY) Tertekan, Fokus Diversifikasi Hijau

Saham PT Indika Energy Tbk. (INDY) tengah berada dalam tekanan kuat berdasarkan hasil analisis teknikal terbaru pada perdagangan Jumat, 2 Mei 2025.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 02 May 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
Indika Energy (INDY) Tertekan, Fokus Diversifikasi Hijau Ilustrasi PT Indika Energy Tbk atau INDY. (Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com)

KABARBURSA.COM - PT Indika Energy Tbk (INDY) mencatatkan penurunan kinerja keuangan pada kuartal pertama 2025, mencerminkan tantangan yang dihadapi sektor batubara global di tengah fluktuasi harga komoditas.

 Laba bersih INDY turun signifikan menjadi USD2,9 juta dibandingkan USD20,1 juta pada periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini sejalan dengan menyusutnya pendapatan sebesar 13,7 persen menjadi USD489,6 juta dari sebelumnya USD567,3 juta.

Menurut Direktur Utama Indika Energy M Arsjad Rasjid, kinerja keuangan yang melambat disebabkan oleh harga jual rata-rata (Average Selling Price/ASP) batubara yang lebih rendah. Kideco, salah satu kontributor utama pendapatan INDY, mengalami penurunan pendapatan sebesar 11,6 persen menjadi USD400,1 juta. 

ASP batubara Kideco turun 12,9 persen menjadi hanya USD52 per ton, meskipun volume penjualan tetap di angka 7,3 juta ton. Dari total penjualan itu, 41 persen dialokasikan untuk pasar domestik, melampaui kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25 persen. 

Sementara 59 persen sisanya diekspor ke negara seperti China, India, Korea Selatan, dan Jepang.

Selain Kideco, entitas anak usaha lainnya, Indika Indonesia Resources (IIR), juga mengalami tekanan berat dengan penurunan pendapatan hingga 86,5 persen menjadi USD9,3 juta. 

Hal ini terjadi karena merosotnya nilai perdagangan batubara dari USD33,7 juta menjadi USD5,6 juta, dengan volume hanya 0,1 juta ton. Penurunan ini diperparah oleh penerapan kebijakan Harga Batubara Acuan (HBA) sejak 1 Maret 2025 yang menjadi acuan transaksi batubara domestik.

Namun di tengah tekanan sektor batubara, Indika Energy menunjukkan ketahanan melalui diversifikasi bisnis. Pendapatan dari sektor non-batubara kini berkontribusi 18 persen terhadap total pendapatan, naik dari 8,5 persen pada tahun sebelumnya. 

Anak perusahaan seperti Tripatra dan Interport menjadi penyumbang utama pertumbuhan ini. Tripatra mencatat lonjakan pendapatan sebesar 95,9 persen menjadi USD61,8 juta yang didorong oleh proyek-proyek strategis, termasuk kerja sama dengan Posco, proyek Akasia Bagus, dan pabrik amonia Pupuk Kaltim. 

Sementara itu, Interport Mandiri Utama mencatat kenaikan pendapatan tipis sebesar 1,6 persen menjadi USD28 juta.

Efisiensi biaya juga menjadi strategi penting yang dilakukan perusahaan. Beban pokok kontrak dan penjualan (COGS) menurun 10,1 persen menjadi USD425,9 juta, sedangkan beban penjualan dan administrasi susut 23,5 persen menjadi USD36,8 juta. 

Sepanjang kuartal ini, INDY juga merealisasikan belanja modal (capex) sebesar USD18,5 juta, dengan 94 persen di antaranya dialokasikan ke sektor non-batubara. Investasi terbesar dilakukan pada proyek pertambangan emas senilai USD15,3 juta dan bisnis hijau sebesar USD1,3 juta.

Langkah strategis Indika Energy ini menandakan pergeseran arah perusahaan menuju ekonomi rendah karbon. Dengan komitmen untuk memperluas portofolio di sektor energi baru dan terbarukan serta kendaraan listrik, INDY memperkuat visinya sebagai perusahaan energi terintegrasi yang adaptif terhadap transisi global menuju keberlanjutan. 

Meskipun tekanan harga batubara masih membayangi, fokus pada efisiensi operasional dan diversifikasi bisnis menunjukkan bahwa perusahaan sedang membangun pondasi pertumbuhan jangka panjang yang lebih berkelanjutan dan resilien.

Seperti Apa Analisis Teknikalnya?

Saham PT Indika Energy Tbk. (INDY) tengah berada dalam tekanan kuat berdasarkan hasil analisis teknikal terbaru pada perdagangan Jumat, 2 Mei 2025. 

Mayoritas indikator teknikal menunjukkan sinyal “sangat jual”, mencerminkan bahwa saham ini sedang berada dalam tren bearish yang cukup tajam dan investor disarankan untuk mengambil sikap hati-hati terhadap potensi kelanjutan penurunan harga dalam jangka pendek.

Dari sisi indikator teknikal utama, tak satu pun yang menunjukkan sinyal beli. Indikator RSI (Relative Strength Index) tercatat di level 37,16 yang berarti masih berada di bawah ambang batas netral, mengindikasikan tren turun yang masih dominan. 

Bahkan beberapa indikator lainnya seperti Stochastic, Stochastic RSI, dan Williams %R telah berada di zona jenuh jual (oversold), masing-masing dengan angka 14,73; 7,54; dan -93,75. Ini bisa menjadi sinyal awal bahwa koreksi harga sudah terlalu dalam, namun belum cukup kuat untuk menjadi sinyal pembalikan arah selama belum ada konfirmasi volume dan momentum naik.

Indikator MACD memperlihatkan angka negatif -16,71 yang menandakan tren turun masih kuat dan belum menunjukkan adanya potensi crossover positif dalam waktu dekat. ADX yang berada di level 42,28 menandakan kekuatan tren saat ini sangat tinggi, dan sayangnya tren tersebut adalah tren penurunan. 

Indikator lainnya seperti CCI (-111,56), ROC (-2,42), dan Bull/Bear Power (-48,52) juga masih menegaskan dominasi tekanan jual yang belum mereda.

Dari perspektif moving average, kondisi INDY juga belum menggembirakan. Delapan dari dua belas moving average memberikan sinyal jual, dengan MA5, MA10, MA20, dan MA50 semuanya berada di bawah harga terkini, baik dalam versi sederhana maupun eksponensial. 

Sementara sinyal beli hanya muncul di MA100 dan MA200, yang menunjukkan bahwa secara jangka panjang tren masih cenderung positif, namun tekanan jangka pendek mendominasi. Jika harga terus bergerak di bawah semua moving average jangka pendek, ini memperkuat asumsi bahwa saham masih berada dalam fase koreksi.

Pivot point harian menunjukkan bahwa level support utama berada di kisaran Rp1.396 hingga Rp1.406, sementara resistance kuat berada di rentang Rp1.416 hingga Rp1.426. Harga saat ini yang berfluktuasi di bawah level pivot Rp1.413 memperlihatkan bahwa tekanan jual belum menunjukkan tanda pelemahan berarti. 

Dengan ATR (Average True Range) berada di angka 16,07, volatilitas harga tergolong rendah, mengindikasikan bahwa meskipun harga turun, laju pergerakannya tidak terlalu ekstrem—ini mencerminkan penurunan yang konsisten, bukan panik.

Secara keseluruhan, saham INDY berada dalam posisi teknikal yang lemah, dengan sinyal kuat untuk menghindari aksi beli agresif dalam waktu dekat. Meskipun ada beberapa indikator yang sudah masuk ke wilayah jenuh jual, belum ada konfirmasi pembalikan arah yang valid dari sisi volume maupun formasi candle. 

Bagi investor jangka pendek, ini bukan saat yang ideal untuk masuk, kecuali harga mampu menembus resistance teknikal dengan volume yang solid. Namun untuk investor jangka panjang, level harga saat ini bisa menjadi zona observasi menarik, terutama jika sentimen fundamental perusahaan mulai membaik di kuartal berikutnya. 

Sebagai kesimpulan, kehati-hatian tetap menjadi kunci dalam menghadapi pergerakan saham INDY dalam waktu dekat.

Tantangan Profitabilitas dan Kekuatan Struktur Neraca

Fundamental PT Indika Energy Tbk (INDY) menunjukkan gambaran campuran antara tantangan profitabilitas dan kekuatan struktur neraca yang layak diperhatikan oleh investor. Di tengah tekanan pada laba bersih, upaya diversifikasi dan efisiensi tetap menjadi penopang utama strategi perusahaan untuk mempertahankan daya saing di sektor energi yang tengah bertransformasi menuju ekonomi rendah karbon.

Secara valuasi, saham INDY saat ini terlihat terdiskon secara price-to-book value (PBV) di angka 0,37x, yang menandakan bahwa harga sahamnya diperdagangkan jauh di bawah nilai bukunya. 

Namun, Price to Earnings Ratio (TTM) mencatat angka negatif sebesar -64,31, dan bahkan PE annualised masih tinggi di 38,72, mencerminkan tekanan laba yang signifikan dalam periode 12 bulan terakhir. 

Earnings Yield (TTM) juga mencatat -1,56 persen, mengindikasikan bahwa pendapatan perusahaan belum cukup menarik jika dibandingkan dengan harga sahamnya saat ini. Kendati demikian, indikator lain seperti EV/EBIT dan EV/EBITDA yang masing-masing sebesar 0,65 dan 0,91 menunjukkan valuasi operasional yang relatif murah.

Performa keuangan INDY memang mencerminkan situasi yang menantang. Pendapatan tahun berjalan menurun drastis, dengan revenue quarterly YoY mencatatkan penurunan nyaris total (-99,99 persen), dan net income kuartal pertama 2025 sebesar Rp47 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

Laba bersih trailing twelve months (TTM) juga negatif, yakni sebesar Rp-114 miliar. Ini berdampak langsung pada EPS (Earnings per Share) yang turun ke angka -21,93, mencerminkan kerugian per saham secara tahunan.

Meski demikian, INDY masih menunjukkan disiplin dalam mengelola neraca keuangannya. Total aset perusahaan tercatat sebesar Rp48,13 triliun, dengan total ekuitas Rp19,95 triliun. Rasio utang terhadap ekuitas berada di angka 0,86, yang masih dalam batas wajar. 

Posisi kas perusahaan cukup kuat sebesar Rp6,88 triliun, memberikan bantalan likuiditas yang penting, meskipun free cash flow negatif sebesar Rp2,54 triliun menjadi perhatian tersendiri dalam jangka pendek.

Dari sisi profitabilitas, perusahaan mencatatkan margin laba kotor (gross profit margin) sebesar 9,55 persen dan margin laba bersih hanya 0,59 persen. Return on Equity (ROE) dan Return on Assets (ROA) masing-masing negatif, yakni -0,57 persen dan -0,24 persen, mencerminkan efisiensi penggunaan modal dan aset yang masih lemah. 

Namun, Return on Capital Employed (ROCE) sebesar 6,71 persen memberikan sedikit harapan dalam pemanfaatan modal kerja.

Kinerja historis harga saham INDY juga menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi. Dalam jangka pendek, saham ini mencatat penurunan 5,37 persen dalam satu minggu dan 15,82 persen dalam tiga bulan terakhir. 

Tetapi, selama lima dan sepuluh tahun terakhir, INDY berhasil mencetak return masing-masing sebesar 77,36 persen dan 386,21 persen, mencerminkan potensi jangka panjang yang cukup solid bagi investor yang memiliki pandangan jangka panjang dan toleransi risiko tinggi.

Perusahaan juga tetap konsisten dalam membagikan dividen, dengan dividend yield sebesar 6,53 persen dan payout ratio mencapai 253 persen dari laba, menandakan komitmen terhadap pemegang saham meskipun berada dalam tekanan laba bersih. Hal ini menjadi salah satu daya tarik utama bagi investor yang mencari income tetap melalui dividen.

Secara keseluruhan, fundamental INDY saat ini berada dalam masa transisi dengan tekanan kinerja jangka pendek yang nyata, namun dengan landasan keuangan yang masih relatif sehat. Strategi diversifikasi dan kekuatan kas yang solid dapat menjadi katalis pemulihan jika dipadukan dengan peningkatan efisiensi operasional dan stabilitas harga komoditas. 

Bagi investor jangka panjang, posisi saat ini bisa dilihat sebagai titik akumulasi moderat, dengan tetap memperhatikan perkembangan laba kuartalan dan sentimen global terhadap energi terbarukan serta sektor batubara secara keseluruhan.(*)