KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diprediksi masih akan melanjutkan penguatan terbatas pada perdagangan Jumat, 2 Mei 2025. Analisis teknikal dari MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menunjukkan bahwa posisi IHSG saat ini berada di akhir wave [a] dari wave B, yang berarti pasar perlu waspada akan potensi pembalikan arah.
“IHSG menguat 0,26 persen ke 6.766 disertai oleh peningkatan volume pembelian. Kami masih memperkirakan, posisi IHSG sedang berada di akhir wave [a] dari wave B, sehingga penguatan IHSG akan relatif terbatas,” kata Herditya dalam keterangan tertulis, Jumat, 2 Mei 2025.
Ia memproyeksikan area penguatan indeks akan menguji level 6.785–6.840. Namun, pasar harus mencermati risiko pembalikan arah menuju wave [b] yang bisa membawa IHSG turun ke kisaran 6.364–6.618. “Support kami perkirakan di level 6.708 dan 6.585, sementara resistance ada di 6.818 dan 6.877,” jelas Herditya.
Sejalan dengan proyeksi IHSG, terdapat sejumlah saham yang menarik untuk dipantau pelaku pasar:
1. INCO (PT Vale Indonesia Tbk)
Saham INCO terkoreksi 0,80 persen ke Rp2.490 dengan tekanan jual yang meningkat. Namun, Herditya menilai selama harga tetap di atas Rp2.420, potensi penguatan masih ada karena posisinya diperkirakan berada di akhir wave (a) dari wave [iv]. Target harga dipatok di Rp2.650 hingga Rp2.810.
2. MAPI (PT Mitra Adiperkasa Tbk)
Saham MAPI menguat 0,74 persen ke Rp1.365 meski ada tekanan jual. Herditya memperkirakan MAPI sedang berada di awal wave [c] dari wave B. Dengan level beli di kisaran Rp1.320–Rp1.360, target penguatan ada di Rp1.455 hingga Rp1.485.
3. MIDI (PT Midi Utama Indonesia Tbk)
Saham MIDI melonjak 14,04 persen ke Rp390 dengan volume beli yang tinggi. Saat ini, posisi MIDI diperkirakan berada di wave 3 dari wave (C), yang berarti peluang melanjutkan penguatan masih terbuka. Target harga yang dipatok berada di Rp404 hingga Rp432.
4. ESSA (PT Surya Esa Perkasa Tbk)
Berbeda dengan saham lain, ESSA justru masuk kategori sell on strength karena koreksi 2,42 persen ke Rp605 dengan tekanan jual yang masih dominan. Herditya memperingatkan potensi koreksi lebih lanjut menuju Rp446–Rp530.
Meski indeks masih punya ruang untuk menguat, pelaku pasar diingatkan untuk tak terlena. Herditya menyebutkan, “Waspadai, akan adanya potensi pembalikan arah dari IHSG untuk membentuk wave [b],” yang artinya area support menjadi penting untuk diperhatikan sebagai pijakan jika tekanan jual tiba-tiba meningkat.
Di tengah kondisi global yang masih bergejolak—mulai dari isu tarif Presiden Trump hingga fluktuasi harga komoditas—pasar domestik dituntut menjaga momentum dengan bijak. Pergerakan saham-saham berbasis komoditas, perbankan, dan ritel akan jadi barometer penting apakah sentimen optimis di pekan ini akan berlanjut atau justru mulai melemah.
IHSG diprediksi akan terdorong positif oleh musim pembagian dividen dari berbagai perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah emiten sudah mulai mengumumkan jadwal pembagian dividen yang cukup menyita perhatian pelaku pasar.
Pengamat pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, memandang momen ini bisa menjadi pemantik sentimen positif bagi IHSG, terutama menuju kuartal II 2025. Meski begitu, ia mengingatkan bahwa dorongan penguatan ini kemungkinan hanya bersifat sementara dan perlu dicermati dengan hati-hati.
"Secara historis, pembagian dividen memang kerap menjadi katalis positif, meningkatkan likuiditas dan mendorong technical rebound. Akan tetapi, daya dorong tersebut diprediksi terbatas mengingat tekanan global belum menunjukkan tanda-tanda mereda," ujarnya kepada KabarBursa.com, Selasa, 29 April 2025.
Hendra mencatat bahwa hingga 25 April 2025 IHSG masih melemah 5,66 persen secara year-to-date (ytd), dan hanya menempati peringkat keempat dari enam indeks utama di ASEAN, serta kesembilan dari 13 indeks Asia Pasifik.
Menurutnya, beberapa faktor yang membayangi kinerja IHSG antara lain perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang belum mereda, perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian pertumbuhan di China. Selain itu, tingkat suku bunga tinggi di AS yang berpotensi memengaruhi pasar saham domestik.
"Serta suku bunga tinggi di Amerika Serikat menjadi faktor eksternal yang terus membayangi kinerja pasar," katanya.
Meskipun IHSG masih dibayangi tantangan eksternal, Hendra melihat musim dividen tahun ini diharapkan bukan sekadar menjadi pelipur lara di tengah tekanan, tetapi juga menjadi momentum pemulihan IHSG yang lebih berkelanjutan.
Menurutnya, rotasi sektor akan menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan investor setelah musim dividen berakhir. Beberapa sektor yang diperkirakan akan mencatatkan penguatan antara lain sektor energi, yang sudah mencatat penguatan 1,30 persen pada perdagangan 28 April 2025 sehingga diperkirakan tetap menjadi sektor primadona seiring stabilnya harga minyak dan gas.
“Sektor perbankan besar berpotensi kembali menjadi motor penggerak utama, didukung stabilisasi pasar keuangan domestik. Sementara itu, sektor konsumer primer dan kesehatan, yang cenderung defensif terhadap ketidakpastian global, diprediksi menjadi tujuan utama akumulasi selanjutnya," terangnya.
Tidak ketinggalan, sektor konstruksi dan infrastruktur mulai mendapat perhatian lebih, seiring ekspektasi stimulus besar dari pemerintahan baru yang ingin mempercepat pembangunan nasional.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.