KABARBURSA.COM - Pada Selasa, 29 April 2025, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) resmi membayarkan dividen final sebesar Rp70 per saham kepada para pemegang sahamnya. Pembayaran ini merupakan bagian dari total dividen tahun buku 2024 sebesar Rp140 per saham, dengan dividen interim sebesar Rp70 per saham yang telah dibayarkan pada 29 Oktober 2024.
Namun, meskipun dividen telah cair, harga saham JPFA justru mengalami penurunan. Pada perdagangan hari ini, saham JPFA ditutup melemah sebesar 1,59 persen ke level Rp1.855 per saham. Penurunan ini terjadi setelah sebelumnya saham JPFA sempat menguat 5,90 persen ke level Rp1.885 pada 28 April 2025.
Mengapa Harga Saham Turun Setelah Pembayaran Dividen?
Penurunan harga saham setelah pembayaran dividen merupakan fenomena yang umum terjadi di pasar saham, dikenal sebagai "dividend adjustment". Hal ini terjadi karena setelah tanggal ex-dividen, harga saham biasanya akan turun sebesar nilai dividen yang dibayarkan, mencerminkan bahwa pembeli baru tidak lagi berhak atas dividen tersebut.
Mengutip data Stockbit, saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) hingga pukul 11.00 WIB melemah sebesar 1,59 persen ke posisi Rp1.855 per saham, turun 30 poin dibandingkan penutupan sebelumnya. Penurunan ini terjadi di tengah momen penting bagi para pemegang saham, yakni pembayaran dividen tunai sebesar Rp70 per saham untuk tahun buku 2024.
Saham JPFA dibuka menguat di posisi Rp1.900 sebelum sempat menyentuh level tertinggi harian di Rp1.905. Namun seiring sesi berjalan, tekanan jual mulai meningkat, mendorong harga turun ke level terendah di Rp1.850 sebelum akhirnya ditutup di Rp1.855.
Data teknikal menunjukkan bahwa tekanan profit taking dan efek penyesuaian dividen berkontribusi terhadap pelemahan harga ini, sebuah fenomena yang memang kerap terjadi pasca pembagian dividen atau dikenal dengan istilah dividend adjustment.
Melihat lebih dalam, JPFA saat ini memiliki kapitalisasi pasar sekitar Rp21,75 triliun, sebuah angka yang menunjukkan kekuatan perusahaan di sektor agribisnis nasional. Rasio price to earnings (P/E ratio) JPFA tercatat di 7,14, mengindikasikan bahwa valuasi saham ini relatif murah dibandingkan banyak emiten lain di sektor konsumer berbasis agrikultur. Selain itu, dividend yield JPFA kini berada di level 7,55 persen, jauh lebih menarik dibandingkan banyak alternatif investasi lain di pasar modal maupun instrumen fixed income.
Dalam konteks pergerakan jangka menengah, saham JPFA saat ini masih berada dalam rentang konsolidasi sehat antara level support di sekitar Rp1.800 dan resistance kuat di kisaran Rp2.000. Bila dibandingkan dengan posisi tertinggi dalam 52 minggu terakhir yang mencapai Rp2.230, harga saat ini memang masih jauh di bawah puncaknya. Namun, jika dilihat dari posisi terendahnya yang berada di Rp1.080, jelas bahwa JPFA telah mengalami recovery yang cukup solid.
Penurunan harga hari ini seharusnya tidak ditafsirkan secara negatif secara mutlak, mengingat sifat teknikal dari koreksi ini yang sebagian besar disebabkan oleh faktor pembayaran dividen. Sebaliknya, bagi sebagian investor yang percaya pada fundamental jangka panjang JPFA, momentum ini justru bisa dipandang sebagai peluang untuk melakukan akumulasi di harga lebih murah, terlebih dengan yield dividen yang cukup menggiurkan.
Secara keseluruhan, dengan posisi fundamental yang tetap kuat, valuasi yang menarik, serta potensi perbaikan kinerja di tahun 2025 seiring pemulihan sektor agribisnis dan harga pakan ternak yang mulai stabil, JPFA tetap menjadi salah satu pilihan saham sektor konsumer berbasis agrikultur yang layak dipertimbangkan.
Investor hanya perlu cermat dalam menentukan strategi masuk, mempertimbangkan volatilitas jangka pendek, dan tetap memperhatikan perkembangan makroekonomi yang bisa mempengaruhi pergerakan harga lebih lanjut.
Kinerja Keuangan JPFA Tahun 2024
PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) kembali menunjukkan performa keuangan yang impresif di tengah dinamika pasar agribisnis. Dengan mencatatkan pendapatan sebesar Rp14,52 triliun, perusahaan berhasil membukukan pertumbuhan revenue sebesar 8,30 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan ini mencerminkan ketangguhan JPFA dalam menjaga pangsa pasar sekaligus mengelola rantai produksinya secara efektif, di saat sektor agrikultur global mengalami fluktuasi.
Dari sisi pengeluaran, operating expense JPFA tercatat sebesar Rp1,82 triliun, mengalami lonjakan 37,60 persen. Meski beban operasional meningkat, pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi mampu menjaga margin laba tetap positif. Bukti nyatanya, JPFA mencatatkan net income sebesar Rp922,98 miliar, melonjak drastis hingga 12.336 persen, sebuah pertumbuhan yang sangat mencolok dan menandakan keberhasilan dalam efisiensi operasional maupun perbaikan strategi harga jual produk.
Margin keuntungan bersih atau net profit margin JPFA pun mengalami peningkatan luar biasa. Margin laba bersih mencapai 6,36 persen, tumbuh 10.700 persen, mengindikasikan perusahaan mampu menjaga profitabilitas meskipun biaya input dan volatilitas harga bahan baku menjadi tantangan tersendiri. Sementara itu, EBITDA perusahaan tercatat sebesar Rp1,74 triliun, meningkat sebesar 269,29 persen, memperkuat struktur keuangan dan menambah fleksibilitas dalam ekspansi usaha ke depan.
Pada aspek perpajakan, effective tax rate JPFA berada di kisaran 20,47 persen, angka yang relatif wajar untuk sektor industrinya. Namun dari sisi likuiditas, ada penurunan dalam kas dan setara kas jangka pendek sebesar 9,90 persen menjadi Rp1,36 triliun. Penurunan ini tampaknya dipicu oleh aktivitas investasi dan pembayaran dividen yang cukup agresif dalam periode tersebut.
Total aset perusahaan tercatat sebesar Rp34,67 triliun, naik 1,63 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan aset ini disertai dengan penurunan total liabilities sebesar 9,27 persen menjadi Rp18,09 triliun. Hal ini memperbaiki struktur permodalan JPFA, yang kini memiliki total ekuitas sebesar Rp16,57 triliun. Rasio price to book value (PBV) berada di angka 1,42, sebuah valuasi yang masih menarik untuk sektor konsumer berbasis agribisnis.
Dari sisi profitabilitas, return on assets (ROA) JPFA berada di 10,42 persen, dan return on capital (ROC) di 13,09 persen, memperlihatkan efisiensi tinggi dalam mengelola aset dan modal untuk menghasilkan laba.
Di sektor keuangan, arus kas operasional JPFA melonjak 196,66 persen menjadi Rp3,17 triliun, menunjukkan kekuatan fundamental dalam menghasilkan kas dari kegiatan bisnis utama.
Meski demikian, arus kas dari aktivitas investasi menunjukkan arus keluar sebesar Rp580,24 miliar, sementara arus kas dari pembiayaan tercatat negatif Rp2,68 triliun, terkait dengan pembayaran utang dan distribusi dividen.
Net change in cash mengalami sedikit pelemahan dengan defisit Rp9,32 miliar, namun free cash flow tetap mencatatkan angka positif kuat di Rp2,30 triliun, meningkat 255,58 persen. Hal ini membuktikan bahwa setelah membiayai belanja modal, JPFA tetap memiliki ruang kas yang besar untuk keperluan ekspansi, pembayaran dividen, atau manuver strategis lainnya.
Secara keseluruhan, kinerja keuangan JPFA tahun ini memperlihatkan konsistensi pertumbuhan yang sehat dan pengelolaan keuangan yang cermat. Dengan kombinasi pertumbuhan pendapatan, peningkatan laba bersih yang sangat tinggi, struktur keuangan yang lebih kuat, serta free cash flow yang sehat, JPFA membuktikan diri sebagai salah satu emiten agribisnis yang layak diperhitungkan di tahun 2025.
Hold atau Jual Saham JPFA?
Pergerakan teknikal saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) hingga 29 April 2025 menunjukkan gambaran yang cukup menarik untuk disimak, terutama bagi investor yang mempertimbangkan posisi jangka pendek maupun menengah. Meskipun dari sisi moving average saham ini masih menunjukkan kecenderungan melemah, indikator teknikal lainnya justru memperlihatkan sinyal penguatan yang cukup kuat.
Dari rangkuman indikator teknikal, JPFA mendapatkan status "Sangat Beli". Ini didukung oleh 10 indikator yang merekomendasikan aksi beli dan hanya satu indikator yang bersifat netral, tanpa ada satupun yang menunjukkan sinyal jual.
MACD atau Moving Average Convergence Divergence, yang sering dijadikan indikator utama dalam mendeteksi perubahan tren, saat ini juga menunjukkan sinyal beli dengan nilai positif sebesar 15,296. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan beli lebih dominan ketimbang jual dalam jangka waktu menengah. Sementara itu, ADX (Average Directional Index) berada di level 62,086, angka yang sangat tinggi dan menunjukkan tren yang kuat tengah berlangsung, mendukung potensi kenaikan lebih lanjut.
Indikator-indikator lain seperti Williams %R, Highs/Lows, Ultimate Oscillator, dan Bull/Bear Power semuanya juga menyiratkan bahwa saham JPFA saat ini sedang berada dalam fase penguatan yang solid. Satu-satunya catatan netral berasal dari Commodity Channel Index (CCI) yang berada di level 43,4109, menandakan bahwa meski ada kekuatan naik, pasar tetap perlu waspada terhadap kemungkinan konsolidasi ringan.
Namun dari sisi moving average, situasi terlihat sedikit berbeda. Rangkuman moving average menunjukkan kecenderungan "Jual", dengan 5 sinyal beli dan 7 sinyal jual. Moving Average sederhana 5 hari (MA5) dan 10 hari (MA10) menunjukkan sinyal jual, masing-masing di harga 1.873 dan 1.864. Sebaliknya, moving average jangka lebih panjang seperti MA20 dan MA50 memberikan sinyal beli, mengindikasikan bahwa meskipun tekanan jangka pendek ada, tren jangka menengah tetap mendukung posisi bullish. Sementara itu, MA100 dan MA200 masih berada di area jual, menandakan bahwa untuk benar-benar mengkonfirmasi tren naik jangka panjang, JPFA perlu menembus level resistance-resistance kunci tersebut.
Berdasarkan pivot point klasik, area support utama JPFA berada di kisaran 1.794 hingga 1.839, dengan pivot utama di 1.867. Jika harga mampu bertahan di atas pivot point ini dan menembus resistance pertama di 1.884, peluang penguatan ke level lebih tinggi seperti 1.912 atau bahkan 1.929 akan terbuka. Sebaliknya, jika tekanan jual menguat dan harga turun di bawah support, maka 1.822 menjadi area yang harus diwaspadai.
Secara keseluruhan, kombinasi data teknikal JPFA menunjukkan bahwa saham ini tengah berada dalam fase konstruktif. Sinyal beli dari indikator momentum mendukung potensi lanjutan tren naik, meskipun tekanan dari moving average jangka pendek perlu diperhatikan sebagai risiko volatilitas.
Bagi investor, ini menjadi momentum krusial untuk memantau apakah saham mampu bertahan di atas pivot utama dan melanjutkan rally, atau justru mengalami konsolidasi sebelum kembali melanjutkan tren naik yang lebih kuat.
Dengan fundamental perusahaan yang solid dan dukungan teknikal yang mulai terbentuk, JPFA tetap menjadi salah satu pilihan menarik untuk diamati lebih dekat dalam beberapa pekan ke depan.
Keputusan untuk mempertahankan (hold) atau menjual saham JPFA tergantung pada tujuan investasi dan profil risiko masing-masing investor. Berikut beberapa pertimbangan:
Investor Jangka Panjang: Dengan fundamental perusahaan yang kuat dan prospek pertumbuhan yang positif, mempertahankan saham JPFA dapat menjadi pilihan yang bijak.
Investor Jangka Pendek: Jika tujuan investasi adalah untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi harga jangka pendek, maka perlu mempertimbangkan kondisi pasar saat ini dan potensi pergerakan harga saham dalam waktu dekat.
Meskipun harga saham JPFA mengalami penurunan setelah pembayaran dividen, hal ini merupakan penyesuaian yang wajar di pasar saham. Dengan kinerja keuangan yang solid dan prospek bisnis yang positif, JPFA tetap menjadi saham yang menarik untuk dipertimbangkan, terutama bagi investor jangka panjang.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.