Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Wall Street Ngebut Lagi Setelah Drama Tarif Trump

Sempat nyungsep gegara drama tarif Trump, Wall Street akhirnya tancap gas. S&P 500, Nasdaq, dan Dow Jones kompak rebound, didorong laporan laba positif dan sinyal meredanya kepanikan di pasar.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 23 April 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Moh. Alpin Pulungan
Wall Street Ngebut Lagi Setelah Drama Tarif Trump Aktifitas Pengunjung depan Papan Pantau Saham di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (21/4/2025). Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

KABARBURSA.COM – Setelah sempat loyo karena ketar-ketir sama perang dagang Donald Trump dan serangannya ke bos The Fed, Wall Street akhirnya melonjak lagi. Selasa waktu setempat atau Rabu, 23 April 2025, ini hari WIB, Wall Street rebound dengan rally yang cukup merata di hampir semua sektor.

Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, Indeks S&P 500 naik 2,5 persen, sementara Dow Jones Industrial Average melonjak seribu poin lebih atau 2,7 persen. Nasdaq juga nggak mau ketinggalan: terbang 2,7 persen. Tiga indeks utama ini bahkan sukses menutup kerugian besar yang sempat terjadi di awal pekan.

Pasar juga sedikit lebih tenang. Dolar AS yang kemarin sempat anjlok kini stabil lagi, nggak banyak berubah terhadap euro dan mata uang lainnya. Imbal hasil obligasi jangka panjang juga mulai adem. Padahal beberapa hari sebelumnya, volatilitas di pasar obligasi dan mata uang bikin investor keder—takut reputasi aset AS sebagai yang paling aman di dunia mulai luntur karena kebijakan Trump.

Sejauh ini, satu-satunya ramalan yang disepakati para analis di Wall Street adalah: pasar bakal terus gonjang-ganjing, tergantung seberapa cepat Trump bisa bikin kesepakatan dagang dan turunkan tarif. Kalau kesepakatannya molor, banyak yang khawatir ekonomi AS bakal meluncur ke jurang resesi.

Sebagai catatan, Dana Moneter Internasional (IMF) baru aja menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini jadi 2,8 persen—turun dari 3,3 persen. Tapi di tengah kabar buruk itu, Wakil Presiden AS JD Vance menyampaikan bahwa dirinya sudah “saling sapa” dengan Perdana Menteri India Narendra Modi dalam perundingan dagang pada Senin.

Di sisi lain, laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan besar AS juga jadi angin segar buat pasar. Misalnya Equifax, perusahaan pelaporan kredit itu naik hampir 14 persen setelah membukukan laba kuartal pertama 2025 yang lebih tinggi dari ekspektasi analis. Mereka juga mengumumkan akan bagi dividen lebih besar dan buyback saham sampai USD3 miliar (setara Rp50,1 triliun dengan kurs Rp16.700) selama empat tahun ke depan.

3M, produsen lakban dan gantungan tempel Command, melonjak 8,1 persen karena margin laba mereka ternyata lebih oke dari perkiraan. Mereka tetap mempertahankan proyeksi laba tahun penuh meski mengakui tarif baru dari Trump bisa menggerus pendapatan per saham mereka sampai 40 sen.

PulteGroup, perusahaan pengembang perumahan, juga ikut naik 8,4 persen. Sama kayak lainnya, laba kuartal pertama mereka lebih kuat dari prediksi pasar. Mereka mendapat angin dari penurunan yield obligasi di awal tahun yang bikin bunga KPR lebih rendah. Tapi CEO-nya, Ryan Marshall, bilang pembeli rumah sekarang lagi galau: pengin punya rumah, tapi harga jual dan cicilan bulanan masih mencekik.

Sementara itu, saham Tesla naik 4,6 persen menjelang laporan keuangannya keluar setelah pasar tutup. Tapi sepanjang 2025 ini, saham Tesla masih amblas sekitar 41 persen. Sebelumnya mereka udah lapor kalau penjualan mobil listrik kuartal pertama turun 13 persen dibanding tahun lalu. Penurunan ini diperparah dengan aksi vandalisme, demo, dan seruan boikot karena protes terhadap langkah penghematan yang dipaksakan Elon Musk demi proyek pemerintah AS.

Tarif Trump Bikin Saham Naik-Turun, Siapa Untung Siapa Buntung?

Saham-saham AS makin menunjukkan satu hal penting: dalam dunia baru yang dibentuk oleh tarif dagang Donald Trump, akan selalu ada yang untung dan buntung. Di satu sisi, beberapa sektor malah panen cuan karena kebijakan ini. Di sisi lain, ada juga yang terjerembab.

Contohnya First Solar yang terbang 10,5 persen. Lompatan ini terjadi setelah Departemen Perdagangan AS resmi mengetok tarif baru yang lebih berat dari perkiraan terhadap produk-produk surya dari negara-negara Asia Tenggara. Jadi meski dunia ribut soal proteksionisme, sebagian emiten domestik malah makin bersinar.

Sebaliknya, perusahaan kontraktor pertahanan seperti RTX justru kena getahnya. Mereka bilang bahwa tarif impor dari Meksiko, Kanada, dan produk lainnya bisa menggerus laba mereka sampai USD850 juta (sekitar Rp14,1 triliun). Padahal, secara performa kuartalan mereka oke-oke aja. Tapi kabar potensi jebloknya profit bikin saham RTX langsung tumbang 9,8 persen. Catatan: RTX ini bukan ecek-ecek, mereka pembuat mesin pesawat dan perlengkapan militer.

Hal serupa terjadi di Kimberly-Clark, produsen Huggies dan tisu Kleenex. Laba mereka memang di atas ekspektasi analis, tapi sang CEO, Mike Hsu, ngasih warning bahwa biaya global supply chain sekarang lebih mahal dari prediksi awal tahun. Akibatnya, mereka revisi turun proyeksi keuntungan tahun ini. Hasilnya? Sahamnya ikutan turun 1,6 persen.

Meski ada beberapa yang lesu, mayoritas saham di S&P 500 justru tampil prima. Total 99 persen saham di indeks itu mencatat kenaikan hari Selasa lalu. S&P 500 sendiri naik 129,56 poin jadi 5.287,76. Dow Jones juga nambah 1.106 poin ke level 39.186,98. Sementara Nasdaq loncat 429 poin ke 16.300,42.

Di pasar obligasi, yield Treasury 10 tahun juga mulai melandai ke 4,39 persen dari sebelumnya 4,42 persen. Ini jadi sinyal positif, karena sehari sebelumnya sempat ada lonjakan yang bikin investor deg-degan.

Bagaimana dengan pasar luar negeri? Bursa-bursa di Eropa juga ikut menguat, mengikuti jejak Wall Street. Sementara itu, pasar Asia menunjukkan pergerakan yang lebih kalem—campuran antara optimisme dan was-was menanti arah kebijakan Trump selanjutnya.

Intinya, hari itu jadi pengingat bahwa pasar bisa sangat responsif terhadap sinyal kebijakan, terutama yang datang dari Gedung Putih. Buat investor, penting banget buat tetap baca arah angin—karena satu kebijakan tarif bisa bikin satu saham melonjak dan yang lain terjun bebas.(*)