Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Relaksasi TKDN Jadi Sorotan dalam Negosiasi Dagang RI-AS

Terdapat permintaan khusus dari pihak Amerika Serikat terhadap beberapa produk tertentu yang secara alamiah dan model bisnisnya.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 19 April 2025 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Pramirvan Datu
Relaksasi TKDN Jadi Sorotan dalam Negosiasi Dagang RI-AS Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperlihatkan daftar tarif resiprokal.

KABARBURSA.COM – Isu relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi salah satu poin penting dalam negosiasi perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia tengah menyusun strategi baru untuk menjawab tantangan Presiden Prabowo Subianto agar kebijakan TKDN lebih mendukung iklim investasi dan daya saing industri nasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa pemerintah akan melakukan penyesuaian format TKDN, salah satunya dengan mengedepankan pendekatan berbasis insentif, bukan semata kewajiban administratif.

“Terkait dengan TKDN, dalam rapat dengan Bapak Presiden, beliau meminta agar format TKDN diperbaiki menjadi berbasis insentif,” ujar Airlangga dalam konferensi pers daring, Jumat, 18 April 2025.

Ia juga mengungkapkan bahwa terdapat permintaan khusus dari pihak Amerika Serikat terhadap beberapa produk tertentu yang secara alamiah dan model bisnisnya tidak sepenuhnya bisa dikategorikan dalam skema impor-ekspor, seperti layanan pusat data (data center). Pemerintah pun tengah menyusun rekomendasi kebijakan untuk menjawab permintaan tersebut.

“Tentu dari pihak Amerika ada permintaan terhadap produk-produk tertentu yang secara natur ataupun secara bisnis praktis sifatnya bukan impor-ekspor, contohnya seperti data center. Hal ini juga sedang kami perbaiki dan sedang disusun rekomendasinya,” paparnya.

Sementara itu, untuk TKDN yang berada di luar kebijakan Industrial Component Procurement (ICP), Airlangga menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada perubahan kebijakan. Namun, pemerintah sedang menyiapkan pembentukan tim deregulasi guna mempercepat reformasi regulasi yang dianggap menghambat kemudahan berusaha (ease of doing business).

“Kemudian, untuk TKDN yang di luar ICP, sampai sekarang belum ada perubahan. Namun, tantangan dari Bapak Presiden adalah agar kebijakan ini dibuat berbasis pada inovasi dan insentif,” lanjutnya.

Tim deregulasi tersebut akan bertugas menyusun kebijakan yang tidak hanya relevan untuk kerja sama dengan Amerika Serikat, tetapi juga mencakup berbagai skema perjanjian lainnya seperti Indonesia-United States Economic Partnership Agreement (IUSEPA).

“Hal ini nantinya akan dibahas oleh tim deregulasi yang segera akan dibentuk untuk memudahkan daya saing dan juga kemudahan berusaha, serta menyusun regulasi-regulasi yang tidak menjadi hambatan bagi perdagangan. Ini tidak hanya bersifat eksklusif untuk Amerika, tetapi juga mencakup berbagai perjanjian, termasuk dalam IUSEPA,” tutup Airlangga.

Aturan TKDN Perlu Lebih Fleksibel

Sebelumnya, dosen Ekonomi Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyarankan agar pemerintah mulai mempertimbangkan pelonggaran aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) demi mendorong masuknya investasi besar yang berdampak langsung pada ekosistem industri nasional.

“Rendah ketika mereka masuk tetapi ada komitmen untuk meningkatkan dan menggandeng produksi produsen lokal,” ujar Wijayanto dalam diskusi yang bertajuk Trump Trade War: Menyelamatkan Pasar Modal, Menyehatkan Ekonomi Indonesia, Jumat 11 April 2025.

Menurutnya, pendekatan yang lebih fleksibel dalam kebijakan TKDN bisa membuka jalan bagi Indonesia untuk menjadi destinasi relokasi perusahaan teknologi, terutama di tengah dinamika global yang membuat banyak industri besar mempertimbangkan perpindahan basis produksi dari negara lain.

Ia menyinggung kasus Samsung sebagai contoh nyata. Perusahaan raksasa asal Korea Selatan itu memilih Vietnam sebagai lokasi ekspansi industri ketimbang Indonesia. Kesalahan kebijakan di masa lalu terkait TKDN disebutnya sebagai salah satu penyebab utama kegagalan tersebut.

“Sekarang Vietnam miliki, kita tidak karena kesalahan masa lalu terkait TKDN,” tutur dia.

Wijayanto menilai, jika saat itu Indonesia berhasil menjadi basis produksi Samsung, dampaknya terhadap ekonomi nasional akan sangat signifikan. Pasalnya, kehadiran perusahaan sekelas Samsung bukan hanya membawa investasi langsung, tapi juga menumbuhkan ekosistem industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di dalam negeri.

Berangkat dari pengalaman itu, Wijayanto menegaskan pentingnya membicarakan ulang soal TKDN dalam konteks ekonomi saat ini. Terlebih, saat ada peluang baru dari perusahaan-perusahaan teknologi asal Amerika Serikat yang mulai melirik opsi relokasi dari Vietnam.

“Ada harapan Indonesia menjadi negara pilihan jika aturan TKDN dibuat fleksibel,” tandasnya.

Mematikan Industri Dalam Negeri

Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) mengkritisi rencana pemerintah untuk merelaksasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), khususnya pada produk besi, baja, dan pipa untuk sektor infrastruktur. Kebijakan ini dinilai berisiko menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi produk asing dan mematikan industri dalam negeri.

Isu ini mencuat usai Presiden Prabowo Subianto memerintahkan agar regulasi TKDN dibuat lebih fleksibel dan realistis. Langkah tersebut diklaim untuk menjaga daya saing industri nasional di tengah tekanan global, termasuk dari Amerika Serikat (AS).

Diketahui, pelonggaran aturan TKDN diduga menjadi bagian dari respons pemerintah terhadap kebijakan tarif resiprokal dari AS. Negeri Paman Sam sebelumnya mengenakan bea masuk hingga 32 persen untuk produk dari Indonesia dan meminta agar aturan TKDN disesuaikan dalam kerangka negosiasi perdagangan bilateral.

Sekretaris Jenderal Gapensi, La Ode Safiul Akbar, menyampaikan kekhawatirannya jika kebijakan relaksasi TKDN tetap diberlakukan. Ia menilai hal tersebut berpotensi menjadikan Indonesia hanya sebagai negara konsumen dan mengancam kelangsungan industri nasional, khususnya pada sektor besi, baja, dan pipa infrastruktur.

“Ujungnya nanti, jika industri di dalam negeri tidak bergerak karena dihimpit oleh produk impor, sudah dipastikan PHK besar-besaran akan kembali terjadi. Saat ini saja, angka pengangguran kita sudah cukup tinggi. Karena, hampir semua pabrik bisa terkena dampaknya,” tutur La Ode dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 15 April 2025.

Lebih lanjut, La Ode berharap TKDN tidak dihapuskan. Menurutnya, kebijakan tersebut penting untuk menjaga daya saing Indonesia di pasar global serta melindungi industri nasional dari gempuran produk asing.

“Akibatnya, kita hanya akan menjadi negara konsumen dan semakin bergantung pada barang-barang impor. Padahal, jika kita menggunakan produk dalam negeri, kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, karena industri di dalam negeri bergerak. Keberadaan TKDN itu sudah seharusnya ada untuk melindungi industri di dalam negeri,” ucapnya.

La Ode menilai pemerintah seharusnya menunjukkan komitmen terhadap penguatan TKDN sebagai bagian dari upaya mendorong kemandirian industri nasional. Ia menyarankan agar pemerintah memberikan insentif bagi pelaku industri lokal, mempermudah akses pembiayaan dan teknologi, serta mengawasi pelaksanaan TKDN secara tegas dan transparan.

“Dengan komitmen kuat dari pemerintah dalam mengawal produk TKDN, dapat membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya dan mendorong pertumbuhan ekonomi 8 persen,” pungkas La Ode.

Saat ini, pemerintah menetapkan batas minimal TKDN sebesar 25 persen dengan syarat Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal 40 persen. Kebijakan ini merupakan bagian dari program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang bertujuan mendorong industri lokal.

Di sisi lain, Presiden Prabowo meminta agar kebijakan TKDN tidak dibebankan secara kaku kepada pelaku industri, melainkan disesuaikan dengan kapasitas nasional.

“Tolong diubah itu, TKDN dibikin yang realistis saja. Masalah kemampuan dalam negeri, konten dalam negeri itu adalah masalah luas, itu masalah pendidikan, iptek, sains. Jadi itu masalah, nggak bisa kita dengan cara bikin regulasi TKDN naik,” tegas Presiden.(*)