KABARBURSA.COM - PT ESSA Industries Indonesia Tbk (ESSA) kembali memanjakan pemegang sahamnya dengan pengumuman pembagian dividen untuk tahun keempat secara berturut-turut. Tak tanggung-tanggung, kali ini nilainya melonjak dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, menandai babak baru perusahaan pascapenyelesaian seluruh kewajiban utangnya.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar hari ini, Rabu, 16 April 2025, ESSA resmi menetapkan dividen sebesar Rp10 per saham dengan total nilai Rp172,26 miliar. Angka ini mencerminkan kekuatan fundamental dan likuiditas perusahaan, ditopang oleh posisi kas solid sebesar USD 63 juta.
“Pembagian dividen ini menegaskan kembali komitmen kami untuk terus memberikan nilai jangka panjang bagi para pemegang saham,” ujar Kanishk Laroya, Presiden Direktur & CEO ESSA.
Ia menyebut, kenaikan margin dan langkah deleveraging agresif menjadi kunci utama yang memungkinkan lonjakan imbal hasil bagi investor.
Namun, cerita ESSA tak berhenti pada pembagian dividen. Perusahaan ini juga menyalakan lampu hijau menuju transisi energi bersih.
Salah satu inisiatif terobosannya adalah transformasi pabrik amoniak menjadi fasilitas rendah karbon, dengan ambisi menyerap sekitar 1 juta ton CO₂ per tahun mulai kuartal IV 2028.
Tak hanya itu, ESSA juga resmi mengumumkan proyek besar di sektor aviasi hijau melalui anak usaha barunya, PT ESSA SAF Makmur (ESM). Proyek ini akan membangun fasilitas manufaktur greenfield berteknologi tinggi di Jawa Tengah, dengan target produksi ±200.000 metrik ton Sustainable Aviation Fuel (SAF) per tahun dan mulai beroperasi secara komersial pada kuartal I 2028.
Langkah strategis ini menegaskan arah baru ESSA: dari perusahaan energi konvensional menuju pemain utama dalam ekosistem energi berkelanjutan Indonesia.
Tertahan Harga, tapi Margin Tangguh
Sebelumnya, ESSA mencatat pendapatan sepanjang tahun 2024 sebesar USD301 juta, turun 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD345 juta. Penurunan ini terutama disebabkan harga amoniak yang turun 15 persen year on year (yoy), rata-rata di angka USD350 per metrik ton (MT).
Namun demikian, efisiensi operasional berhasil menyelamatkan margin: EBITDA justru naik 4 persen menjadi USD129 juta, dan laba bersih melonjak 31 persen menjadi USD45 juta.
“Kami berhasil mempertahankan profitabilitas meskipun harga amoniak dan LPG cenderung melemah sepanjang 2024,” ujar Laroya.
Secara kuartalan, pendapatan dan EBITDA tetap relatif stabil, dengan sedikit peningkatan di kuartal keempat seiring perbaikan bertahap harga amoniak. Harga LPG sendiri cenderung stabil, dipengaruhi oleh keputusan OPEC+ untuk memperpanjang pemangkasan produksi minyak secara sukarela.
ESSA juga menorehkan prestasi dalam aspek keselamatan dan keandalan operasi. Pabrik amoniak mencatat 8,4 juta jam kerja tanpa Loss Time Injury (LTI), sementara kilang LPG menorehkan 6,1 juta jam kerja tanpa LTI, setara lebih dari lima tahun beroperasi tanpa gangguan besar.
Selain itu, pabrik amoniak berhasil menyelesaikan perawatan selama hampir dua minggu di kuartal kedua 2024, dan kini beroperasi dengan stabil dan efisien.
Tak berhenti di dividen dan kinerja finansial, ESSA juga mempertegas arah masa depan yang berkelanjutan. Perusahaan tengah mempersiapkan transformasi besar pabrik amoniaknya menjadi fasilitas rendah karbon, dengan target menyerap 1 juta ton CO₂ per tahun mulai kuartal IV 2028.
Tak kalah ambisius, ESSA juga meluncurkan proyek Sustainable Aviation Fuel (SAF) lewat anak usaha barunya, PT ESSA SAF Makmur (ESM). Fasilitas greenfield berteknologi tinggi akan dibangun di Jawa Tengah, dengan target kapasitas produksi ±200.000 metrik ton SAF per tahun, dan mulai operasi komersial pada kuartal I 2028.
“Kami tak hanya bicara tentang hasil jangka pendek, tapi juga pertumbuhan berkelanjutan di era transisi energi,” tegas Laroya.
Gas Hijau Jadi Target Baru
Tak berhenti di dividen dan kinerja finansial, ESSA juga mempertegas arah masa depan yang berkelanjutan. Perusahaan tengah mempersiapkan transformasi besar pabrik amoniaknya menjadi fasilitas rendah karbon, dengan target menyerap 1 juta ton CO₂ per tahun mulai kuartal IV 2028.
Langkah strategis ini dikawal lewat pendirian dua entitas baru. Didirikan pada 27 Juni 2024, PT ESSA Sustainable Indonesia (ESI) berfungsi sebagai kendaraan konsultatif dan koordinatif dalam lini bisnis berkelanjutan ESSA. Perusahaan ini bermarkas di Jakarta Selatan, dengan modal disetor Rp10,001 miliar.
ESSA memiliki kepemilikan langsung sebesar 99,9 persen, dan sisanya dimiliki secara tidak langsung melalui PT ESSA Chemicals Indonesia.
Berikutnya, berdiri pada 8 Agustus 2024 sebagai anak usaha dari ESI, PT ESSA SAF Makmur (ESM) akan fokus pada industri kimia dasar organik berbasis hasil pertanian, dengan prioritas pada produksi Sustainable Aviation Fuel (SAF). Berlokasi di Jakarta Selatan dan memiliki modal disetor sebesar Rp10,001 miliar, ESSA menguasai 62 persen saham ESM secara tidak langsung.
"Pendirian ESI dan ESM menjadi fondasi konkret transisi energi kami. SAF adalah masa depan, dan kami ingin berada di garis depan,” kata Laroya.
Proyek SAF ini akan beroperasi melalui fasilitas greenfield berteknologi tinggi di Jawa Tengah, dengan kapasitas produksi ±200.000 metrik ton per tahun, dan dijadwalkan komersialisasi pada kuartal I 2028. ESSA menargetkan bahan baku berasal dari limbah pertanian, menjadikannya solusi yang tidak hanya rendah karbon, tetapi juga berbasis sirkular ekonomi.
Meski dua pendirian entitas ini belum berdampak langsung pada operasional atau kondisi keuangan ESSA saat ini, keduanya menjadi pilar penting dalam ekspansi vertikal dan diversifikasi hijau ke depan. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.