Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Valuasi Murah, Potensi Besar: Saatnya Melirik OMED?

OMED mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 8,2 persen secara tahunan (YoY), menembus angka Rp1,8 triliun.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 16 April 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
Valuasi Murah, Potensi Besar: Saatnya Melirik OMED? Infografis sektor kesehatan di Indonesia. (Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com)

KABARBURSA.COM - Jayamas Medica Industri Tbk atau OMED, salah satu pemain utama dalam industri alat kesehatan di Indonesia, menunjukkan performa yang solid sepanjang tahun fiskal 2024 (FY24). OMED berhasil membuktikan tangguh menghadapi tantangan eksternal seperti efisiensi anggaran pemerintah dan ketegangan tarif perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat. 

Dalam pertemuan analis terbaru, manajemen OMED menyampaikan perkembangan penting yang memperkuat posisi perusahaan sebagai emiten sektor defensif yang resilien dan berdaya saing tinggi.

OMED mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 8,2 persen secara tahunan (YoY), menembus angka Rp1,8 triliun. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh kontribusi dari segmen produk medis sekali pakai yang mencapai Rp920 miliar atau naik 5,29 persen YoY. 

Segmen perawatan luka juga mencatatkan lonjakan signifikan sebesar 19,48 persen YoY menjadi Rp287 miliar, diikuti oleh segmen diagnostik dan peralatan medis yang tumbuh 15,74 persen YoY menjadi Rp256 miliar. Sektor antiseptik dan dialisis turut menyumbang Rp206 miliar atau naik 12,75 persen YoY. 

Meskipun demikian, terdapat kontraksi pada segmen bioteknologi dan laboratorium yang turun 13,44 persen YoY menjadi Rp90 miliar. Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi dan strategi baru untuk lini ini.

Dari sisi margin, OMED berhasil mencatatkan pertumbuhan laba kotor sebesar 13 persen YoY menjadi Rp624 miliar. Hal ini cukup mengesankan mengingat 20-30 persen dari biaya pokok penjualan (COGS) perusahaan—senilai USD 15,1 hingga 22,7 juta—terpapar tarif dagang Indonesia-AS, dengan asumsi kurs Rp16.678 per USD. 

Namun, strategi harga dan fokus utama pada pasar domestik terbukti mampu meredam tekanan tersebut.

Ezaridho Ibnutama, analis NH Korindo Sekuritas Indonesia melihat kontribusi pendapatan masih didominasi oleh produk medis sekali pakai dengan porsi sebesar 48,8 persen dari total penjualan. Segmen perawatan luka menyumbang 15,2 persen, diikuti diagnostik dan peralatan (13,6 persen).

Sementara, antiseptik dan dialisis menyumbang 11 persen, bioteknologi dan laboratorium (4,8 persen), alat bantu jalan dan rehabilitasi (4,5 persen), furnitur rumah sakit (2,2 persen), dan lainnya (0,1 persen).

Diversifikasi produk menjadi agenda strategis OMED dalam menjaga momentum pertumbuhan. Di kuartal keempat 2024, perusahaan meluncurkan produk perawatan luka Isopore hasil kerja sama dengan mitra Jepang, yang diperkirakan menambah pendapatan sebesar Rp6 miliar.

Infografis OMED dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com
Tidak berhenti di situ, dua kolaborasi baru—produk urologi (direncanakan rilis pada kuartal ketiga 2025) dan disinfektan (kuartal kedua 2025)—diproyeksikan akan menyumbang potensi pendapatan sebesar Rp25 miliar.

Dari sisi ekspansi operasional, OMED telah menyelesaikan pembangunan fasilitas produksi di Mojoagung dan Batang, dengan total investasi sebesar Rp425 miliar. Fasilitas ini kini telah beroperasi penuh, sementara unit Krian yang lebih terotomatisasi membantu mengimbangi biaya tenaga kerja. 

Untuk tahun fiskal 2025, belanja modal (capex) ditetapkan pada angka yang relatif kecil, yakni Rp32 miliar, yang difokuskan pada digitalisasi pemasaran dan optimalisasi fasilitas yang ada.

Kekuatan Utama OMED

Strategi diversifikasi pendapatan juga menjadi kekuatan utama OMED. Sekitar 32,5 persen pendapatan berasal dari kontrak langsung dengan rumah sakit pemerintah, 31 persen dari rumah sakit swasta seperti Hermina dan Primaya, serta 27 persen melalui distributor. Penjualan domestik masih menjadi tulang punggung dengan kontribusi sebesar 85,3 persen, sementara pasar ASEAN menyumbang 12,4 persen.

Dari sisi valuasi, OMED saat ini diperdagangkan dengan price-to-earnings ratio (P/E) sebesar 13,12x, lebih rendah dari rata-rata historis 5 tahun (17,99x) maupun -2 standar deviasi dari rata-rata (13,87x). 

Jika dibandingkan dengan perusahaan sejenis seperti Itama Ranoraya (IRRA) dengan P/E 11,84x, Sarana Meditama Metropolitan (SAME) di 417x, Diagnos Laboratorium (DGNS) di 230x, dan Medikaloka Hermina (HEAL) di 29,67x, valuasi OMED tergolong sangat menarik. Rata-rata P/E sektor ini sendiri berada di kisaran 172x, menjadikan OMED sebagai salah satu opsi undervalued yang potensial.

OMED menargetkan pertumbuhan pendapatan sebesar 15 persen di FY25. Dengan mayoritas pendapatan bersumber dari rumah sakit yang mengelola anggarannya secara mandiri, perusahaan dinilai memiliki ketahanan terhadap risiko efisiensi anggaran pemerintah pusat. Apalagi, anggaran kesehatan nasional diproyeksikan mencapai Rp200 triliun pada 2026, yang semakin memperkuat prospek industri ini.

Terlepas dari paparan tarif dagang pada sebagian biaya produksinya (USD 17,9–26,8 juta), strategi harga yang efektif, fokus pasar domestik, serta pendekatan langsung ke rumah sakit menjadikan OMED sebagai emiten yang layak dipertimbangkan, terutama di tengah situasi makro yang penuh ketidakpastian.

Rekomendasi: Sell

Infografis analisis teknikal OMED. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com
Untuk Rabu, 16 April 2025, saham PT Jayamas Medica Industri Tbk (OMED) tengah menunjukkan sinyal teknikal yang cenderung negatif, mencerminkan sentimen pasar yang berhati-hati terhadap pergerakan jangka pendek emiten alat kesehatan ini. 

Dengan harga terakhir tercatat di level Rp155 per saham, OMED mengalami koreksi ringan sebesar 0,64 persen, yang menambah tekanan teknikal terhadap prospek jangka pendeknya.

Secara keseluruhan, indikator teknikal menampilkan sinyal "Jual", dengan mayoritas indikator memberikan peringatan untuk berhati-hati. Relative Strength Index (RSI) berada di angka 48,94, menunjukkan area netral namun mendekati zona jenuh jual. 

Sementara itu, indikator Stochastic (9,6) juga berada di posisi netral dengan nilai 46,94, namun Stochastic RSI sudah berada di titik 0, yang berarti saham ini berada dalam kondisi oversold atau jual berlebih—menandakan potensi teknikal untuk rebound jika dikonfirmasi oleh volume atau sinyal lainnya.

Meski begitu, beberapa indikator lainnya seperti MACD (12,26) justru memberikan sinyal beli, dengan garis MACD masih positif di angka 0,64. Namun dominasi sinyal jual dari indikator lainnya seperti ADX (26,62), Williams %R (-80), CCI (-108,89), hingga indikator Highs/Lows dan Bull/Bear Power memperlihatkan tren negatif yang belum menemukan titik balik. 

ATR (Average True Range) di level 1,5 juga menandakan bahwa volatilitas pergerakan harga saham OMED relatif rendah, mengindikasikan pasar masih menanti katalis yang lebih kuat untuk menggerakkan harga secara signifikan.

Dari sisi Moving Average (MA), tekanan jual juga semakin terlihat jelas. Dari total 12 indikator MA yang digunakan, hanya satu yang menyarankan beli—yakni MA50 sederhana, yang menunjukkan bahwa harga saat ini masih berada di atas rerata pergerakan 50 hari. 

Sisanya memberikan sinyal jual, termasuk MA200 yang mencerminkan tren jangka panjang, mengindikasikan bahwa OMED masih dalam fase pelemahan dari perspektif tren mayor.

Pivot point klasik menunjukkan level support terdekat berada di kisaran Rp154,66 dan resistance di area Rp156,66 hingga Rp157,66. Ini menandakan ruang gerak harga cukup sempit dalam jangka pendek, dan harga perlu menembus level pivot Rp156,33 untuk membuka peluang penguatan lebih lanjut.

Kesimpulannya, saham OMED secara teknikal masih menghadapi tekanan dengan mayoritas sinyal menyarankan aksi jual. Meskipun terdapat beberapa tanda awal potensi pemulihan dari indikator seperti MACD dan Ultimate Oscillator, tren keseluruhan masih cenderung lemah. 

Investor jangka pendek disarankan menunggu konfirmasi pembalikan arah atau sinyal penguatan yang lebih kuat sebelum masuk, sementara investor jangka panjang yang percaya pada fundamental perusahaan bisa menjadikan tekanan harga ini sebagai peluang akumulasi dengan strategi bertahap dan disiplin risiko.(*)