KABARBURSA.COM – Cadangan devisa Indonesia mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada akhir Maret 2025, menembus angka USD157,1 miliar.
Posisi ini meningkat dari USD154,5 miliar pada Februari 2025 dan melampaui konsensus pasar sebesar USD155 miliar serta estimasi internal SSI Research di USD154 miliar.
Kenaikan cadangan devisa ini ditopang oleh masuknya devisa dari penerimaan pajak, pendapatan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. Peningkatan tersebut memberikan bantalan yang kuat di tengah fluktuasi pasar keuangan global dan ketidakpastian arah kebijakan suku bunga global.
Menurut catatan SSI Research, dengan level tersebut, cadangan devisa Indonesia kini setara dengan lebih dari 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka ini jauh di atas standar kecukupan internasional.
“Pencapaian ini mencerminkan kelihaian kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar tanpa mengorbankan kecukupan likuiditas untuk menghadapi guncangan eksternal,” kata Ekonom SSI Research, Fithra Faisal Hastiadi, dalam laporan analisisnya tertulis pada Rabu, 16 April 2025.
Menurut dia , meski cadangan devisa dalam posisi kuat, nilai tukar rupiah masih berada dalam tekanan, bergerak di kisaran Rp16.800 hingga Rp17.000 per dolar AS.
Dalam skenario intervensi, SSI Research menyarankan Bank Indonesia dapat melakukan injeksi cadangan devisa secara terukur untuk menstabilkan nilai tukar pada level target Rp16.400.
Dengan demikian, untuk mencapai penguatan sebesar 400 poin, dibutuhkan intervensi sekitar USD4 miliar.
Strategi dua tahap disarankan: tahap pertama sebesar USD2 miliar pada April untuk memberikan sinyal kuat kepada pasar, dan tahap kedua pada Mei sebesar USD2 miliar, tergantung perkembangan makro dan aliran modal.
Meski demikian, Fithra juga memperingatkan risiko ke depan. “Jika tekanan global berlanjut dan nilai tukar terus melemah, sementara harga komoditas tidak stabil, defisit transaksi berjalan bisa melebar. Dalam skenario itu, akumulasi cadangan dapat melambat akibat intervensi yang lebih agresif,” ucap dia.
Dengan latar belakang kondisi eksternal yang dinamis, posisi cadangan devisa saat ini menjadi modal penting dalam menjaga kepercayaan pasar dan ketahanan ekonomi nasional dari gejolak eksternal.
Analisis Impulse Response Function
Berdasarkan analisis impulse response function (IRF), setiap USD1 miliar injeksi cadangan devisa diperkirakan mampu menguatkan nilai tukar rupiah sekitar 100 poin. Untuk menurunkan kurs ke level target Rp16.400, BI diperkirakan perlu menyuntikkan USD 4 miliar dalam dua tahap. Tahap pertama dijadwalkan pada April melalui injeksi USD2 miliar sebagai sinyal kuat bagi pasar untuk menurunkan ekspektasi depresiatif dan menahan spekulasi.
Tahap kedua pada Mei akan mempertimbangkan perkembangan data ekonomi dan aliran modal. Namun demikian, risiko global tightening yang berkepanjangan, pelemahan lanjutan nilai tukar, dan volatilitas harga komoditas dapat menekan neraca transaksi berjalan Indonesia.
Hal ini bisa mendorong BI untuk melakukan intervensi yang lebih agresif, meskipun dapat memperlambat akumulasi cadangan ke depan.
Jika dibandingkan secara regional, posisi cadangan devisa Indonesia terhadap PDB masih tertinggal, hanya sebelas persen dari PDB, jauh di bawah Hong Kong yang mencapai 103 persen dan Singapura 66 persen.
Ini menunjukkan bahwa meski rekor baru telah dicapai, ruang penguatan masih terbuka lebar. Dari sisi nilai tukar, tren depresiasi rupiah berlanjut. Data kuartalan menunjukkan kurs USD/IDR naik dari Rp15.660 pada kuartal I 2024 menjadi Rp16.777 pada pertengahan kuartal II 2025.
Strategi Pengelolaan Cadangan
Bank Indonesia (BI) terus mendorong transformasi pengelolaan cadangan devisa di tengah meningkatnya ketidakpastian global, ketegangan geopolitik, dan dinamika ekonomi dunia. Gubernur BI Perry Warjiyo, menegaskan bahwa strategi pengelolaan cadangan devisa yang lebih agile dan fleksibel sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
“Transformasi ini berperan penting dalam meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, memastikan kecukupan likuiditas, dan memperkuat daya tahan ekonomi Indonesia terhadap guncangan eksternal,” ujar Perry dalam keterangan resminya, Rabu, 13 Maret 2025.
BI juga memperkuat digitalisasi proses bisnis dalam pemantauan pasar keuangan dan portofolio selama 24 jam, yang dilakukan melalui koordinasi kantor perdagangannya di Jakarta, New York, London, dan Singapura.
Dalam upaya memperkuat pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia kembali meraih penghargaan “Reserve Manager of The Year 2025” dari Central Banking Award, berkat keberhasilannya dalam mengimplementasikan Transformasi Framework Pengelolaan Cadangan Devisa 4.0.
BI dinilai mampu meningkatkan fleksibilitas dan daya tanggap dalam menghadapi perubahan pasar global, memperkuat tata kelola cadangan devisa, serta mendorong strategi investasi berkelanjutan dan ESG (Environmental, Social, and Governance).
“Kami telah mengubah pendekatan pengelolaan cadangan dari sekadar optimalisasi imbal hasil menjadi strategi yang lebih tangkas dalam menghadapi ketidakpastian,” jelas Rahmatullah Sjamsudin, Direktur Eksekutif Pengelolaan Cadangan BI.
Sejak Federal Reserve mulai menaikkan suku bunga pada 2022, BI menerapkan pendekatan baru dengan lebih proaktif dalam penyesuaian alokasi aset strategis (SAA). Ini dilakukan untuk mengurangi risiko nilai tukar dan memastikan cadangan devisa tetap stabil meski terjadi guncangan pasar global.(*)