KABARBURSA.COM - Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mencatatkan penurunan terdalam di antara saham sektor perbankan hari ini, terkoreksi tajam sebesar 7,06 persen ke level Rp4.740 pada pukul 15.48 WIB di perdagangan Senin, 14 April 2025 sore.
BMRI menjadi salah satu penekan utama indeks sektor keuangan dan diduga turut membebani pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Yang membuat situasi ini menarik, dan agak ironis, adalah kenyataan bahwa mayoritas saham perbankan lain justru bergerak naik. Ini menyeret sentimen negatif di tengah laporan kinerja yang sebenarnya tidak terlalu buruk.
Dari saham-saham bank besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), hingga bank kelas menengah seperti PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP), PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA), serta bank digital seperti PT Krom Bank Indonesia Tbk (BBSI), hampir semuanya menghijau.
Berdasar pada laporan laba bersih dua bulan pertama 2025 menunjukkan pertumbuhan positif Bank Mandiri sebesar 6 persen yoy, namun investor tampaknya lebih fokus pada tekanan margin dan potensi pelemahan profitabilitas ke depan.
Dengan penurunan Rp360 dari harga sebelumnya, BMRI menghapus kapitalisasi pasar sekitar Rp26 triliun hanya dalam sehari. Volume perdagangan saham mencapai 400 juta lembar, jauh di atas rata-rata harian 250 juta, menandakan tekanan jual besar-besaran.
Saham sempat dibuka di Rp4.650 dan menyentuh titik terendah harian di level yang sama, hanya 310 poin dari ARB (Auto Rejection Bawah) di Rp4.340. Harga tertingginya pun hanya Rp4.750, nyaris tak beranjak dari posisi penutupan.
Investment Analyst Stockbit, Everson Sugianto, mengatakan bahwa secara fundamental, Bank Mandiri sebenarnya masih mencatatkan pertumbuhan. Laba bersih bank only untuk Februari 2025 tercatat Rp3,6 triliun (naik 7,8 persen year on year/yoy), meski turun 11 persen dibandingkan Januari 2025.
"Secara kumulatif, laba dua bulan pertama 2025 naik menjadi Rp7,6 triliun (6 persen yoy), bahkan melampaui konsensus pasar yang memproyeksikan pertumbuhan laba setahun penuh di kisaran 3,5 persen," ujar Everson dalam laporannya, dikutip Senin, 14 April 2025.
Lebih lanjut, ia menambahkan, sorotan pasar jatuh pada penurunan net interest margin (NIM) yang signifikan, yakni hanya 4,21 persen selama Januari dan Februari 2025, level terendah sejak awal 2022. Penyebab utamanya: pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih banyak didorong oleh deposito berjangka (time deposits), yang notabene lebih mahal dari sisi bunga.
Di sisi lain, Bank Mandiri mencatatkan pertumbuhan kredit bank only 19,1 persen selama Februari 2025, dengan pertumbuhan DPK yang bahkan lebih tinggi di level 17 persen yoy. Hal ini menurunkan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) menjadi 92,5 persen, alias makin longgar dan sesuai target manajemen (90–95 persen).
"Credit Cost (CoC) juga terjaga rapi di level 0,68 persen, turun dari 0,88 persen pada periode sama tahun lalu, menandakan risiko kredit yang lebih terkendali," sambung Everson.
Meski ada kabar baik, investor cenderung bersikap forward-looking. Dengan NIM yang terus menurun dan beban bunga melonjak, kekhawatiran muncul bahwa pertumbuhan laba tak akan bisa berlari kencang tanpa tumpuan margin yang solid.
Sementara itu, mayoritas saham bank lain justru kompak menghijau. Saham BBRI naik 1,10 persen, BBCA menguat 0,91 persen, dan NISP turut naik 0,81 persen. Bahkan emiten-emiten kecil seperti MAYA dan BGTG mencatatkan penguatan lebih dari satu persen.
Dari 25 saham perbankan yang dipantau, sebagian besar justru mencetak kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan yang menimpa BMRI bersifat idiosinkratik,yakni disebabkan oleh faktor internal perusahaan, bukan oleh sentimen negatif terhadap sektor perbankan secara umum.
Menanti Dividen BMRI
Setelah periode cum date pada 11 April 2025, saham BMRI mengalami koreksi signifikan pada hari pertama ex date, yaitu 14 April 2025. Harga saham BMRI turun sebesar 7,06 persen ke level Rp4.740 per saham, dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di Rp5.100 per saham.
Penurunan ini merupakan respons pasar yang umum terjadi setelah ex date, di mana investor baru tidak lagi berhak atas dividen yang telah diumumkan. Dengan dividen per saham sebesar Rp466,18, koreksi harga saham mencerminkan penyesuaian nilai pasar atas dividen yang telah "terlepas" dari harga saham.
Meskipun terjadi koreksi, fundamental BMRI tetap solid dengan kinerja keuangan yang kuat dan komitmen pembagian dividen yang menarik. Investor jangka panjang dapat memanfaatkan koreksi ini sebagai peluang untuk akumulasi saham dengan valuasi yang lebih menarik. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.