Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Maret 2025: IHSG Anjlok 8,04 Persen, Hilang Rp29,92 Triliun

Tekanan di pasar modal semakin terasa usai pembukaan kembali bursa setelah libur Lebaran pada 8 April 2025.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 14 April 2025 | Penulis: Cicilia Ocha | Editor: Pramirvan Datu
Maret 2025: IHSG Anjlok 8,04 Persen, Hilang Rp29,92 Triliun Gedung BEI Jalan Sudirman, Jakarta Selatan. foto: KabarBursa.com/Abbas Sandji

KABARBURSA.COM — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 27 Maret 2025 mengalami penguatan setelah sempat tertekan oleh sentimen negatif terhadap kondisi perekonomian global.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan IHSG mencatatkan penguatan sebesar 3,83 persen secara month-to-date (mtd) ke level 6.510,62. Kendati, IHSG secara year-to-date (ytd) indeks masih melemah sebesar 8,04 persen.

“Nilai kapitalisasi pasar tercatat sebesar 11.126 triliun atau naik 2,27 persen mtd, namun secara ytd turun sebesar 9,80 persen,” ujar Inarno dalam RDK OJK untuk Maret 2025.

Untuk non-residen mencatatkan net sales sebesar Rp8,02 triliun sepanjang Maret dan Rp29,92 triliun secara ytd.

Inarno menjelaskan, tekanan di pasar modal semakin terasa usai pembukaan kembali bursa setelah libur Lebaran pada 8 April 2025, di mana IHSG anjlok 7,9 persen dari point 6.510 ke level 5.996. Karenanya, perdagangan sempat diberhentikan sementara (trading halt) selama 30 menit. 

“Sebagai tambahan informasi sejak pembukaan pasar saham pasca libur lebaran pada tanggal 8 April 2025, IHSG gabungan dtd mengalami penurunan sebesar 7,9 persen dari 6.510 ke level 5.996, dan sempat mengalami halting selama 30 menit pada pukul 9. Dibuka kembali 30 menit, di 9.30,” jelas Inarno.

Kendati demikian, menurut Inarno, tekanan tersebut mulai mereda pada 9 April 2025, dengan IHSG yang mencatatkan penguatan sebesar 0,47 persen ke level 5.967. Tren positif berlanjut pada 10 April 2025, ketika IHSG ditutup menguat sebesar 4,79 persen ke level 6.254, meskipun secara ytd indeks masih mencatat penurunan sebesar 11,67 persen.

Di pasar obligasi, indeks ICBI selama Maret 2025 tercatat melemah 0,17 persen mtd, tetapi menguat 1,75 persen ytd. Sementara itu, sektor pengelolaan investasi juga menunjukkan pertumbuhan dengan nilai aset kelolaan (AUM) mencapai Rp811,97 triliun, naik 0,45 persen dibandingkan bulan sebelumnya, walau turun 3,71 persen sejak awal tahun.

OJK juga mencatat kinerja positif dalam penghimpunan dana di pasar modal. Sampai 27 Maret 2025, nilai penawaran umum mencapai Rp57,68 triliun, termasuk Rp3,24 triliun dari lima emiten baru. Di sisi securities crowdfunding (SCF), sejak diberlakukannya aturan SCF hingga akhir Maret 2025, tercatat 18 penyelenggara berizin dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp1,49 triliun.

Selain itu, di pasar derivatif keuangan, volume transaksi tercatat mencapai 571.610 juta lot dengan nilai akumulasi sebesar Rp710,63 triliun dari awal tahun hingga akhir Maret 2025. 

Bursa Karbon juga terus bertumbuh, dengan total volume perdagangan mencapai 1,59 juta ton CO2 ekuivalen dan akumulasi nilai sebesar Rp77,91 miliar. “Sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 27 Maret 2025 tercatat 111 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar  Rp1.598.693 ton,” jelasnya.

Penetapan Tarif Resiprokal

Ketegangan dagang global memberi tekanan pada pasar modal Indonesia. Langkah Presiden AS Donald Trump menetapkan tarif resiprokal ke Indonesia sebesar 32 persen terbukti berdampak nyata di pasar modal RI, dengan investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp3,8 triliun dalam satu hari perdagangan.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, mengungkapkan sebenarnya, tren penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah terjadi sejak awal tahun yang dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan proteksionisme Amerika Serikat.

“Jadi sebenarnya kalau kita lihat dari awal tahun, tren IHSG atau Indeks Harga Saham Gabungan sudah turun dengan berbagai alasan, termasuk juga tarif yang ditetapkan oleh Donald Trump. Tapi yang ingin saya sampaikan bahwa dari Januari, kalau kita lihat asing sudah keluar cukup signifikan dari pasar modal, hampir Rp30 triliun,” ungkap Iman dalam diskusi yang bertajuk Trump Trade War: Menyelamatkan Pasar Modal, Menyehatkan Ekonomi Indonesia, Jumat 11 April 2025.

Aksi keluar asing itu berdampak pada penurunan sejumlah saham-saham berkapitalisasi besar seperti Mandiri, BRI, BNI, hingga BCA yang mencatat koreksi cukup dalam dibandingkan posisi awal tahun. Namun menariknya, di tengah tekanan itu, likuiditas pasar tetap terjaga.

“Transaksinya justru tidak berubah. Bahkan beberapa hari terakhir, contoh tanggal 8 April, transaksinya bahkan mencapai Rp21 triliun. Bahkan kemarin penutupan di angka 10 itu sudah Rp16 triliun, jadi lebih tinggi daripada rata-rata transaksi kita yang di Rp12,53 triliun,” jelasnya.

Iman pun menceritakan hari ketika Trump resmi mengumumkan tarif global di mana Indonesia dikenakan tarif sebesar 32 persen. Investor asing melakukan aksi jual besar-besaran senilai Rp3,8 triliun dari total transaksi Rp21 triliun. Namun pasar tidak runtuh. Justru investor domestik, terutama ritel, muncul sebagai penyelamat.

“Nah yang menarik adalah, dengan Rp3,8 triliun (asing keluar), ternyata yang membeli domestiknya adalah retail. Itu ada Rp3,9 triliun. Investor retail domestik melakukan pembelian. Sementara investor institusi, termasuk tadi buyback yang tanpa rupiah, itu masih di bawah Rp1 triliun,” lanjut Iman.

Menurutnya, data tersebut menjadi bukti bahwa likuiditas pasar saat itu ditopang kuat oleh keberanian investor ritel lokal yang melihat kesempatan dari valuasi saham-saham unggulan yang semakin terdiskon.

Dua hari setelahnya, 10 April, ketika indeks mengalami rebound hingga 5 persen, tren pun berubah. Investor ritel melakukan aksi ambil untung (take profit), sementara peran mulai diambil alih oleh investor institusi domestik.

“Yang menarik adalah justru bahwa investor domestik institusi mulai mengambil alih peran. Jadi kita bisa lihat bahwa kalau kita bicara pasar domestik kita sekarang ini, asing maupun domestik cukup signifikan,” tutur Iman.

Ia menilai hal ini sebagai sinyal positif dari pasar domestik. Meski pembukaan perdagangan sempat dibuka di zona merah, indeks berhasil ditutup positif. Ini menunjukkan adanya kepercayaan diri dari investor lokal terhadap prospek jangka panjang pasar modal nasional.

“Domestik kita cukup punya confidence untuk membeli saham-saham kita karena tadi, valuasi saham-saham kita yang blue chip sudah cukup murah dibandingkan di industri ini,” pungkasnya.

Untuk diketahui, , imbas kebijakan Tarif Trump tersebut IHSG terjun bebas melebihi 8 persen. Karena itu BEI memberlakukan pembekuan sistem perdagangan selama 30 menit itu dilakukan pada Selasa, 8 April 2025 pukul 09.00.00 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS). 

Namun, ada pergerakan yang menarik dalam anjloknya pasar saham RI. Berdasarkan Data BEI ambruknya IHSG karena mayoritas investor asing masih konsisten melakukan aksi jual (net sell). Namun, investor domestik justru membaca sinyal berbeda: mereka mulai memborong saham.

Pada Trading Halt II yang dilakukan oleh BEI pada 8 April 2025 investor asing mencatatkan total net sell sebesar Rp3,8 triliun, sementara total transaksi mencapai Rp20,9 triliun. Namun, investor ritel dalam negeri melihat momen ini sebagai peluang akumulasi besar-besaran. Mereka mencatat net buy sebesar Rp3,9 triliun, yang kemudian diikuti institusi domestik dengan net buy sebesar Rp0,8 triliun.

Saham-saham yang paling banyak dijual oleh asing antara lain:

  • BMRI (-Rp1,274 triliun)
  • BBRI (-Rp1,000 triliun)
  • BBCA (-Rp875 miliar)

Menariknya, saham-saham tersebut justru diborong habis oleh ritel dan institusi domestik. Ritel mencatat akumulasi tertinggi pada:

  • BMRI (+Rp1,247 triliun)
  • BBRI (+Rp812 miliar)
  • BBCA (+Rp766 miliar)

Akumulasi institusi domestik masih terbatas, dengan porsi terbesar pada:

  • BRMS (+Rp223 miliar)
  • BBCA (+Rp108 miliar)
  • BBRI (+Rp186 miliar)

Adapun pada dua hari berselang pada 10 April 2025  ketika Trump memutuskan untuk menunda kebijakannya, yakni Trump Tariff Pause. investor Asing tetap menjual, tetapi dengan tekanan yang lebih rendah, mencatat net sell Rp0,75 triliun dari total transaksi Rp15,5 triliun. Namun, Institusi domestik mulai melakukan akumulasi signifikan, mencatat net buy Rp1,75 triliun, sedangkan ritel mengambil posisi berbeda: mereka justru melakukan profit taking (net sell Rp1,56 triliun).

Saham yang paling diakumulasi institusi antara lain:

  • BELI (+Rp775 miliar), meski ritel menjual besar-besaran saham ini (-Rp692 miliar)
  • BBRI (+Rp165 miliar)
  • BMRI (+Rp120 miliar)

Sebaliknya, investor ritel memilih melepas saham-saham seperti:

  • BELI (-Rp692 miliar)
  • ASII (-Rp18,22 miliar)
  •  MAPI (-Rp15,35 miliar)(*)