Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Kop Des Merah Putih Jadi Tantangan Baru Skema Kredit Mikro

Skema koperasi desa yang diusung Prabowo bukan sekadar urusan distribusi dan pupuk. Ia bisa menggoyang peta kuasa modal mikro yang selama ini dikuasai bank milik negara.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 13 April 2025 | Penulis: Desty Luthfiani | Editor: Syahrianto
Kop Des Merah Putih Jadi Tantangan Baru Skema Kredit Mikro Ilustrasi: Gambar Presiden Prabowo Subianto yang meluncurkan program Koperasi Desa Merah Putih (Kop Des Merah Putih) melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025. (Foto: AI untuk KabarBursa)

KABARBURSA.COM – Presiden Prabowo Subianto menggulirkan wacana besar dari Istana: pembentukan Koperasi Desa Merah Putih atau Kop Des Merah Putih di 80 ribu desa di seluruh Indonesia, dengan misi ambisius, yakni mendorong kemandirian ekonomi desa dan mengubah lanskap pembiayaan mikro nasional. 

Namun di balik semangat merah putih itu, yang sejalan dengan gebrakan Prabowo yang populis pro-desa, muncul tantangan baru: ancaman terhadap dominasi kredit usaha rakyat (KUR) dan potensi gesekan dengan sektor perbankan, khususnya PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI).

Dalam suasana rapat yang khidmat, Prabowo tampak mengenakan pakaian krem, didampingi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir di kiri dan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan di kanan. Hadir pula Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. Di atas meja panjang berwarna cokelat, bergulirlah diskusi soal masa depan koperasi desa.

Tujuan utama Kop Des Merah Putih adalah menjadikan koperasi sebagai pusat kegiatan ekonomi desa, dari penyimpanan hasil panen hingga penyaluran permodalan. Menurut Zulkifli Hasan, program ini akan menjangkau 70 ribu desa di seluruh Indonesia. 

“Distribusi pangan jadi lebih efisien dan desa bisa makin mandiri,” ujar Zulhas, sapaan akrabnya.

Lebih lanjut, setiap desa diperkirakan membutuhkan Rp3-5 miliar untuk mendirikan koperasi. Dana desa yang mencapai Rp1 miliar per tahun disebut bisa menutup kebutuhan itu secara bertahap selama lima tahun. Selain itu, Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan terlibat lewat skema cicilan jangka menengah.

“Rp5 miliar cukup untuk membangun koperasi yang kuat dan berkelanjutan,” tegas pria yang juga menjabat Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Sementara itu, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menjelaskan bahwa pengembangan Kop Des Merah Putih akan menggunakan tiga pendekatan: membangun koperasi di desa yang belum punya, merevitalisasi koperasi yang mati suri, dan mengembangkan koperasi aktif agar bisa naik kelas. 

Ia mengklaim sudah ada 64 kelompok tani yang siap bertransformasi menjadi koperasi. “Dengan sistem yang lebih tertata, produsen dan konsumen bisa mendapat harga lebih baik tanpa perantara berlebih,” tuturnya, pada 3 Maret 2025.

Kementerian Koperasi hingga berita ini ditulis belum merespons pertanyaan Kabarbursa.com terkait detail program dan dampaknya terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM.

Menteri Desa Yandri Susanto menyatakan bahwa program ini akan didukung dengan revisi regulasi penggunaan dana desa. Tujuannya agar implementasi koperasi tidak sekadar seremoni, tetapi punya dampak ekonomi yang nyata.

“Intinya, desa semua maju, desa semua berkembang. Kita bangun desa, kita bangun Indonesia,” kata Yandri.

Di balik parade jargon kemandirian dan optimisme desa, realitas di lapangan tidak semudah membalikkan telapak tangan. 

Dengan desain yang ambisius, Kop Des Merah Putih bukan hanya mengisi celah dalam rantai distribusi dan akses modal di akar rumput, ia bisa menjadi kekuatan baru yang mengubah struktur pembiayaan mikro nasional. Dan di titik ini, koperasi desa tak lagi sekadar "solusi lokal", tapi mulai menapak wilayah dominasi lembaga-lembaga keuangan mapan. 

Jika Kop Des Merah Putih benar-benar terwujud seperti yang digadang, maka lanskap perbankan, terutama pemain utama seperti BRI, tak bisa lagi beroperasi seperti biasa. Gelombang baru sedang datang dari desa dan bisa saja membawa arus balik ke pusat.

Ilustrasi: Koperasi Desa Merah Putih dan BRI (Foto: AI untuk KabarBursa)

Inpres Nomor 9 Tahun 2025

Pada langkah selanjutnya, Presiden resmi mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 yang mengatur percepatan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Dalam instruksi tersebut, Kementerian Koperasi diberikan tujuh poin tugas penting untuk merealisasikan target pendirian 80.000 koperasi desa di seluruh Indonesia.

Budi Arie menyampaikan bahwa sebagian dari arahan tersebut sudah mulai dijalankan. Ia memastikan bahwa kementeriannya berkomitmen untuk membentuk koperasi desa sesuai dengan mandat yang diberikan Presiden. 

"Kementerian Koperasi mendapatkan beberapa tugas yang telah dijalankan, dan kami akan memastikan pembentukan Kop Des ini berjalan optimal," kata Budi dalam Rapat Koordinasi Terbatas di Kemenko Pangan, Jakarta, Kamis, 10 April 2025.

Adapun tujuh instruksi yang diterima Kementerian Koperasi sebagai berikut:

1.      Menyusun model bisnis Kopdes Merah Putih. Hingga saat ini sudah ada enam model bisnis yang dirancang sesuai dengan arahan Presiden, termasuk konsep bisnis outlet dan petunjuk pelaksanaan pembentukan Kopdes.

2.      Menyusun modul yang menjadi acuan untuk pemerintah desa dalam pembentukan Kopdes Merah Putih. Tiga modul sudah diterbitkan, dengan lebih banyak modul yang direncanakan untuk diluncurkan.

3.      Inventarisasi koperasi di tingkat desa/kelurahan. Hingga saat ini, tercatat 52.266 desa belum memiliki koperasi dan menjadi prioritas dalam program ini. Selain itu, terdapat 4.641 Koperasi Unit Desa (KUD) yang tidak aktif, dan 31.213 desa yang sudah memiliki koperasi dan siap dikembangkan lebih lanjut.

4.      Memberikan fasilitasi pendampingan, edukasi, dan pelatihan SDM Perkoperasian untuk memastikan para pengurus koperasi lebih kompeten dan dapat mendorong kemajuan desa.

5.      Penguatan manajemen koperasi berbasis digital agar koperasi di desa dapat lebih efisien dan produktif.

6.      Sosialisasi masif kepada pemerintah desa dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan keberhasilan program.

7.      Monitoring dan evaluasi pembentukan 80.000 Kop Des Merah Putih untuk memastikan program ini berjalan sesuai dengan rencana.

Budi Arie mengakui tantangan yang dihadapi dalam pembentukan Kop Des Merah Putih, seperti ragam skala ekonomi di desa, kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang bervariasi, dan potensi dominasi individual atau kelompok dalam pengelolaan koperasi. Ia pun mengajak kolaborasi antar stakeholder, termasuk kementerian dan lembaga terkait, agar tantangan ini dapat dihadapi dengan solusi yang tepat.

"Satgas (Satuan Tugas) antar Kementerian/Lembaga perlu dibentuk untuk memastikan keberhasilan program ini," kata Budi, menegaskan pentingnya kerja sama untuk mencapai target peluncuran Kopdes Merah Putih pada 12 Juli 2025 mendatang.

Komitmen juga ditegaskan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Menurut Amran, Kop Des Merah Putih akan menjadi instrumen penting untuk menjaga kestabilan harga pangan nasional. Ia menjelaskan bahwa jalur distribusi pangan yang sebelumnya rumit akan disederhanakan secara signifikan. Dari delapan tahap distribusi, pemerintah menargetkan untuk memangkasnya menjadi hanya tiga tahap: dari petani ke koperasi desa, dan langsung ke konsumen.

Amran juga menambahkan bahwa koperasi ini diharapkan mampu menekan dominasi tengkulak atau perantara yang selama ini mengambil margin besar dari distribusi bahan pokok. Berdasarkan data yang disampaikan, potensi keuntungan yang tersedot dari praktik tengkulak terhadap sembilan bahan pokok bisa mencapai Rp313 triliun. “Dengan koperasi ini, tidak perlu ada operasi pasar lagi,” ungkap Amran.

Untuk mewujudkan Kop Des Merah Putih, Prabowo telah menginstruksikan 18 kementerian dan lembaga, serta seluruh pemerintah daerah, untuk mengambil langkah strategis dan terkoordinasi.

Kop Des Merah Putih sebagai Pesaing Baru BRI

Dalam satu dekade terakhir, lanskap koperasi di Indonesia mengalami dinamika signifikan. Pada tahun 2014, tercatat sekitar 209.488 unit koperasi, namun jumlah ini menurun drastis menjadi 130.119 unit pada akhir 2023 akibat program reformasi dan penataan ulang yang menghapus koperasi tidak aktif. 

Menariknya, pada tahun 2024, jumlah koperasi meningkat menjadi 131.617 unit, menunjukkan pertumbuhan sekitar 1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Provinsi Jawa Timur menjadi wilayah dengan jumlah koperasi terbanyak, diikuti oleh Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Di balik penyusutan kuantitas, kualitas menunjukkan sinyal hijau. Dari sisi kinerja keuangan, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) menunjukkan tren positif. Rata-rata Sisa Hasil Usaha (SHU) per KSP mencapai Rp210 juta pada tahun 2020, meningkat dari Rp183 juta pada 2019. Wilayah Jawa mencatat rata-rata SHU tertinggi sebesar Rp231 juta, diikuti oleh Sulawesi dan Kalimantan.

Untuk memperkuat pengawasan, pemerintah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 47 Tahun 2024 yang mengatur koperasi di sektor jasa keuangan. Peraturan ini menetapkan bahwa koperasi yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan harus memenuhi persyaratan tertentu dan berada di bawah pengawasan OJK.

Sementara itu, di sektor perbankan, BRI masih memegang kendali dominan dalam penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR. Pada 2024, total KUR yang disalurkan mencapai Rp184,98 triliun, dengan 60,83 persen mengalir ke sektor produksi. 

Dari angka itu, sektor pertanian menjadi tulang punggung, menyerap Rp73,61 triliun atau hampir 40 persen dari total KUR BRI. Hingga akhir November 2024, sebanyak 3,7 juta pelaku UMKM sudah menikmati pembiayaan senilai Rp175,66 triliun.

Pada semester I 2024, segmen mikro BRI mencatatkan kredit macet atau non-performing loan (NPL) di level 2,95 persen, meningkat dari 2,23 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh dampak pandemi yang masih dirasakan oleh pelaku usaha mikro. BRI fokus pada perbaikan kualitas kredit dengan strategi penyaluran yang selektif dan monitoring ketat.

Namun, lanskap ini tak lagi bisa dianggap aman-nyaman. Munculnya Kop Des Merah Putih bisa menjadi disruptor baru bagi BRI, dengan rencana pemerintah menggelontorkan dana jumbo hingga Rp400 triliun langsung ke desa. Angka ini dua kali lipat dari total penyaluran KUR BRI tahun lalu. Bagi BRI, ini bukan sekadar gangguan kecil, karena ini bisa jadi guncangan struktural dalam ekosistem pembiayaan mikro nasional.

Ilustrasi: Rangkuman kinerja koperasi Desa Merah Putih dan BRI. (Foto: AI untuk KabarBursa)

Ekonom dan Guru Besar Ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai bahwa skema Kop Des Merah Putih bisa memicu pergeseran drastis dalam pilihan masyarakat desa. Bila koperasi mampu menawarkan skema pinjaman yang lebih fleksibel dan mudah diakses, maka KUR BRI bisa kehilangan daya tariknya. 

"Jika dana ini dikelola dengan baik oleh koperasi desa, masyarakat bisa lebih memilih koperasi dibandingkan bank untuk mendapatkan modal usaha," ujar Syafruddin kepada Kabarbursa.com.

Ia menyarankan agar BRI mulai beradaptasi dengan pergeseran ini, salah satunya dengan mengubah pendekatan penyaluran kredit: dari pinjaman individu ke wholesale lending kepada koperasi desa. Dengan strategi ini, bank bisa tetap menjaga volume kredit mikro sambil menyesuaikan diri dengan model penyaluran yang baru.

Namun, Syafruddin memberi catatan penting, semua ini akan bergantung pada satu hal krusial: tata kelola koperasi desa. Tanpa manajemen yang solid, transparan, dan akuntabel, dana jumbo itu bisa jadi bumerang. Dalam skenario semacam itu, bank seperti BRI tetap akan menjadi jangkar pembiayaan mikro yang andal dan lebih dipercaya masyarakat.

Nada serupa disampaikan oleh Achmad Nur Hidayat, ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta. Ia menyoroti potensi pergeseran kompetisi yang makin tajam antara koperasi dan bank. "Jika koperasi menawarkan bunga kredit lebih rendah dibandingkan KUR, bukan tidak mungkin terjadi eksodus debitur dari bank ke koperasi," ungkapnya kepada Kabarbursa.com.

Namun, Achmad juga mengingatkan bahwa tantangan klasik koperasi masih menjadi batu sandungan utama: lemahnya pengawasan, manajemen dana yang belum profesional, dan rendahnya kapasitas SDM di banyak koperasi desa. Tanpa pembenahan menyeluruh, koperasi tetap berisiko tinggi dan bisa kembali dilampaui bank dalam jangka menengah.

BRI: Tenang, Kami Masih Pegang Kendali

Di tengah potensi lonjakan koperasi desa sebagai kekuatan baru dalam pembiayaan mikro, BRI enggak tinggal diam. Direktur Utama BRI, Sunarso, menyampaikan bahwa pihaknya mendukung penuh inisiatif Kop Des Merah Putih, sambil tetap menjaga stabilitas dan kesehatan bisnis perseroan.

“Pembiayaan awal pembentukan koperasi desa ini kami pastikan aman dan tidak berdampak negatif terhadap kinerja BRI,” ujar Sunarso dalam wawancara eksklusif bersama Kabarbursa.com pada Rabu, 12 Maret 2025.

Menurutnya, sumber pelunasan pinjaman koperasi berasal dari dana desa yang telah dialokasikan pemerintah, nilainya diproyeksikan mencapai Rp2 miliar per desa per tahun. Artinya, dari sisi perbankan, risiko kredit bisa dibilang relatif terkendali, selama dana tersebut benar-benar turun dan dikelola sesuai rencana.

Tak hanya sebagai pemberi dana, BRI juga tampil sebagai mitra strategis koperasi desa dalam membangun infrastruktur operasional. Mulai dari gerai sembako, apotek, poliklinik, fasilitas pertanian, hingga gudang penyimpanan, semua itu butuh modal awal, dan BRI siap memfasilitasi. 

Tapi bukan cuma uang. BRI juga kasih tools digital dan layanan transaksi yang bikin koperasi bisa beroperasi dengan gaya fintech kekinian: QRIS, AgenBRILink, Tabungan BRI, sampai BRImo masuk ke dalam ekosistem ini.

QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard milik BRI mengalami peningkatan signifikan sebesar 186 persen year-on-year (yoy) pada 2024. Jumlah AgenBRILink meningkat 24,6 persen yoy menjadi 627.000 agen, dengan nilai transaksi mencapai Rp1.298 triliun, tumbuh 13,5 persen yoy. 

Hingga Desember 2024, jumlah pengguna BRImo mencapai 38,61 juta, meningkat 22,12 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Total transaksi yang diproses melalui BRImo mencapai 4,34 miliar transaksi, naik 40,54 persen yoy, dengan nilai transaksi mencapai Rp5.596 triliun, naik 34,57 persen yoy. Layanan ini memberikan kemudahan bagi koperasi dan anggotanya dalam melakukan transaksi perbankan secara digital.

Ilustrasi: Kinerja BRI (Foto: AI untuk KabarBursa)

Meski banyak yang melihat potensi “adu jotos” antara koperasi dan bank, BRI justru menawarkan narasi berbeda: kerja sama, bukan persaingan. Dengan koperasi desa di barisan depan, dan BRI di belakang layar sebagai penyokong sistem keuangan, sinergi ini bisa membuka babak baru ekonomi akar rumput yang lebih tangguh.

Tapi, BRI juga menyelipkan warning halus: tanpa regulasi yang jelas, pengawasan yang ketat, dan sinergi yang konkret, Kop Des Merah Putih berisiko jadi proyek besar yang kehilangan arah. Pemerintah harus memastikan bahwa dana benar-benar sampai ke koperasi, dan koperasi bisa bertanggung jawab penuh atas penggunaannya.

“Visi kami tetap sama, mendorong pertumbuhan UMKM dan memperluas inklusi keuangan. Kalau koperasi desa bisa jadi kendaraan baru untuk itu, kami siap jadi mesin penggeraknya,” tutup Sunarso. (*)