KABARBURSA.COM - PT Bursa Efek Indonesia atau BEI mencatatkan kinerja perdagangan bursa yang bervariasi pada periode 8–11 April 2025. Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, mengatakan peningkatan tertinggi terjadi pada rata-rata frekuensi transaksi harian sebesar 16,16 persen menjadi 1,18 juta kali transaksi dari 1,02 juta kali transaksi pada pekan lalu.
Selain itu, peningkatan turut terjadi pada rata-rata volume transaksi harian bursa pekan ini, yaitu sebesar 0,71 persen. "Menjadi 18,90 miliar lembar saham dari 18,77 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya," ujar dia dalam keterangan tertulis, Jumat, 11 April 2025, malam.
Pergerakan IHSG selama pekan ini pun mengalami penurunan sebesar 3,82 persen. "Ditutup pada level 6.262,226 dari 6.510,620 pada pekan lalu," ujarnya.
Pada awal pekan, BEI sempat memberlakukan trading halt karena IHSG saat itu mengalami penurunan sebesar 9,19 persen. Pada kesempatan itu pula, BEI menyesuaikan kebijakan trading halt dengan menaikkan ambang batas penurunan IHSG dari sebelumnya 5 persen menjadi 8 persen.
Kautsar menerangkan, penurunan juga terjadi pada kapitalisasi pasar BEI sebesar 3,88 persen menjadi Rp10.695 triliun dari Rp11.126 triliun pada sepekan sebelumnya. Selain itu, rata-rata nilai transaksi harian BEI selama sepekan turut menurun sebesar 20,38 persen menjadi Rp14,81 triliun dari Rp18,60 triliun pada pekan sebelumnya.
"Adapun investor asing hari ini (Jumat, 11 April 2025), mencatatkan nilai jual bersih Rp214,17 miliar dan sepanjang tahun 2025 ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih Rp35,86 triliun," katanya.
Penundaan Tarif Trump Bawa Efek Positif untuk IHSG
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebelumnya resmi menunda kebijakan tarif baru ke sejumlah negara selama 90 hari dimulai sejak pengumuman pada Rabu, 9 April 2025. Penangguhan tarif ini dinilai membawa efek positif terhadap IHSG yang ditutup menguat 4,79 persen ke level 6.254 pada perdagangan Kamis, 10 April 2025.
Pengamat pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan aksi tersebut mampu menenangkan pelaku pasar hingga memicu reli serentak di bursa Asia dan Eropa. "Dan memberi ruang bagi investor untuk kembali masuk ke aset berisiko, termasuk saham Indonesia," ujar dia kepada KabarBursa.com, Jumat, 11 April 2025.
Namun, di tengah penguatan IHSG, Hendra melihat masih ada sejumlah hal yang perlu diwaspadai. Salah satunya adalah aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing yang tercatat mencapai Rp632 miliar pada hari yang sama. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa penguatan IHSG belum sepenuhnya didukung oleh arus modal asing. Di sisi lain, ketegangan antara AS dan China juga belum sepenuhnya mereda.
"Terutama setelah AS tetap menaikkan bea masuk produk Tiongkok menjadi 125 persen, dan dibalas oleh tarif 84 persen dari pihak Beijing. Sentimen global yang rapuh ini membuat pasar tetap bergerak dalam volatilitas tinggi," jelasnya.
Hendra menyebut, IHSG kini mengincar resistance di area 6.418, dan jika mampu menembus, target berikutnya berada di 6.600 – 6.800. "Potensi yang bukan mustahil, asalkan kombinasi katalis makro dan penguatan sektor-sektor utama mampu terjaga secara konsisten," kata Hendra.
Selain itu, Hendra menyatakan musim pembagian dividen yang segera dimulai menjadi katalis tambahan bagi IHSG. Sejumlah emiten terutama sektor perbankan dan konsumer, kata dia, diperkirakan akan membagikan dividen dalam jumlah besar.
"Namun, efek ex-date dan potensi aksi profit taking tetap harus diantisipasi. Investor disarankan selektif dan fokus pada emiten yang tak hanya memberi dividen tinggi, tetapi juga memiliki pertumbuhan laba berkelanjutan," pungkasnya.
Strategi BEI Hadapi Dampak Tarif Trump dan Perang Dagang
Ketidakpastian global akibat tarif AS telah berdampak langsung pada aliran dana investor asing di BEI. Pada perdagangan Selasa saat IHSG baru kembali dibuka pasca lebaran, misalnya, investor asing melakukan penjualan bersih atau net sell senilai kurang lebih Rp3,8 triliun alias sekitar 15 persen dari total nilai transaksi yang mencapai Rp20,9 triliun. Aksi jual tersebut kemudian direspons oleh investor ritel domestik yang melakukan pembelian bersih (net buy) sekitar Rp3,9 triliun di hari yang sama.
Iman menegaskan sebagai otoritas bursa, BEI tidak memiliki kemampuan intervensi langsung layaknya Bank Indonesia. Karena itu, langkah pertama yang diambil adalah penguatan komunikasi publik secara aktif.
“Jangka pendek yang kami lakukan mau tidak mau adalah komunikasi aktif dengan publik dan media. Jadi kalau Bapak Ibu lihat, kita berusaha aktif dibantu teman-teman media dan juga teman-teman ekonom untuk mengkomunikasikan kondisi daripada korporasinya,” jelas Iman.
Ia mengungkapkan, meskipun sentimen global cukup menekan, data menunjukkan bahwa sebagian besar emiten di BEI mencatatkan kinerja positif pada laporan keuangan 2024. Ini memperlihatkan bahwa fundamental perusahaan masih kuat dan layak untuk dipertimbangkan investor.
“Kalau kita lihat, sebagian besar perusahaan-perusahaan yang memasukkan laporan keuangan ternyata di 2024 itu positif, artinya mereka menunjukkan keuntungan,” kata Iman.
Tak hanya itu, selama masa libur, Iman menyebut ada lebih dari 35.000 investor baru yang masuk ke pasar, menandakan tingkat kepercayaan investor domestik masih tinggi. "Artinya apa? bahwa confidence investor domestik cukup besar untuk bertransaksi di pasar modal," katanya.(*)