KABARBURSA.COM – Bursa saham Asia terperosok pada Jumat, 11 April 2025, menyusul kejatuhan besar di Wall Street, di mana sebagian besar kenaikan historis sehari sebelumnya langsung terhapus. Penyebab utamanya masih sama, yaknibketidakpastian yang ditimbulkan oleh perang dagang Presiden Donald Trump yang kian menggila.
Indeks Nikkei 225 di Jepang sempat amblas hingga 5,6 persen di awal perdagangan. Menjelang siang waktu Tokyo, kerugian sedikit berkurang, tapi masih berada di zona merah dengan penurunan 4,7 persen ke level 32.969,95.
Sementara itu, yen Jepang melonjak terhadap dolar Amerika Serikat. Jika sehari sebelumnya satu dolar bisa ditukar sekitar 146 yen, kini nilainya turun menjadi 143,48 yen. Dolar juga melemah terhadap euro, yang naik ke USD1,1305 dari sebelumnya USD1,1195.
Bursa Korea Selatan pun ikut terseret. Indeks Kospi melemah 1,6 persen ke 2.400,34. Di Australia, indeks S&P/ASX 200 turun 2,1 persen ke 7.552,10.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG dibuka melemah dengan turun 58,46 poin atau 0,93 persen ke level 6.195,57.
Stephen Innes dari SPI Asset Management menyebut bahwa investor tak lagi melihat penundaan tarif selama 90 hari yang diumumkan Trump sebagai perubahan haluan, melainkan hanya taktik sementara. “Euforia dari jeda tarif sudah mulai pudar. Asia akan segera merasakan dampaknya. Pestanya sudah selesai, dan layar bursa mulai kedutan,” ujarnya, dikutip dari AP di Jakarta, Jumat, 11 April 2025.
Sehari sebelumnya, indeks S&P 500 sempat jatuh 3,5 persen, menggerus lonjakan 9,5 persen yang terjadi Rabu lalu pasca pengumuman Trump soal penundaan tarif global. Dow Jones amblas 1.014 poin atau 2,5 persen, sementara Nasdaq rontok 4,3 persen.
Tekanan makin dalam setelah Gedung Putih memberikan klarifikasi bahwa tarif untuk impor dari China akan dikenakan sebesar 145 persen, bukan 125 persen seperti yang ditulis Trump di media sosial Truth Social.
Angka itu mencakup tarif-tarif lama yang sebelumnya sudah diberlakukan. Di titik terendah, indeks S&P 500 bahkan sempat turun lebih dari 6 persen.
Secara keseluruhan, S&P 500 ditutup turun 188,85 poin ke level 5.268,05. Dow Jones Industrial Average turun 1.014,79 poin ke 39.593,66, sedangkan Nasdaq melemah 737,66 poin ke 16.387,31.
“Trump mundur sedikit,” tulis Bhanu Baweja, analis UBS, dalam laporan soal kebijakan tarif tersebut. “Tapi kerusakan sudah telanjur terjadi.”
China, sementara itu, mulai menjajaki kerja sama dengan berbagai negara lain dalam upaya membentuk barisan bersama melawan tekanan ekonomi dari AS. Di saat bersamaan, Beijing juga terus menggenjot balasan ekonomi terhadap kebijakan Trump.
Salah satu yang terkena imbas langsung adalah industri hiburan. Saham Warner Bros. Discovery—perusahaan di balik film “A Minecraft Movie”—anjlok 12,5 persen setelah China mengumumkan rencana pengurangan jumlah film impor asal AS. Saham Disney juga ikut lesu, turun 6,8 persen.
Pukulan untuk Hollywood, Pasar Obligasi Bergolak
Ketegangan tak hanya mengguncang sektor energi dan saham, tapi juga merembet ke industri hiburan. Seorang juru bicara dari China Film Administration mengatakan publik Tiongkok kemungkinan akan makin enggan menonton film asal Amerika. Alasannya, langkah AS yang dinilai sembrono karena memberlakukan tarif tinggi ke China.
Pernyataan ini muncul setelah Presiden Trump dan Menteri Keuangannya, Scott Bessent, mengirim sinyal ke negara lain: “Kalau tidak balas dendam, maka Anda akan kami beri hadiah.” Bahasa diplomatik yang tegas, tapi tetap mengandung peringatan. Uni Eropa sendiri memilih menahan diri. Pada Kamis, mereka menyatakan akan menunda langkah balasan tarif selama 90 hari untuk membuka peluang negosiasi.
Sementara itu, pasar obligasi—yang kerap disebut sebagai “penegak disiplin fiskal”—juga ikut bergejolak. Pasar ini pernah menjatuhkan Perdana Menteri Inggris Liz Truss pada 2022 silam, hanya 49 hari setelah menjabat. Kini, kekhawatiran kembali muncul akibat lonjakan tajam imbal hasil (yield) obligasi AS.
Awal pekan ini, yield Treasury AS melonjak tajam, membuat pelaku pasar gelisah. Bahkan Trump mengaku memperhatikan investor yang mulai “mual-mual” melihat grafik. Lonjakan yield ini diduga berasal dari aksi jual hedge fund yang butuh dana tunai, atau dari investor luar negeri yang melepas obligasi AS karena khawatir dengan eskalasi perang dagang.
Apapun penyebabnya, yield yang melonjak akan menambah tekanan ke pasar saham. Selain itu, bunga KPR dan pinjaman rumah tangga pun bisa ikut naik.
Namun, setelah Trump mengumumkan pembatalan sebagian tarif, yield obligasi 10 tahun sempat mereda ke 4,30 persen pada Kamis pagi. Angka ini turun dari 4,50 persen sehari sebelumnya, dan jauh dari 4,01 persen di akhir pekan lalu. Tapi ketenangan itu tak bertahan lama—sore harinya, yield kembali naik ke 4,40 persen dan sempat berada di 4,39 persen pada perdagangan awal Jumat.
Di pasar komoditas, harga minyak juga terus melorot. Minyak mentah acuan AS turun 37 sen menjadi USD59,70 per barel. Sementara Brent—patokan global—melemah 30 sen ke USD63,03 per barel. Tekanan terhadap harga minyak ini mempertegas satu hal: perang dagang dan ketidakpastian global makin membebani seluruh penjuru pasar.(*)