KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah pada perdagangan Jumat, 11 April 2025, turun 58,46 poin atau 0,93 persen ke level 6.195,57. Pelemahan ini terjadi setelah penguatan signifikan sebesar 4,79 persen pada perdagangan Kamis, 10 April 2025, yang menutup gap down akibat tekanan jual pada awal pekan.
Tekanan pada IHSG hari ini dipengaruhi oleh sentimen negatif dari pasar global, khususnya terkait eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan rencana kenaikan tarif impor terhadap produk asal China hingga 125 persen.
Kebijakan ini memicu ketidakpastian baru di pasar global, dan menjadi sentimen negatif bagi investor yang sebelumnya berharap meredanya tensi dagang.
Equity Research Analyst MNC Sekuritas, Christian, menjelaskan bahwa IHSG masih berpotensi bergerak fluktuatif di tengah tekanan dari ketegangan global tersebut.
Menurutnya, pasar masih akan mencermati reaksi lanjutan dari China dan kemungkinan langkah balasan negara lain seperti Jerman, yang mulai menunjukkan ketegasan terhadap dominasi ekonomi AS.
"Untuk hari ini, IHSG memang sempat menguat, tetapi kami menilai potensi koreksi tetap terbuka. Volatilitas global kembali meningkat setelah Trump menyampaikan rencana kenaikan tarif impor hingga 125 persen terhadap China. Ini menciptakan tekanan baru bagi pasar, terutama karena tensi dagang yang memanas bisa memengaruhi arus perdagangan internasional, termasuk Indonesia," ujar Christian dalam acara Bursa Pagi-Pagi, Jumat, 11 April 2025
Menurutnya, langkah Trump mengulang kembali strategi ekonomi dari masa pemerintahannya yang pertama, di mana ketegangan dagang menjadi ciri khas utama. Namun kali ini, dengan posisi ekonomi China yang lebih kuat dan dominasi industri manufaktur global yang telah terbangun, respons balik dari Beijing diyakini akan lebih tegas.
Selain itu, Christian menyoroti bahwa bukan hanya China yang menunjukkan reaksi, namun juga negara seperti Jerman yang dikabarkan berencana menarik kembali 1.200 ton cadangan emas mereka dari Amerika Serikat.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi kebijakan ekonomi Washington dan menjadi sinyal bahwa ketidakpastian ke depan bisa meluas secara global.
Meskipun demikian, penguatan IHSG kemarin sebesar 4,79 persen menjadi indikasi bahwa pasar domestik masih punya daya tahan terhadap guncangan global, setidaknya untuk jangka pendek. Hal ini ditopang oleh faktor teknikal serta penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Secara teknikal, selama IHSG belum mampu menembus area resistan kuat di level 6.510, maka potensi koreksi tetap perlu diwaspadai. Kenaikan kemarin lebih karena faktor eksternal sementara, seperti penundaan tarif AS terhadap negara lain. Tapi dengan ketegangan baru bersama China, ini bisa kembali menekan indeks," tambahnya.
Kondisi pasar hari ini pun mencerminkan respons yang masih terbagi. Investor domestik cenderung selektif masuk ke saham-saham berbasis komoditas dan perbankan besar, sementara investor asing terlihat mulai melakukan aksi profit taking.
Sektor teknologi dan konsumer melemah di tengah kekhawatiran atas daya beli dan prospek ekspor yang bisa terganggu bila konflik dagang semakin luas.
Pasar kini menunggu respons resmi dari China serta tindak lanjut dari kebijakan moneter The Fed yang diprediksi tetap berhati-hati. Dengan ketidakpastian global yang belum mereda dan potensi perlambatan perdagangan internasional, pelaku pasar diimbau untuk tetap defensif dan mengutamakan saham-saham berfundamental kuat.
Lonjakan Volume Pembelian
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 4,79 persen ke level 6.254 pada perdagangan Kamis, 10 April 2025. Penguatan ini disertai lonjakan volume pembelian dan berhasil menembus area resistance terdekatnya.
Menurut Analis Teknikal MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, penguatan ini membuka peluang lanjutan penguatan dalam jangka pendek. “IHSG masih berpeluang melanjutkan penguatannya dengan target terdekat berada di 6.376–6.510,” ujarnya dalam laporan harian MNCS Daily Scope Wave, Jumat, 11 April 2025.
Meskipun demikian, Herditya tetap mengingatkan adanya skenario lain yang patut dicermati. Dalam skenario terburuk, IHSG diperkirakan sedang berada dalam bagian dari wave (iii) dari wave [v] sehingga koreksi menuju 5.633–5.770 masih mungkin terjadi.
Saham-saham yang Menarik Dipantau
Sejumlah saham dinilai menarik dipantau untuk strategi jangka pendek. Di antaranya adalah AKRA, yang dinilai tengah berada pada bagian awal dari wave A dari wave (B). Saham ini berpotensi menguat lebih lanjut seiring dengan dukungan volume pembelian yang meningkat.
BBCA juga dinilai berada pada fase awal wave 1 dari wave (5). Meskipun sempat tertahan di sekitar MA20, potensi penguatan tetap terbuka.
Sementara itu, BREN yang melonjak signifikan dalam perdagangan sebelumnya disebut sedang berada dalam fase wave [ii] dan berpeluang melanjutkan tren positifnya.
Adapun CPIN, menurut analisis teknikal MNCS, tengah berada pada bagian dari wave (iv) dan masih menunjukkan potensi penguatan meskipun sempat tertahan.
Dengan dinamika pasar yang masih rentan terhadap sentimen global dan teknikal, pelaku pasar disarankan tetap berhati-hati serta menyesuaikan strategi dengan profil risiko masing-masing.(*)