KABARBURSA.COM – Harga emas melesat hampir 3 persen dan menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa pada Jumat, 11 April 2025, dini hari WIB. Pelarian besar-besaran investor ke aset aman dipicu oleh jatuhnya nilai dolar Amerika Serikat dan perang dagang yang kembali memanas antara AS dan China.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Jumat, harga emas di pasar spot naik 2,6 persen menjadi USD3.160,82 (sekitar Rp51,6 juta) per ons troi pada pukul 13.54 waktu New York. Sebelumnya, logam mulia ini sempat menyentuh level tertinggi baru di USD3.171,49 (Rp51,9 juta). Sementara itu, kontrak berjangka emas AS (gold futures) ditutup melonjak 3,2 persen ke posisi USD3.177,5 (sekitar Rp52 juta).
Kenaikan ini terjadi sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan penurunan tarif sementara bagi puluhan negara, tetapi justru menaikkan tarif untuk China dari 104 persen menjadi 125 persen.
“Emas kembali tampil sebagai aset aman dan siap mencetak rekor baru,” ujar analis pasar senior dari Tradu.com, Nikos Tzabouras.
Meski begitu, menurut dia, peluang tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan mitra lain bisa menjadi ganjalan bagi reli emas. “Selain itu, potensi penundaan pemangkasan suku bunga The Fed juga dapat memperkuat dolar dan menahan kenaikan emas,” katanya.
Indeks dolar AS anjlok lebih dari 1 persen terhadap sejumlah mata uang utama dunia sehingga membuat emas jadi lebih murah bagi investor yang memegang mata uang selain dolar.
Data yang dirilis Kamis menunjukkan indeks harga konsumen AS secara mengejutkan turun pada Maret 2025. Namun, risiko inflasi tetap tinggi setelah Trump menggandakan tarif terhadap barang-barang China.
Menyusul rilis data tersebut, pelaku pasar mulai bertaruh bahwa The Fed akan kembali memangkas suku bunga pada Juni dan bisa jadi akan memangkas hingga satu persen penuh pada akhir tahun ini.
"Kami melihat bank sentral juga terus membeli emas. Selama masih ada arus masuk ke ETF dan risiko kebijakan moneter belum mereda, akan banyak faktor yang tetap menopang harga emas,” kata Chief Operating Officer di Allegiance Gold, Alex Ebkarian.
Sementara emas makin bersinar, harga logam mulia lain justru terkoreksi. Perak turun 0,5 persen ke USD30,88 (sekitar Rp504 ribu) per ons troi. Platinum menyusut 0,5 persen ke USD932,41 (Rp15,2 juta), dan paladium ambles 1,4 persen ke USD918,45 (Rp15 juta).
Emas akan Terus Melesat di 2025
Lonjakan harga emas yang kerap berulang belakangan ini menunjukkan pelaku pasar sedang butuh tempat aman untuk berlindung. Dunia sedang goyah dan emas lagi-lagi tampil sebagai “bunker” kepercayaan. Dari Eropa Timur sampai Timur Tengah, ketegangan geopolitik belum juga reda. Dari Amerika, Presiden Donald Trump menabuh genderang perang dagang jilid dua lewat tarif baru. Kombinasi ini bikin suasana makin tak menentu.
Investor, seperti biasa, mulai menjauh dari aset-aset berisiko. Mereka balik kanan, masuk ke emas yang sejak zaman baheula sudah jadi penyelamat saat badai datang. Apalagi, urusan inflasi belum bisa dibilang selesai. Harga-harga barang terus naik, dan pertumbuhan ekonomi global belum benar-benar pulih.
Auasana pasar yang sedang dalam mode “risk-off” memberi ruang bagi emas untuk kembali bersinar sebagai aset aman. Singkatnya, ketika dunia makin tak jelas arahnya, harga emas malah makin jelas tujuannya untuk terus naik.
Dari sisi kebijakan moneter, ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve juga ikut mengangkat harga. Ketika bunga rendah, emas yang tak memberikan imbal hasil bunga justru jadi alternatif menarik. Dengan biaya pinjaman lebih murah, menaruh dana di emas jadi terasa masuk akal.
Dilansir dari Economic Times, beberapa bank besar dunia bahkan sudah mulai menaikkan target harga emas mereka untuk tahun ini.
HSBC menaikkan proyeksi harga emas 2025 menjadi USD3.015 per ons, dari sebelumnya hanya USD2.687. Mereka menyebut ketidakpastian global dan ekspektasi suku bunga sebagai pemicu utama.
Bank of America bahkan lebih agresif, memperkirakan harga bisa menembus USD3.063 tahun ini. Alasannya lanskap perdagangan global yang ringkih dan permintaan tinggi dari bank sentral.
Standard Chartered tak kalah optimistis. Mereka memproyeksikan harga bisa mencapai puncak USD3.300 per ons di kuartal kedua 2025. Analis mereka melihat dorongan besar dari permintaan ritel dan bank sentral.
Citigroup ikut dalam barisan. Menurut mereka, harga emas bisa menyentuh USD3.000 dalam 6 hingga 18 bulan mendatang karena didorong oleh kombinasi “badai sempurna” dari tekanan finansial dan ketegangan geopolitik.
Menariknya, yang menggerakkan pasar bukan cuma investor individu atau dana lindung nilai. Bank sentral dari berbagai negara kini juga turut memperbesar cadangan emas mereka. Tujuannya adalah mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan melindungi nilai tukar masing-masing negara.
Menurut laporan World Gold Council, negara-negara seperti China, India, dan Rusia sudah meningkatkan kepemilikan emas mereka secara signifikan dalam setahun terakhir. Ketika institusi sebesar ini ikut membeli, harga otomatis terdorong ke atas. Tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir 2025. Banyak analis meyakini permintaan dari bank sentral bisa kembali mencetak rekor, seperti yang terjadi pada 2023 dan 2024 lalu.(*)