KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menghijau hingga 5,26 persen atau naik 313 poin ke level 6.281 pada perdagangan sesi I, Kamis, 10 April 2025.
Merujuk data perdagangan RTI, sebanyak 351 saham mengalami penguatan, 23 saham di zona merah, dan 106 saham berada di posisi stagnan.
Pada pembukaan sesi I pagi ini, volume mencapai 899.877 juta lembar saham dengan nilai transaksi sebesar Rp934.603 miliar.
Sementara, mengutip data Stockbit, saham CENT (PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk.) mencuri perhatian dengan mencatatkan kenaikan tertinggi sebesar 34,48 persen atau naik 20 poin ke harga 78.
Posisi CENT disusul oleh PPRI (PT Paperocks Indonesia Tbk.) yang naik 18,52 persen ke level 256. PTRO (PT Petrosea Tbk.), mencatat lonjakan 17,33 perse, menjadikannya saham dengan nilai nominal tertinggi hari ini di level 2.200.
Selain itu, ada MAPA (PT Map Aktif Adiperkasa Tbk.) yang menanjak 17,31 perse ke level 610. Kemudian GOTO (PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk.), juga menguat 16,42 persen menjadi 78.
Dari sisi penurunan, KBLV (PT First Media Tbk.) menjadi saham dengan koreksi terbesar yaitu -15,00 persen, turun 18 poin ke harga 102. Berikutnya terdapat LPGI (PT Lippo General Insurance Tbk.) yang terkoreksi -14,81 persen ke 322.
Ada pula NINE (PT Techno9 Indonesia Tbk.), yang melemah -9,43 persenke harga 144, UANG (PT Pakuan Tbk.), turun -8,67 persen ke 274, dan AKSI (PT Mineral Sumberdaya Mandiri Tbk.), mengalami penurunan -7,53 persen ke 135.
Di sisi lain, Reliance Sekuritas memproyeksikan IHSG akan bergerak di kisaran support pada level 5,950 dan resistance pada level 6,092 dengan kecenderungan menguat.
"Secara teknikal, candle IHSG berbentuk black spinning top, di bawah MA5 dan MA20 serta indikator Stochastic dalam keadaan dead cross. Namun, seiring dengan menguatnya bursa saham global, maka kami proyeksikan hari ini IHSG akan mengalami penguatan," tulis Reliance dalam risetnya.
Diberitakan sebelumnya, MNC Sekuritas melihat IHSG saat ini, 10 April 2025, diperkirakan sedang berada dalam fase wave (iii) dari wave [v]. Meskipun terdapat peluang penguatan dalam jangka pendek, penguatannya diperkirakan akan terbatas hanya untuk menguji kisaran resistance di 6.122–6.196.
Namun, investor perlu mewaspadai potensi koreksi lanjutan yang bisa membawa IHSG turun menuju area 5.633–5.770. Level support utama berada di 5.825 dan 5.742, sementara resistance berada di 6.142 dan 6.265.
Dalam kondisi pasar yang masih bergejolak ini, terdapat beberapa saham yang menarik untuk diperhatikan dengan strategi buy on weakness. Saham-saham ini menunjukkan potensi teknikal untuk rebound setelah terkoreksi, meskipun tetap memerlukan kewaspadaan karena masih berada dalam fase konsolidasi atau korektif.
IHSG Mulai Tunjukan Penguatan Pasca Trading Halt
Per kemarin, IHSG memang telah menunjukkan penguatan pasca trading halt meskipun ditutup melemah atau turun 28,15 poin (0,47 persen) ke level 5.967,99.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, penguatan IHSG dikarenakan fundamental ekonomi Indonesia masih cukup kuat.
"Jadi, ini membuat IHSG kita seperti semacam anomali jika dibandingkan (dengan bursa di kawasan Asia yang rata-rata merah, tapi anomali positif," kata Nafan saat dihubungi KabarBursa.com, Rabu, 9 April 2025.
Faktor lainnya yang membuat IHSG mulai menguat ialah kondisi daya beli masyarakat Indonesia yang relatif masih kuat. Nafan mengatakan, inflasi Indonesia kini berada di kisaran antara 1,5 persen hingga 3,5 persen.
"Di sisi lain, kita mengapresiasi bahwasannya PMI Manufaktur Indonesia sudah ekspansif selama 4 bulan berturut-turut," jelas dia.
Selain itu, menurut Nafan, keputusan pemerintah dalam melakukan negosiasi mengenai tarif baru Amerika Serikatt menciptakan win win solution dalam hal pemenuhan nasional interest untuk kedua negara.
"Sebenarnya bisa kita menegosiasikan kembali misalnya kita membeli produk-produk yang kita tidak miliki dari Amerika Serikat, sehingga bisa menjadi balance of trade (5:08) yang lebih adil," pungkasnya.
IHSG Terkoreksi, Sri Mulyani: Tidak cuma di Indonesia
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti tekanan besar yang melanda pasar keuangan global, termasuk di Indonesia yang mengalami penurunan IHSG. Meski demikian, Sri Mulyani mengklaim penurunan IHSG di Indonesia lebih baik dibandingkan negara lain.
"Kita semuanya tahu hari ini adalah hari pertama pembukaan bursa yang kita sudah melihat. Indonesia tadi sesi yang kedua di bawah 8 persen, 7,7 persen,” ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di menara Mandiri, Jakarta Selatan, Selasa, 8 April 2025.
Menurutnya, koreksi tajam juga terjadi di banyak negara lain, bahkan lebih ekstrem dibandingkan Indonesia.
"Kalau kita lihat banyak negara yang indeks harga sahamnya pada tanggal 8 April dibanding 2 April banyak yang koreksinya sangat dalam hingga 14 persen. Bahkan tadi yang Pak Menko menyampaikan beberapa bisa mencapai ke atas 25 persen," lanjutnya.
Merespons gejolak pasar, Bank Indonesia (BI) disebut sudah mengambil langkah-langkah preventif bahkan sebelum bursa dibuka. Langkah tersebut turut membantu menstabilkan tekanan yang terjadi di pasar keuangan domestik.
“Gubernur Bank Indonesia sudah menyampaikan juga beberapa langkah bahkan sebelum pembukaan hari ini dan Alhamdulillah kita sekarang sudah bisa turun ke bawah 17 persen," ujar Sri Mulyani.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tekanan terhadap harga saham, nilai tukar, dan obligasi sebenarnya merupakan fenomena yang kerap terjadi dalam konteks global. Dalam kondisi seperti ini, menurutnya, pasar keuangan Indonesia berperan sebagai shock absorber, menahan guncangan eksternal, meski tetap harus mewaspadai potensi risiko jangka panjang.
"Dinamika ini seperti harga saham, nilai tukar maupun dalam hal ini obligasi surat berharga itu seperti FED, kita itu seperti shock absorber. Karena shock-nya terjadi ini adalah bentuk respons yang mungkin harus terbiasa kita lihat namun tidak berarti kita kemudian shifting attention-nya dari fondasi yang tetap harus dijaga," tegasnya.
Ia menambahkan, tekanan ini bukanlah hal baru. Pergerakan US Treasury dan indeks dolar mengindikasikan menurunnya kepercayaan mutlak terhadap mata uang AS.
"US Treasury baik yang 2 tahun maupun 10 tahun agak melemah karena dia diaktifkan tapi dolar indeksnya juga melemah. Jadi kepercayaan 100 persen terhadap dolar juga mulai menurun," ujarnya.
Meskipun indikator volatilitas seperti Fixed Index menunjukkan peningkatan, menurut Sri Mulyani, gejolaknya masih bisa dikelola. Ia mengingatkan bahwa suasana pasar saat ini ibarat “alarm yang mulai berbunyi”, sehingga pemerintah dan pelaku pasar perlu tetap waspada tanpa terjebak dalam kepanikan.
"Fixed Index yaitu volatility juga meningkat tapi kalau kita bandingkan pada saat Covid kenaikannya sebetulnya masih relatively manageable tapi ini menggambarkan suasananya alarm-nya mulai berkunjung jadi kita harus juga tetap hati-hati tanpa panik," tandasnya.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.