Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Bursa Asia Goyah karena Tarif Trump Naik 104 Persen

Bursa Asia melemah setelah tarif Trump terhadap produk Tiongkok resmi berlaku. Nikkei 225 ambles, IHSG ikut terkoreksi, dan pasar global dibayangi ancaman resesi.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 09 April 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Moh. Alpin Pulungan
Bursa Asia Goyah karena Tarif Trump Naik 104 Persen Ilustrasi: papan pantau IHSG di Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Bursa Asia lagi-lagi dibikin gemetar oleh langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Belum tengah minggu, tarif impor terbaru dari Gedung Putih mulai berlaku, dan isinya cukup mencengangkan, bea masuk terhadap produk dari China melonjak ke angka 104 persen.

Dilansir dari AP di Jakarta, Rabu, 9 April 2025, yang paling terasa adalah di Jepang. Indeks Nikkei 225 merosot lebih dari 5 persen, tepatnya 4,7 persen ke level 32.475 saat siang waktu Tokyo. Sementara di Hong Kong, Hang Seng ambles 1,8 persen. Indeks Shanghai hanya turun tipis, tapi tetap saja atmosfer Asia sedang murung. Korea Selatan dengan Kospi-nya kehilangan 1,9 persen, Australia turun 1,8 persen, dan Selandia Baru pun ikut tertular lesu.

Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG membuka perdagangan hari ini, Rabu, 9 April 2025 dengan pelemahan tipis sebesar 0,40 persen atau turun 23 poin ke posisi 5.972. Berdasarkan data RTI Business, terdapat 108 saham yang bergerak menguat, sementara 196 saham berada di zona merah dan 224 saham lainnya stagnan. Total volume transaksi tercatat sebanyak 420,55 miliar lembar saham dengan nilai perdagangan mencapai Rp333,64 miliar.

Reliance Sekuritas dalam riset terbarunya memperkirakan pergerakan IHSG akan tetap cenderung melemah dengan kisaran support di level 5.883 dan resistance di area 6.012. Secara teknikal, reli candle IHSG membentuk pola bearish belt hold dan kini bergerak di bawah garis rata-rata MA5 dan MA20. Sementara indikator stochastic menunjukkan kondisi dead cross yang memperkuat sinyal potensi pelemahan di tengah tekanan bursa global.

Dari sisi analisis gelombang, Analis Teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyebutkan IHSG saat ini berada pada fase gelombang (iii) dari wave [v] dalam skenario hitam.

“Meskipun menguat, nampaknya akan terbatas untuk menguji rentang 6.026–6.114. Namun waspadai tetap koreksi lanjutan di mana IHSG akan mengarah ke 5.633–5.770,” ujar Didit dalam catatan teknikal harian yang dikutip KabarBursa.com, Rabu, 9 April 2025.

Sebenarnya, sehari sebelumnya pasar saham global sempat semringah. S&P 500 sempat menguat 4,1 persen, tapi langsung amblas dan ditutup minus 1,6 persen. Nasdaq juga jatuh 2,1 persen, dan Dow Jones ikut-ikutan turun 0,8 persen. Optimisme yang sempat menyala seketika padam begitu tarif beneran diberlakukan tengah malam tadi.

Menurut analis, fluktuasi semacam ini masih akan terus berlangsung. Sebab belum jelas sampai kapan Trump akan mempertahankan tarif setinggi ini. Kalau bertahan lama, ancaman resesi jadi nyata. Tapi kalau ia memilih duduk di meja perundingan dan menurunkan tensi lebih cepat, mungkin badai bisa dihindari.

Trump sendiri bilang sudah berbicara dengan Presiden Korea Selatan. Ia mengklaim deal besar untuk dua negara sedang didekati. Jepang juga langsung sigap, Perdana Menteri Shigeru Ishiba menunjuk negosiator perdagangan khusus untuk menghadapi Amerika sebagai tindak lanjut dari obrolan dengan Trump.

Tapi China tak tinggal diam. Mereka langsung menegaskan akan berjuang sampai akhir dan menyiapkan balasan. Lewat pernyataan resmi Kementerian Perdagangan, China menyebut langkah Amerika Serikat memberlakukan “tarif resiprokal” itu tidak punya dasar dan cuma bentuk perundungan sepihak ala koboi ekonomi. Negeri Tirai Bambu ini pun menyebut serangkaian balasan yang mereka lakukan selama ini—termasuk tarif tandingan—adalah langkah sah demi melindungi kedaulatan dan kepentingan pembangunan mereka.

“Ancaman AS menaikkan tarif terhadap China adalah kesalahan di atas kesalahan. Ini membongkar watak memeras yang jadi ciri khas Amerika. China tidak akan pernah tunduk. Kalau AS tetap ngotot, China akan melawan sampai akhir,” bunyi pernyataan tersebut.

Kubu Trump melipatgandakan tekanan lewat tarif 104 persen yang akan langsung aktif lewat eksekusi tengah malam, tanpa ada ruang untuk pengecualian. Ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt dan negosiator perdagangan AS Jamieson Greer.

China sendiri masih jadi mitra dagang terbesar AS, terutama untuk produk-produk konsumsi. Tahun 2024, total perdagangan barang kedua negara mencapai sekitar USD582 miliar (setara Rp9.661 triliun), dengan defisit perdagangan AS terhadap China mencapai antara USD263 miliar (sekitar Rp4.365 triliun) hingga USD295 miliar (sekitar Rp4.897 triliun).

Trump memang punya misi lama, yakni mempersempit defisit perdagangan AS. Artinya, ia ingin AS lebih banyak ekspor daripada impor dan tarif dianggap sebagai jurus utama. Tapi sayangnya, langkah ini berisiko menghantam globalisasi—yang selama ini justru bikin harga barang lebih murah dan ekonomi dunia lebih terhubung.

Pasar global pun ikut terbakar. Harga minyak dunia jatuh, minyak mentah AS turun USD2,73 ke level USD56,85 per barel dan Brent anjlok USD2,62 jadi USD60,20. Dolar AS juga melemah terhadap yen Jepang dan euro. Sementara itu, emas justru naik USD35 dan bertengger di angka USD3.025 per ons.(*)