KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan strategi Indonesia dalam menghadapi tekanan kebijakan dagang Amerika Serikat, termasuk tarif tinggi yang diberlakukan terhadap sejumlah negara mitra dagang. Pemerintah Indonesia, kata dia, tidak tinggal diam. Berbagai reformasi fiskal dan administrasi terus digencarkan agar pelaku usaha tidak terlalu terbebani dan tetap kompetitif di tengah dinamika global.
“Kita juga penetapan nilai pabean dan ini juga termasuk yang dikomplain oleh pelaku usaha, termasuk yang dari Amerika. Kita akan menggunakan rentang harga yang berbasis yang valid, jadi ini lebih memberikan kepastian,” ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di menara Mandiri, Jakarta Selatan, Selasa 8 April 2025.
Ia menjelaskan bahwa kuota-kuota impor yang sebelumnya diberlakukan justru menambah beban transaksi, mengurangi transparansi, dan tidak memberikan tambahan penerimaan negara. Dengan menghapus kebijakan tersebut dan menggantinya dengan sistem berbasis data yang valid, proses impor-ekspor akan jauh lebih efisien.
“Kalau ini dihapus akan sangat menentukan banget perbaikan dari sisi import-ekspor Indonesia. Penyediaan perizinan dan tata niaga impor akan disederhanakan berbasis IT dan data,” jelasnya.
Langkah lain yang dilakukan adalah penguatan National Logistic Ecosystem (NLE). Saat ini, 53 pelabuhan dan 7 bandara sudah terintegrasi dengan sistem tersebut. “Sehingga seluruh transaksi itu semuanya digital dan jauh lebih cepat dan pasti,” tambah Sri Mulyani.
Selain itu, ia menyampaikan bahwa pemerintah juga terus mengembangkan implementasi teknologi mutakhir, salah satunya dengan penggunaan hyco x-ray. Dengan teknologi ini, petugas bea cukai tidak lagi perlu membongkar kontainer secara manual karena seluruh isi kontainer sudah dapat terlihat tanpa intervensi langsung dari petugas.
“Kita juga mengimplementasikan hyco x-ray,” ujarnya.
Tak hanya dari sisi logistik dan pengawasan, pemerintah juga melakukan harmonisasi antara kebijakan perpajakan dan kepabeanan.
“Sehingga antara policy kebijakan di hulu hingga ke hilir akan lebih sinergi. Ini untuk memudahkan berbagai transaksi restitusi, perbaikan proses kerja, dan fasilitas impor,” paparnya.
Sri Mulyani menyebut, saat ini proses pemeriksaan dan restitusi pajak telah jauh lebih cepat. Bahkan dalam kasus merger dan akuisisi, Kemenkeu bersedia membuka ruang agar perusahaan lebih lincah menyesuaikan diri dengan situasi ekonomi.
“Kami sangat terbuka untuk membuka dan melihat aspek perpajakan agar perusahaan-perusahaan yang perlu melakukan merger akuisisi itu jauh bisa lebih agile karena situasi memang mengharuskan begitu,” ucapnya.
Dari sisi fiskal, pemerintah juga akan menyesuaikan beberapa tarif. “Kebijakan perpajakan untuk PPh impor, kami akan melakukan penyesuaian untuk produk tertentu yang tadinya antara 2,5 persen ke hanya 0,5 persen. Ini berarti mengurangi lagi 2 persen beban tarif,” kata Sri Mulyani.
Tak hanya itu, tarif bea masuk produk impor dari AS yang semula berada di kisaran 5–10 persen akan diturunkan menjadi 0–5 persen. “Ini untuk produk-produk yang berasal dari Amerika Serikat yang masuk dalam most favored nation,” jelasnya.
Sementara itu, bea keluar untuk crude palm oil (CPO) juga akan disesuaikan untuk mengurangi beban pelaku ekspor.
“Ini juga equivalent mengurangi beban hingga 5 persen,” tegasnya.
Dari sisi trade remedies, Menkeu mengungkap bahwa upaya percepatan proses seperti anti-dumping dan safeguard juga sedang dibenahi.
“Termasuk Menteri Perdagangan, Pak Menko Perekonomian minta agar biaya masuk anti dumping, imbalance safeguard bisa dilakukan dan dipercepat hanya dalam waktu 15 hari. Itu akan kita lakukan bersama dengan KL yang lain,” katanya.
Pasar Global Dan Domestik
Head of Research KIWOOM Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menyarankan investor untuk tetap bersikap hati-hati di tengah kondisi pasar yang sangat volatil saat ini. Ia menilai, langkah paling bijak saat ini adalah melakukan strategi wait and see sambil mencermati perkembangan lanjutan dari pasar global dan domestik.
"Kalau mau jual sekarang saya rasa juga nggak bisa karena market lagi stop, dan kalaupun nanti market buka, mungkin kebanyakan harga saham sudah pada ARB," ujar Liza dalam wawancara di acara Bursa Pagi-Pagi di Studio Kuningan Jakarta Selatan, Selasa, 8 April 2025.
Ia menambahkan, bila masih memungkinkan untuk mengurangi posisi portfolio, investor disarankan melanjutkan langkah tersebut meskipun kesempatan hari ini dinilai cukup sulit.
Dalam pandangan teknikal, Liza menyoroti pergerakan Volatility Index (VIX) atau Fixindex yang saat ini berada di level tertingginya sejak 2020. "Kemarin Fixindex mencapai 60,13, dan secara teknikal mungkin masih bisa naik ke 63. Namun belum terlihat sentimen kuat yang bisa menurunkan kembali level volatilitas ini," jelasnya.
Ia menggarisbawahi bahwa tingginya indeks volatilitas ini banyak dipengaruhi oleh ketegangan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan mitra-mitranya.
Menurutnya, kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump justru berisiko menekan daya beli konsumen di AS sendiri.
“Kenaikan tarif akan dibebankan ke buyer dan konsumen AS, yang pada akhirnya akan memicu inflasi dan mempercepat risiko resesi global, seperti yang diprediksi J.P. Morgan dan Goldman Sachs,” jelasnya.
Di tengah kekhawatiran tersebut, banyak pelaku pasar mulai beralih ke aset safe haven seperti emas dan obligasi, khususnya U.S. Treasury. Liza mengatakan penurunan yield pada obligasi pemerintah AS mencerminkan proyeksi resesi, sehingga pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga lebih agresif dalam waktu dekat, bahkan hingga 4-5 kali dalam setahun.
"Kalau masih ingin bertahan di pasar, obligasi dan emas bisa jadi alternatif yang relatif aman dibanding saham. Gold memang sempat turun sedikit dari level 3000, tapi masih berada dalam tren naik yang sehat, dengan level resistance di sekitar 3180–3200," ungkapnya.
Meski begitu, Liza menilai saat ini memegang uang tunai adalah strategi paling aman. "Cash is king saat ini. Lebih baik kita stay away dulu dari market sampai keadaan cukup adem. Kita tidak masuk dulu dalam sirkus ini sambil menunggu IHSG mencapai support yang solid," ujarnya.
Terkait kebijakan tarif dari Presiden Trump terhadap Indonesia, Liza menilai upaya negosiasi yang dilakukan pemerintah Indonesia sangat penting. Ia mencontohkan bagaimana Vietnam berhasil memperbaiki hubungan dagang dengan AS dengan membabat habis tarif impor dari produk AS.
"Ini tentang bagaimana Indonesia bisa menawarkan nilai tambah kepada AS. Semuanya bergantung pada kelihaian tim negosiator kita, dan mudah-mudahan ini bisa menjadi faktor yang melegakan untuk pasar saham kita," kata Liza.
Ia menutup penjelasannya dengan menyatakan bahwa dinamika proteksionisme global saat ini membuat pasar semakin kompleks dan penuh ketidakpastian. Meski demikian, Liza tetap optimistis akan munculnya peluang dalam jangka menengah, terutama jika terjadi penyesuaian kebijakan global atau terciptanya kesepakatan dagang baru yang lebih stabil. Untuk sementara, ia menyarankan investor tetap tenang dan terus memantau pergerakan pasar dengan cermat.
Kebijakan tarif Trump berimbas ke bursa global. Bahkan untuk Indonesia sendiri, meski baru perdana dibuka karena libur pasca lebaran Idulfitri. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami trading hat atau penghentian perdagangan sementara selama 30 menit akibat bergugurannya harga saham-saham.
Semua sektor mengalami penurunan harga. Sektor teknologi menjadi satu-satunya yang masih bertahan di zona hijau dengan indeks pada level 10.380. Sementara itu, sektor energi melemah 7,53 persen, sektor keuangan turun 7,56 persen, sektor infrastruktur terkoreksi 7,09 persen, dan sektor transportasi mengalami tekanan paling dalam hingga 30,56 persen. Industri dasar juga anjlok 10,07 persen, disusul sektor industri yang turun 4,82 persen. Di sisi lain, sektor properti masih menunjukkan ketahanan dengan kenaikan 6,88 persen, sementara sektor non-siklus konsumen menguat 4,36 persen.
Bahkan ada setidaknya hanya 10 saham yang menguat, 564 saham jatuh dan 59 saham stagnan.(*)