KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi melakukan penyesuaian terhadap perubahan panduan penanganan kelangsungan perdagangan dalam kondisi darurat.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Direksi Bursa Nomor Kep-00196/BEI/12-2024 perihal Perubahan Peraturan II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas dan Surat Keputusan Direksi Bursa Nomor Kep-00024/BEI/03-2020 tentang Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia Dalam Kondisi Darurat.
Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan penyesuaian ini dilakukan pada ketentuan pelaksanaan penghentian sementara perdagangan efek dan batasan persentase Auto Rejection Bawah (ARB) yang tertuang pada surat keputusan direksi tanggal 8 April 2025.
Surat itu tertuang dalam bernomor Kep-00002/BEI/04-2025 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat dan Nomor Kep-00003/BEI/04-2025 perihal Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas.
"Adapun kedua surat keputusan tersebut akan mulai efektif diberlakukan Selasa, 8 April 2025" ujar Kautsar dalam keterangan tertulisnya hari ini.
Kautsar menjelaskan, batasan persentase ARB disesuaikan menjadi 15 persen bagi efek berupa saham pada papan utama, papan pengembangan, dan papan ekonomi baru.
"Kemudian Exchange-Traded Fund (ETF), serta Dana Investasi Real Estat (DIRE) untuk seluruh rentang harga," jelasnya.
Ketentuan penghentian sementara pelaksanaan perdagangan efek akan disesuaikan jika terjadi penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam satu hari bursa yang sama. Beberpaa tindakan telah disiapkan BEI dalam hal ini.
Pertama, trading halt selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan hingga lebih dari 8 persen.
Kemudian, trading halt dilakukan selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 15 persen.
Lalu yang ketiga, trading suspend apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 20 persen dengan beberapa ketentuan seperti sampai akhir sesi perdagangan atau lebih dari satu sesi perdagangan setelah mendapat persetujuan atau perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kautsar menyampaikan, penyesuaian persentase ARB dilakukan untuk menjaga volatilitas pasar dan memastikan perlindungan investor.
Sementara itu, lanjut dia, penyesuaian ketentuan pelaksanaan penghentian sementara perdagangan efek dilakukan sebagai upaya BEI untuk memberikan ruang likuiditas yang lebih luas bagi investor dalam menentukan strategi investasi dengan mempertimbangkan informasi yang ada.
"Dalam penerapan kebijakan ini, BEI juga telah mempertimbangkan best practice pada bursa-bursa di dunia serta memperhatikan masukan pelaku pasar," pungkasnya.
IHSG Siap Diguncang Pascalibur
Sebelumnya diberitakan Kabarbursa.com, IHSG berpotensi dibuka merosot pada Selasa, 8 April 2025, diseret oleh kombinasi tekanan eksternal dan manuver dana asing yang sudah mengambil posisi sejak dini.
Penyebab utama tekanan datang dari pengumuman Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menetapkan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia. Kabar ini datang di saat pasar domestik belum sepenuhnya aktif, memberi waktu bagi investor global untuk menyusun strategi arbitrase.
Meski begitu, bukan berarti IHSG sepenuhnya tanpa penopang. Ekonom Bright Institute, Yanuar Rizky, menilai libur panjang justru memberi ruang bagi efek arbitrase kalender untuk memperlambat tekanan dalam jangka pendek.
“Di bursa kalau libur lama ada keuntungan arbitrase yang disebut T+. Gesernya kalender bursa kita (Indonesia) dengan bank kustodian global jadi memang menolong,” kata Yanuar saat dihubungi Kabarbursa.com, Senin, 7 April 2025.
Menurutnya, gap waktu antara aktivitas bursa lokal dan global menciptakan peluang teknikal bagi pelaku arbitrase, terutama hedge fund, untuk mengejar cuan cepat. Pasar yang tidak seimbang secara waktu transaksi dan likuiditas adalah ladang ideal bagi strategi semacam ini.
Yanuar menyebut skenario ini bukan hal baru dalam sejarah pasar modal Indonesia. Ia menyinggung praktik arbitrase ilegal T+ di luar bursa pada 2002 yang sempat menimbulkan kekacauan. Bedanya, saat itu regulator bertindak.
“Sekarang aturan kita sudah apa saja boleh, halting cuma kalau circuit breaker kena. Jangankan harap penegakan hukum, press conference penjelasan dari OJK saja enggak ada,” ujarnya tajam.
Ia membandingkan situasi sekarang dengan respons Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono di masa lalu, yang berani melakukan inspeksi langsung ke ruang treasury bank saat pasar bergejolak. Menurut Yanuar, ketegasan seperti itu sudah langka hari ini.
Pasar valuta asing menguatkan sinyal kekhawatiran. Nilai tukar USD/IDR di pasar spot melonjak hingga menembus Rp17.250 pada Senin, 7 April 2025, naik 505 poin atau 3,02 persen hanya dalam sehari. Depresiasi tajam ini terjadi di tengah sepinya aktivitas domestik.
Bahkan muncul anomali di tenor 8 bulan, di mana bid dan ask berada di wilayah negatif (-131 dan -58), namun mid-price justru melonjak ke 284 poin. Ini mencerminkan potensi dislokasi likuiditas atau intervensi tidak biasa.
“Kenaikan IHSG menjelang libur lebaran adalah hasil dari posisi short asing. Mereka buka harga jual terbaik saat pasar dibuka, lalu average down di saham sambil average up di USD,” jelas Yanuar.
Sementara itu, investor domestik—khususnya ritel—berisiko terjebak dalam dinamika ini. Banyak yang menunggu cum date dividen dari saham perbankan BUMN, tapi strategi asing bisa membalikkan ekspektasi.
“Retail bisa dipancing lepas kalau asing justru tekan harga ke bawah, apalagi yang motifnya short setelah terima dividen. Ketika harga jatuh, asing bisa masuk lagi dengan yield dividen besar,” terang Yanuar.
Dengan spread NDF yang terus melebar, Bank Indonesia pun terjebak dalam dilema: mempertahankan stabilitas rupiah atau menjaga cadangan devisa. Jika BI melepas dolar terlalu agresif, pihak asing bisa mengunci untung dari posisi NDF mereka.
“Jadi dilihat saja pancing-memancing pakai saham, BI ditekan lepas valas murah,” tambah Yanuar. (*