Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Turun, Pengamat Beri Lampu Hijau untuk Investasi Emas

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 07 April 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Citra Dara Vresti Trisna
Harga Turun, Pengamat Beri Lampu Hijau untuk Investasi Emas Harga emas PT Aneka Tambang (Antam) kembali terkoreksi sebesar Rp23.000 menjadi Rp1.758.000 per gram pada Senin, 7 April 2025. (Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM – Harga emas PT Aneka Tambang (Antam) kembali terkoreksi sebesar Rp23.000 menjadi Rp1.758.000 per gram pada Senin, 7 April 2025. Sementara harga emas dunia masih terpantau di level tinggi, yakni USD3.044,12 per troy ounce.

Di tengah kondisi yang fluktuatif ini, banyak investor mulai bertanya: apakah sekarang saat yang tepat untuk membeli emas?

Pengamat mata uang dan pasar komoditas Ibrahim Assuaibi menilai saat ini pasar emas tengah bergerak dalam kondisi yang tidak sepenuhnya stabil. Meski sempat melemah hingga USD2.096, harga emas dunia kembali menguat ke level USD 2.029 pada perdagangan pagi hari ini.

“Secara jangka pendek harga emas memang mengalami tekanan, salah satunya karena banyak fund besar di Amerika dan Eropa yang menarik dananya dan memilih menyimpan dalam bentuk tunai. Ini terjadi akibat kekhawatiran perlambatan ekonomi global imbas memanasnya perang dagang,” ujar Ibrahim kepada media, Senin, 7 April 2025.

Menurutnya, ketidakpastian politik di Amerika Serikat juga berperan dalam pergerakan harga logam mulia. Aksi demonstrasi di berbagai negara bagian terhadap kebijakan pemotongan anggaran oleh Presiden Donald Trump turut menurunkan kepercayaan publik dan memunculkan kekhawatiran akan instabilitas sosial.

“Kondisi ini menahan laju emas untuk naik lebih tinggi dalam jangka pendek, tapi bukan berarti tren jangka menengah dan panjang berubah. Justru, jika ketegangan geopolitik dan perang dagang terus bereskalasi, harga emas bisa kembali naik ke level USD 3.200,” jelasnya.

Ibrahim juga menyoroti rilis data tenaga kerja AS yang lebih baik dari ekspektasi, serta kemungkinan The Fed menunda pemangkasan suku bunga karena inflasi yang masih tinggi. Hal ini membuat investor cenderung wait and see terhadap aset lindung nilai seperti emas.

Meski demikian, Ibrahim menilai saat ini justru menjadi momentum strategis bagi investor untuk mulai masuk ke emas secara bertahap.

“Sekarang momen yang pas untuk mulai akumulasi, apalagi harga Antam turun cukup dalam. Emas tetap menjadi aset safe haven utama di tengah ketidakpastian global. Jangan tunggu harga naik lagi baru panik beli,” ujarnya.

Goldman Sachs: Reli Emas Belum Berakhir

Kinerja harga emas global masih menunjukkan tenaga yang belum habis. Sejak awal 2024, logam mulia ini sudah melesat lebih dari 40 persen dan terus mencetak rekor baru. Goldman Sachs Research pun kembali menaikkan proyeksi harga emas hingga akhir 2025, dengan perkiraan kenaikan tambahan sebesar 8 persen.

Dengan proyeksi baru ini, harga emas diperkirakan bisa menembus level USD3.100 per troy ons (sekitar Rp51,15 juta), jauh lebih tinggi dibanding estimasi sebelumnya yang hanya berkisar USD2.890 (sekitar Rp47,68 juta).

Analis Goldman Sachs, Lina Thomas, menyatakan bahwa revisi ini terutama didorong oleh peningkatan permintaan dari bank sentral dunia. Sejak invasi Rusia ke Ukraina yang berujung pada pembekuan aset bank sentral Rusia pada 2022, semakin banyak negara memilih mengalihkan cadangan devisanya ke emas sebagai bentuk perlindungan. Hingga saat ini, tren itu belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

Tak cuma bank sentral, investor ritel juga ikut menyerbu pasar emas—terutama lewat instrumen ETF berbasis fisik. Seiring tren pelonggaran suku bunga global, investor mulai menghindari obligasi dan kembali memeluk emas sebagai aset lindung nilai yang lebih menarik.

Meski begitu, Thomas mengingatkan soal peran spekulan di pasar berjangka. Saat ini, posisi spekulatif tergolong tinggi, utamanya karena pasar masih dibayangi ketidakpastian soal tarif baru dari Presiden Donald Trump.

Jika ketegangan global makin dalam—entah karena perang dagang, konflik geopolitik, atau krisis utang AS—para spekulan bisa mendorong harga emas naik lebih agresif lagi. Dalam skenario paling ekstrem, harga emas bisa saja menembus USD3.300 (sekitar Rp54,45 juta) per troy ons pada akhir 2025.

Goldman mencatat lonjakan signifikan dalam pembelian emas institusi di pasar London. Jika sebelumnya rata-rata pembelian hanya sekitar 17 ton per bulan sebelum 2022, maka pada Desember 2024 angkanya melonjak hingga 108 ton. Artinya, permintaan dari bank sentral kini sudah lima kali lipat lebih tinggi dibanding dua tahun lalu—cukup jadi dasar kuat bagi Goldman untuk memperbarui proyeksinya.

Sementara itu, Analis dari Standard Chartered, Suki Cooper, menilai bahwa potensi kenaikan harga emas masih terbuka lebar, mengingat kondisi pasar global yang saat ini cenderung menghindari risiko.

Ia memprediksi bahwa logam mulia tersebut berpeluang mencetak rekor harga baru pada kuartal kedua tahun ini. Dalam laporan yang dikutip oleh Reuters, bank tersebut bahkan memperkirakan harga emas bisa mencapai puncaknya di level USD3.300 per troy ons.

Sebagai aset yang kerap dijadikan pelindung nilai di tengah ketidakpastian global, emas memang menjadi favorit investor dalam situasi tak menentu. Namun, harga emas umumnya lebih menguat saat suku bunga berada di level rendah. Ketika suku bunga tinggi, investor cenderung beralih ke aset lain yang menawarkan imbal hasil lebih kompetitif.

Di sisi lain, HSBC—salah satu institusi perbankan investasi global—juga menaikkan proyeksi harga emas untuk tahun 2025 dan 2026. Dalam laporan yang dirilis pada Rabu, 2 April 2025, HSBC memperkirakan rata-rata harga emas tahun depan bisa menembus USD3.015 per ons, dan USD2.915 per ons pada 2026. Proyeksi ini lebih tinggi dibandingkan estimasi sebelumnya di angka USD2.687 dan USD2.615.

Revisi naik tersebut tak lepas dari meningkatnya ketegangan geopolitik, seperti konflik di Ukraina, pergolakan di Timur Tengah, serta ketidakpastian arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan prospek ekonomi dunia yang belum stabil.

Sementara itu, pembelian emas oleh bank-bank sentral global diprediksi tetap berlanjut hingga tahun depan. Meski begitu, HSBC memperkirakan bahwa laju pembelian tersebut tidak akan seintens periode 2022 hingga 2024.

Apabila harga emas melambung di atas USD3.000 per ons, permintaan bisa melambat. Sebaliknya, penurunan harga ke bawah USD2.800 berpotensi memicu peningkatan pembelian kembali dari bank sentral.

Secara keseluruhan, walau sempat mengalami koreksi, tren harga emas dalam jangka menengah hingga panjang masih menunjukkan arah kenaikan. Ketidakpastian geopolitik dan kondisi ekonomi global yang penuh risiko menjadikan emas tetap relevan sebagai instrumen diversifikasi portofolio bagi para investor. (*)