Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Luky Alfirman Pindah ke Bank Mandiri: PGN Tetap Pede

Kinerja kuartalan PGAS juga menunjukkan tren positif. Pada Q1 2024, laba bersih tercatat Rp1,92 triliun.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 30 March 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Pramirvan Datu
Luky Alfirman Pindah ke Bank Mandiri: PGN Tetap Pede Nasabah di Gerai Bank Mandiri di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (13/1/2025). foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

KABARBURSA.COM – PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) secara resmi mengumumkan berakhirnya masa jabatan Luky Alfirman sebagai anggota Dewan Komisaris perseroan. Hal ini menyusul pengangkatan Luky sebagai Komisaris PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Bank Mandiri Tahun Buku 2024 yang digelar pada 25 Maret 2025 kemarin.

Dalam surat keterbukaan informasi yang ditujukan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia, PGAS menyampaikan bahwa pengangkatan Luky di Bank Mandiri otomatis mengakhiri jabatannya di PGAS. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar Perseroan serta Peraturan Menteri BUMN No. PER-03/MBU/03/2023 yang melarang rangkap jabatan komisaris di dua perusahaan BUMN.

“Terhitung sejak penutupan RUPST BMRI Tahun Buku 2024, masa jabatan Sdr. Luky Alfirman sebagai anggota Dewan Komisaris Perseroan berakhir karena tidak lagi memenuhi persyaratan,” tulis Corporate Secretary PGN, Fajriyah Usman dalam keterangannya, dikutip kabarbursa.com Minggu, 30 Maret 2025.

PGAS juga menegaskan bahwa perubahan struktur komisaris ini tidak berdampak terhadap operasional, keuangan, maupun kelangsungan bisnis perseroan.

Profil Singkat Luky Alfirman

Luky Alfirman bukanlah nama baru di lingkaran strategis BUMN. Sebelum ditunjuk menjadi Komisaris Bank Mandiri, ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan. Luky dikenal sebagai birokrat senior dengan pengalaman luas di bidang fiskal, keuangan publik, dan kebijakan makroekonomi.

Kehadiran Luky di Dewan Komisaris Bank Mandiri diyakini akan memperkuat tata kelola dan arah strategis bank milik negara tersebut. Ia menggantikan posisi yang sebelumnya diisi oleh nama-nama penting di sektor keuangan dan pemerintahan, sejalan dengan rotasi dan penyegaran jajaran komisaris hasil RUPST Bank Mandiri.


Pengangkatan Luky Alfirman sebagai Komisaris Bank Mandiri terjadi di tengah dinamika besar dalam struktur manajemen BUMN. RUPST Bank Mandiri pada 25 Maret 2025 juga menetapkan sejumlah nama baru, termasuk Mia Amiati dan Yuliot sebagai Komisaris. Pergantian ini dianggap sebagai bagian dari strategi memperkuat posisi Bank Mandiri sebagai lembaga keuangan terdepan di Indonesia.

Di sisi lain, PGN sebagai anak usaha Pertamina dan tulang punggung transmisi serta distribusi gas bumi nasional, tengah fokus pada pengembangan jaringan infrastruktur dan diversifikasi bisnis. Meski kehilangan satu anggota Dewan Komisaris, perseroan menegaskan komitmennya untuk tetap menjalankan rencana bisnis yang telah ditetapkan.

“Perseroan akan segera menyampaikan pemberitahuan resmi kepada Menteri BUMN untuk proses administratif pemberhentian sesuai regulasi yang berlaku,” ujar Fajriyah.

Kinerja PGN dan Tantangan ke Depan

PGN mencatat kinerja keuangan yang impresif sepanjang 2024. Emiten sektor energi ini berhasil membukukan laba bersih tahunan sebesar Rp5,48 triliun, tumbuh 27,8 persen dibandingkan 2023 yang sebesar Rp4,29 triliun. Capaian ini menegaskan efisiensi operasional dan strategi bisnis yang mulai membuahkan hasil, di tengah gejolak harga energi global dan tekanan makroekonomi.

Kinerja kuartalan PGAS juga menunjukkan tren positif. Pada Q1 2024, laba bersih tercatat Rp1,92 triliun, jauh melampaui periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,28 triliun. Namun, mulai Q2 dan Q3 terjadi perlambatan kinerja, yang masing-masing tercatat Rp1,13 triliun dan Rp930 miliar. Di Q4, PGAS kembali rebound dengan laba Rp1,49 triliun.

Dari sisi valuasi, PGAS berada dalam posisi yang menarik bagi investor. Price to Earnings (P/E) ratio saat ini berada di level 6,87 kali, jauh lebih rendah dibandingkan rerata sektor energi di Indonesia, yang menandakan valuasi yang cukup murah. Dividend yield yang ditawarkan sebesar 9,54 persen dengan payout ratio stabil di 65,56 persen, menjadikan saham PGAS sebagai salah satu pilihan menarik untuk investor dividen.

Selain itu, PGAS juga mencatatkan EPS (earning per share) sebesar Rp226,23 dan revenue per share mencapai Rp2.525. Rasio Price to Book Value (PBV) sebesar 0,83 mengindikasikan saham ini masih diperdagangkan di bawah nilai bukunya, membuka potensi revaluasi di masa depan.

Namun, PGAS tidak lepas dari tantangan struktural dan eksternal. Salah satu isu utama adalah fluktuasi harga gas alam global yang dipengaruhi oleh geopolitik dan pergeseran permintaan. Selain itu, konsumsi gas domestik belum sepenuhnya pulih akibat perlambatan di sektor industri padat energi.

Dari sisi operasional, PGAS harus menghadapi biaya distribusi dan infrastruktur yang tinggi, serta peningkatan kebutuhan investasi di sektor hilir untuk memperluas jaringan pipa dan fasilitas regasifikasi. PGAS juga dituntut untuk lebih agresif dalam beradaptasi dengan tren energi bersih, sejalan dengan kebijakan transisi energi nasional menuju energi rendah karbon.

Sementara itu, pasar masih mencermati strategi diversifikasi PGAS dalam memperluas portofolio bisnis, termasuk ekspansi ke LNG retail, proyek gasifikasi batubara, dan sinergi dengan entitas di bawah Holding Pertamina. Selain itu, isu tata kelola dan ketergantungan terhadap kebijakan harga gas industri yang diatur pemerintah menjadi faktor eksternal yang masih membayangi kinerja perseroan.

Harga saham PGAS per 28 Maret 2025 berada di level Rp1.555, naik tipis 0,32 persen dari hari sebelumnya. Meski mengalami volatilitas sepanjang kuartal pertama 2025, saham PGAS relatif stabil dibandingkan banyak saham energi lain yang terdampak tekanan eksternal. (*)