Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ekonom: Buyback Jadi Celah Manipulasi Harga Saham

Tanpa pengawasan ketat, kebijakan ini justru bisa membuka celah bagi manipulasi harga saham di pasar modal.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 29 March 2025 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Yunila Wati
Ekonom: Buyback Jadi Celah Manipulasi Harga Saham Pengunjung BEI memantau pergerakan IHSG. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

KABARBURSA.COM - Kebijakan buyback saham yang digencarkan pemerintah dinilai sebagai langkah positif, namun tetap membutuhkan penguatan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG). 

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin, mengingatkan bahwa tanpa pengawasan ketat, kebijakan ini justru bisa membuka celah bagi manipulasi harga saham di pasar modal.

"Kebijakan buyback ini bagus, tetapi harus diikuti dengan penegakan GCG yang serius di pasar modal kita. Kalau tidak dengan floating saham yang makin tipis akibat buyback, para manipulator harga saham makin mudah dan senang bermain," ujar Wijayanto kepada KabarBursa.com, Sabtu 29 Maret 2025.

Ia menjelaskan, kondisi tersebut bisa membuat pasar modal Indonesia semakin tidak stabil dan jauh dari kondisi yang mencerminkan nilai fundamental sesungguhnya. Akibatnya, investor jangka panjang dan serius bisa enggan masuk ke pasar modal domestik.

"Pasar modal kita akan makin volatile dan makin artifisial, membuat investor serius enggan masuk," tambahnya.

Untuk itu, Wijayanto menekankan pentingnya peran pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, dalam memberikan dukungan penuh kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna memperbaiki kondisi pasar modal. Menurutnya, pasar modal adalah salah satu indikator utama bagi investor global dalam menilai kondisi ekonomi Indonesia.

"Pak Prabowo perlu memberikan dukungan penuh kepada OJK untuk memperbaiki pasar modal kita, karena pasar modal adalah jendela bagi investor global untuk melihat ekonomi kita. Kalau kaca jendelanya buram, buram juga persepsi dunia tentang ekonomi kita, dan sebaliknya," tuturnya.

Untuk diketahui, sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengumumkan rencana buyback saham dalam berbagai periode dan jumlah dana yang signifikan. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) menjadi salah satu emiten dengan jumlah dana buyback terbesar, yakni Rp3 triliun, dengan periode buyback berlangsung selama 12 bulan setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan batas maksimal 10 persen dari modal disetor.

Hal serupa juga dilakukan oleh PT Barito Pacific Tbk (TPIA) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), masing-masing dengan dana Rp2 triliun. Periode buyback TPIA berlangsung dari 21 Maret hingga 20 Juni 2025, dengan jumlah saham yang akan dibeli kembali mencapai 250 juta lembar. Sementara itu, BREN melaksanakan buyback pada 24 Maret hingga 23 Juni 2025, dengan batas maksimal 0,2 persen dari modal disetor.

PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) mengalokasikan dana Rp1,9 triliun untuk buyback yang akan berlangsung dari 26 Maret 2025 hingga 25 Juni 2025, namun tidak disebutkan jumlah maksimal saham yang akan dibeli kembali. 

Di sektor perbankan lainnya, Bank Negara Indonesia (BBNI) dan Bank Mandiri (BMRI) juga berencana melakukan buyback dengan dana masing-masing Rp1,5 triliun dan Rp1,17 triliun, dengan batas maksimal 10 persen dari modal disetor. Periode buyback BMRI akan dimulai pada 26 Maret hingga 25 Maret 2025, sementara BBNI akan berlangsung selama 12 bulan setelah RUPS.

Beberapa emiten lain yang turut serta dalam program buyback ini termasuk PT Unilever Indonesia Tbk (ULTJ) dengan dana Rp1,67 triliun (24 Maret - 23 Juni 2025), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp1 triliun (26 Maret - 24 Juni 2025) dengan batas maksimal 20 persen dari modal disetor, serta PT Avia Avian Tbk (AVIA) yang juga mengalokasikan Rp1 triliun.

Di sektor energi dan infrastruktur, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) mengalokasikan Rp820 miliar dengan rencana buyback dari 25 Maret 2025 hingga 25 Juni 2025, dengan jumlah saham yang akan dibeli kembali mencapai 407.190.478 lembar. PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) menyiapkan Rp500 miliar untuk buyback 286 - 416 juta lembar saham pada periode yang sama.

Beberapa emiten dengan dana buyback yang lebih kecil termasuk PT Cuan Generasi Tbk (CUAN) dan PT Sido Muncul Tbk (SIDO), masing-masing sebesar Rp500 miliar dan Rp300 miliar. Sementara itu, PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) akan melakukan buyback senilai Rp251,9 miliar, dan PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD) dengan Rp50 miliar dalam periode 12 bulan setelah RUPS.

Menariknya, PT Industri dan Perdagangan Bintraco Dharma Tbk (ISSP) dan PT Mulia Boga Raya Tbk (KEJU) juga ikut serta dalam aksi buyback ini. ISSP menargetkan buyback dengan dana Rp75 miliar, sementara KEJU mengalokasikan Rp14,5 miliar untuk membeli kembali sebanyak 21.937.500 lembar saham dalam periode yang cukup panjang, yakni 22 April 2025 hingga 21 April 2026.

Efeknya Hanya Sementara

Sementara, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai kebijakan relaksasi buyback saham oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tanpa mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai langkah yang tepat dalam situasi darurat, tetapi efektivitasnya dalam mengembalikan kepercayaan pasar masih dipertanyakan.

Menurutnya, kebijakan ini berpotensi mencegah kejatuhan lebih dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), namun tidak cukup untuk memicu pemulihan yang berkelanjutan tanpa adanya perbaikan fundamental ekonomi.

"Langkah ini berpotensi mengurangi jumlah saham beredar (float) dan meningkatkan harga saham melalui mekanisme supply-demand," ujar Achmad kepada KabarBursa.com melalui aplikasi perpesanan pada Kamis, 20 Maret 2025.

Langkah OJK membebaskan emiten untuk melakukan buyback saham tanpa persetujuan RUPS merupakan respons cepat dalam menghadapi aksi jual besar-besaran investor asing. Namun, harus dipahami bahwa buyback hanya bersifat temporer dan tidak serta-merta bisa mengembalikan IHSG ke level stabil.

Relaksasi aturan buyback saham tanpa RUPS dirancang untuk menghilangkan hambatan birokrasi. Biasanya, perusahaan memerlukan waktu berminggu-minggu untuk menggelar RUPS guna mendapatkan persetujuan pemegang saham. Namun tidak karena kebijakan baru tersebut.

"Meski IHSG sempat rebound 2 persen setelah pengumuman, indeks kembali fluktuatif dalam beberapa hari berikutnya. Ini menunjukkan bahwa pasar masih ragu apakah mampu mengatasi akar masalah," ucap dia.

Menurutnya, efektivitas buyback sangat bergantung pada kesiapan emiten untuk mengalokasikan dana internal mereka.(*)