Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rupiah Terpuruk, DPR Minta Pemerintah Ambil Langkah Konkret

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 26 March 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Citra Dara Vresti Trisna
Rupiah Terpuruk, DPR Minta Pemerintah Ambil Langkah Konkret Ilustrasi pelemahan rupiah. (Foto: Kabar Bursa/Abbas S)

KABARBURSA.COM – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi H Amro menegaskan, pelemahan Rupiah yang terus berlanjut harus menjadi perhatian serius pemerintah. Saat ini, rupiah menyentuh Rp16.640 per dolar AS, mendekati level kritis krisis 1998 dan pandemi COVID-19.  

“Pelemahan ini mengkhawatirkan, terutama karena terjadi saat indeks dolar AS belum terlalu kuat. Artinya, ada faktor domestik yang juga menekan nilai tukar, seperti sentimen investor dan kebijakan ekonomi yang belum sepenuhnya meyakinkan,” kata Fauzi kepada Kabarbursa.com, Rabu, 26 Maret 2025.  

Menurutnya, pelemahan Rupiah dapat berdampak luas pada ekonomi, terutama dalam meningkatkan biaya impor, membebani utang luar negeri, serta menekan daya beli masyarakat.  

Sebagai bagian dari fungsi pengawasan, Fauzi menyebut bahwa DPR terus mencermati situasi ini dan siap menindaklanjuti jika kondisi semakin memburuk.  

"Saat ini masih masa reses, jadi belum ada jadwal pemanggilan resmi terhadap Bank Indonesia dan Kemenkeu. Namun, kami tetap memonitor situasi dan akan berkomunikasi dengan mereka untuk memastikan ada langkah konkret dalam menjaga stabilitas rupiah," jelasnya.  

Fauzi menekankan bahwa stabilitas Rupiah harus menjadi prioritas pemerintah. Ia mendorong otoritas moneter dan fiskal untuk segera mengambil kebijakan yang lebih tegas agar dampak pelemahan ini tidak semakin meluas ke sektor lain.  

"Kepercayaan pasar harus dijaga. Jika tidak ada langkah yang cepat dan jelas, dampaknya bisa lebih besar terhadap perekonomian nasional," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menyebut situasi ini sebagai “Alarm Siaga 1”.
 
 Liza menyoroti bahwa posisi USD/IDR saat ini telah mencapai area resistance krusial di sekitar Rp16.640, yang sebelumnya menjadi titik pelemahan Rupiah saat krisis COVID-19. Ia juga menambahkan bahwa level Rp16.950 merupakan batas penting yang pernah terjadi pada krisis moneter 1998.

Menurutnya, Rupiah telah jatuh hingga titik terendah selama pandemi COVID, di mana saat itu menyentuh Rp16.640 per dolar. Ia menegaskan bahwa angka tersebut sudah sangat dekat dengan level krisis 1998 di sekitar Rp16.950, yang seharusnya menjadi peringatan serius.

"Sewajarnya ini menyalakan ALARM SIAGA 1!" ungkapnya dalam laporan teknikal yang diterima Kabarbursa.com, Rabu, 26 Maret 2025.

Menurutnya, yang membuat situasi ini semakin mengkhawatirkan adalah pelemahan Rupiah terjadi ketika indeks dolar global (DXY) belum berada di level tertinggi. Ini menunjukkan bahwa depresiasi bukan sepenuhnya akibat penguatan dolar, melainkan ada indikasi permasalahan dalam fundamental Rupiah itu sendiri. Liza menilai hal ini sebagai peringatan serius bagi publik bahwa pelemahan kurs tidak hanya dipicu oleh faktor eksternal.

Dari sudut pandang teknikal, ia melihat adanya kemungkinan pelemahan dolar dalam waktu dekat, yang didukung oleh pola RSI negative divergence serta kemunculan candle doji pada grafik bulanan USD/IDR. Ia menjelaskan bahwa RSI negative divergence terjadi ketika arah grafik harga tidak selaras dengan indikator kekuatan pasar.

Dalam hal ini, meskipun USD/IDR terus mengalami kenaikan, yang menandakan Rupiah makin melemah, indikator RSI justru tidak menunjukkan penguatan sejalan dengan harga.

Ia menilai bahwa situasi seperti ini sering menjadi indikasi awal bahwa tren mulai melemah atau berpotensi mengalami pembalikan arah. Dengan kata lain, ada kemungkinan dolar mulai kehilangan momentumnya dan bisa segera berbalik melemah terhadap Rupiah.

Selain itu, Liza menyoroti keberadaan candle doji, yang merupakan pola candlestick yang menandakan ketidakpastian di pasar. Ia menjelaskan bahwa pola ini muncul ketika harga pembukaan dan penutupan hampir sama, mencerminkan adanya tarik-menarik antara pembeli dan penjual. 

"Jika doji ini muncul di ujung tren naik, sering kali dianggap sinyal bakal ada perubahan arah pasar—dalam hal ini, bisa jadi dolar bakal koreksi dan Rupiah punya peluang buat rebound tipis," jelasnya.

Namun, pertanyaannya, faktor apa yang cukup kuat untuk mendorong pelemahan dolar?

Salah satu harapan, menurutnya, datang dari data PCE Price Index AS yang akan dirilis pada Jumat mendatang. Jika data inflasi AS menunjukkan pelemahan, pasar mungkin akan mulai mengantisipasi kebijakan dovish dari The Fed, yang berpotensi menekan dolar global.

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa skenario ini bisa berubah jika ketegangan geopolitik dan kebijakan tarif Donald Trump semakin memanas. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa investor perlu menyiapkan strategi mitigasi yang matang dan tetap disiplin dalam menjalankan rencana trading masing-masing.

"Jadi, jangan pernah lupakan satu hal: pasar selalu benar! Kita, sebagai investor maupun trader, hanya bisa melakukan mitigasi risiko dan menjalankan trading plan dengan disiplin," tegasnya. (*)