KABARBURSA.COM - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) secara resmi menyampaikan bahwa Mucharom tidak lagi menjabat sebagai anggota direksi perseroan, seiring dengan pengangkatannya sebagai anggota direksi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada 24 Maret 2025.
Dikutip KabarBursa.com dari keterbukaan informasi Rabu, 26 Maret 2025 keputusan ini mengacu pada ketentuan Pasal 9 POJK No. 46/POJK.03/2017 tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum, serta Pasal 15 ayat (1) dan (2) POJK No. 17 Tahun 2023 mengenai Tata Kelola Bank Umum.
Selain itu, perubahan ini juga sejalan dengan Pasal 11 ayat (14) Anggaran Dasar BNI, yang mengatur bahwa jabatan seorang direksi otomatis berakhir jika yang bersangkutan diangkat sebagai direksi di entitas lain.
Pihak BNI menyampaikan bahwa pemberhentian resmi Mucharom dari jabatan sebelumnya akan dikonfirmasi dalam RUPS Rabu, 26 Maret 2025.
Dalam keterangan tersebut, pihak BNI menyatakan bahwa laporan ini disampaikan sebagai bagian dari keterbukaan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI), serta bentuk tanggung jawab transparansi atas perubahan struktur pengurus di tubuh BNI.
Sementara melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada Rabu, 26 Maret 2025, para pemegang saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) secara resmi menetapkan Putrama Wahju Setyawan sebagai Direktur Utama perseroan yang baru. Dalam forum yang sama, Alexandra Askandar turut ditunjuk sebagai Wakil Direktur Utama, memperkuat struktur kepemimpinan BNI ke depan.
Putrama, yang memiliki rekam jejak panjang di internal BNI, sebelumnya telah mengemban berbagai posisi strategis seperti Wakil Direktur Utama pada 2024, Direktur Retail Banking, Direktur Treasury & International Banking, hingga Direktur Bisnis Korporasi. Ia menggantikan Royke Tumilaar, yang telah menakhodai BNI sejak 2020.
Komposisi Direksi dan Komisaris Terbaru BNI:
Susunan Dewan Komisaris:
Laba BBNI Capai Rp1,7 Triliun, Tekanan NIM Masih Membayangi
Hingga Februari 2025, BNI mencatatkan laba bersih bank only sebesar Rp1,7 triliun, tumbuh 7 persendibanding periode yang sama tahun sebelumnya, serta meningkat 2,1 persen dibanding bulan sebelumnya.
Dengan kinerja tersebut, total laba bersih akumulatif selama dua bulan pertama tahun ini mencapai Rp3,3 triliun, naik 8,3 persen secara tahunan, dan sesuai ekspektasi konsensus pasar yang memproyeksikan pertumbuhan laba tahunan konsolidasi sebesar 8,8 persen.
Walaupun kinerja mencatatkan pertumbuhan, struktur profitabilitas bank masih menunjukkan sinyal campuran. Penyumbang utama pertumbuhan adalah penurunan biaya kredit (Cost of Credit/CoC), meski tekanan terhadap Net Interest Margin (NIM) akibat kondisi likuiditas yang ketat masih menjadi isu utama.
CoC BNI pada Februari 2025 berada di level 0,73 persen, membaik dari 0,99 persen di Februari 2024 dan 0,82 persen di Januari 2025. Secara kumulatif, CoC dua bulan pertama tahun ini tercatat 0,77 persen, turun signifikan dari 1,06 persen pada periode yang sama tahun lalu, serta berada di bawah batas atas proyeksi tahunan perusahaan di angka ±1 persen.
Analis dari Stockbit Edi Chandren, menjelaskan bahwa penurunan CoC mencerminkan pengelolaan risiko kredit yang lebih baik oleh BBNI, yang turut mendorong peningkatan laba. Beban provisi pada Februari 2025 tercatat Rp455 miliar, turun 19 persen YoY dan 12 persen MoM. Secara akumulatif, beban provisi selama dua bulan pertama turun 20 persen secara tahunan.
NIM dan PPOP Tertekan, Pendapatan Non-Bunga Menjadi Penopang
Pertumbuhan Net Interest Income (NII) melambat, hanya naik 1,8 persen YoY menjadi Rp2,9 triliun, dan menurun 8 persen secara bulanan. Sebaliknya, pendapatan non-bunga tumbuh lebih kuat, yakni 12 persen YoY dan 5,1 persen MoM.
Namun, peningkatan biaya operasional (opex) sebesar 9,7 persen YoY dan penurunan MoM sebesar 5,9 persen membuat Pre-Provision Operating Profit (PPOP) hanya naik 1,8 persen YoY, dan turun 1,6 persen MoM.
NIM mengalami penurunan lebih lanjut menjadi 3,44 persen pada Februari, dari 3,52 persen setahun sebelumnya dan 3,71 persen di Januari 2025. Rata-rata dua bulan pertama tahun ini sebesar 3,58 persen, lebih rendah dibandingkan 3,64 persen pada periode sama 2024, dan di bawah panduan manajemen BBNI untuk 2025 yang berada di kisaran 4–4,2 persen.
Edi memperkirakan tekanan terhadap NIM masih akan berlanjut selama paruh pertama 2025, seiring dengan likuiditas yang masih ketat. Namun, pemulihan NIM diharapkan mulai terlihat pada semester kedua. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.