KABARBURSA.COM – Putrama Wahju Setyawan resmi ditunjuk oleh para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) sebagai direktur utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Rapat yang berlangsung pada Rabu, 26 Maret 2025 ini juga menetapkan Alexandra Askandar sebagai wakil direktur utama.
Putrama, yang merupakan seorang bankir yang berkarier sejak lama di BNI, menggantikan posisi Royke Tumilaar yang telah menjabat sejak 2020.
Sebelum terpilih sebagai direktur utama, Putrama telah mengisi jabatan penting di BNI, antara lain wakil direktur utama pada 2024. Sebelumnya, ia menduduki direktur bisnis korporasi, direktur treasury dan internasional, dan direktur retail banking.
Alexandra resmi mengakhiri masa jabatannya sebagai Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Bank Mandiri yang digelar pada Selasa, 25 Maret 2025, posisi wakil direktur utama kini diisi oleh Riduan.
Alexandra telah berkarier lama di Bank Mandiri, sebelumnya menjabat sebagai Direktur Corporate Banking (2019–2020) dan Direktur Hubungan Kelembagaan (2018–2019).
Dewan Direksi:
Dewan Komisaris:
BBNI Bukukan Laba Rp1,7 Trilun
BBNI membukukan laba bersih bank only sebesar Rp1,7 triliun pada Februari 2025, meningkat 7 persen secara tahunan (yoy) dan 2,1 persen secara bulanan (MoM). Dengan demikian, total laba bersih bank only selama dua bulan pertama tahun ini mencapai Rp3,3 triliun, tumbuh 8,3 persen yoy dan sejalan dengan estimasi pertumbuhan laba konsolidasi sepanjang 2025 sebesar 8,8 persen yoy menurut konsensus pasar.
Meskipun kinerja Februari 2025 menunjukkan pertumbuhan laba yang positif, performa BBNI masih bersifat campuran (mixed). Faktor utama yang mendukung peningkatan laba adalah penurunan biaya kredit (Cost of Credit/CoC), sementara tekanan terhadap Net Interest Margin (NIM) akibat ketatnya likuiditas tetap menjadi perhatian utama investor.
Pada Februari 2025, CoC bank only turun ke 0,73 persen, lebih rendah dibandingkan 0,99 persen pada Februari 2024 dan 0,82 persen pada Januari 2025. Secara kumulatif, CoC selama dua bulan pertama tahun 2025 tercatat sebesar 0,77 persen, membaik dari 1,06 persen pada periode yang sama tahun lalu. Angka ini juga lebih rendah dibandingkan panduan (guidance) manajemen untuk 2025 di kisaran ±1 persen.
"Penurunan CoC ini menunjukkan keberhasilan BBNI dalam mengelola risiko kredit dengan lebih baik, yang pada akhirnya berdampak positif terhadap profitabilitas perusahaan," ujar Edi Chandren, Investment Analyst Lead Stockbit.
Penurunan CoC ini berdampak pada beban provisi yang turun menjadi Rp455 miliar pada Februari 2025, atau turun 19 persen yoy dan 12 persen MoM. Secara keseluruhan, beban provisi selama dua bulan pertama tahun 2025 mengalami penurunan signifikan sebesar 20 persen yoy, memberikan dampak positif terhadap profitabilitas bank.
Net Interest Income (NII) hanya tumbuh tipis menjadi Rp2,9 triliun pada Februari 2025, naik 1,8 persen yoy tetapi turun 8 persen MoM. Sementara itu, pendapatan non-bunga (Non-Interest Income) mencatat pertumbuhan yang lebih kuat sebesar 12 persen yoy dan 5,1 persen MoM, meskipun beban operasional (opex) meningkat 9,7 persen yoy tetapi turun 5,9 persen MoM. Akibat dinamika ini, Pre-Provision Operating Profit (PPOP) hanya tumbuh 1,8 persen yoy dan turun 1,6 persen MoM.
Tekanan terhadap NIM tetap menjadi tantangan, dengan angka NIM Februari 2025 tercatat di 3,44 persen, turun dari 3,52 persen pada Februari 2024 dan 3,71 persen pada Januari 2025. Secara kumulatif, NIM selama dua bulan pertama tahun 2025 berada di 3,58 persen, lebih rendah dibandingkan 3,64 persen pada 2M24. Kedua angka ini merupakan yang terendah setidaknya sejak 1M22 dan berada di bawah panduan manajemen BBNI untuk 2025 yang berkisar 4–4,2 persen.
"Kami melihat tekanan terhadap NIM ini masih akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan, terutama karena kondisi likuiditas yang ketat. Namun, manajemen optimistis NIM akan kembali menguat pada semester kedua 2025," tambah Edi Chandren.
Manajemen BBNI sebelumnya telah mengindikasikan bahwa NIM kemungkinan akan tetap tertekan selama semester pertama 2025 akibat ketatnya likuiditas sebelum berpotensi membaik pada semester kedua.
Di sisi lain, pertumbuhan kredit BBNI terus melandai, mencapai 10,2 persen yoy pada dua bulan pertama tahun 2025, dibandingkan 10,3 persen yoy pada Januari 2025 dan 10,7 persen yoy pada 12M24. Angka ini masih sesuai dengan target pertumbuhan kredit konsolidasi BBNI untuk 2025 yang berada di kisaran 8–10 persen yoy.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) mulai mencatat pertumbuhan positif sebesar 1 persen yoy pada dua bulan pertama tahun 2025, setelah mengalami kontraksi dalam dua bulan sebelumnya (-0,1 persen yoy pada 1M25 dan -1,1 persen yoy pada 12M24). Namun, ketidakseimbangan antara pertumbuhan kredit dan DPK menyebabkan likuiditas tetap ketat, dengan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) mencapai 95,7 persen pada dua bulan pertama tahun 2025, lebih tinggi dibandingkan 87,8 persen pada 2M24 dan 96,8 persen pada Januari 2025.
"Dengan LDR yang tinggi, BBNI harus terus mengoptimalkan strategi pendanaan agar tidak menghadapi risiko likuiditas yang lebih besar di masa depan," tutup Edi Chandren.
LDR BBNI saat ini merupakan yang tertinggi di antara empat bank besar (big 4 banks) lainnya di Indonesia. Oleh karena itu, perkembangan likuiditas bank akan terus menjadi perhatian investor dalam beberapa bulan mendatang. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.