KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG sempat menyentuh level 5.967 pada sesi satu pada perdagangan Senin, 24 Maret 2025. Menurut Founder Stocknow.id Hendra Wardana, penurunan tajam IHSG pada sesi siang ini disebabkan oleh faktor domestik, seperti pengaruh musiman menjelang hari raya Idul Fitri.
"Faktor musiman menjelang libur Lebaran membuat investor melakukan aksi jual atau profit-taking, mengurangi likuiditas pasar," kata Hendra saat dihubungi Kabarbursa.com, Senin, 24 Maret 2025.
Penurunan saham-saham besar seperti BREN (-9 persen), BBCA (-2 persen), DCII (-7 persen), dan TPIA (-8 persen) turut memberi dampak siginifikan terhadap IHSG. Sebab, saham-saham ini memiliki bobot yang besar.
Di sisi lain, menurut Hendra, komentar Presiden Prabowo Subianto yang seperti meremehkan dampak penurunan IHSG beberapa waktu lalu, sedikit banyak ikut memperburuk sentimen pasar. Apalagi pasar saham sering dipandang sebagai barometer kepercayaan investor terhadap perekonomian.
"Kondisi ekonomi makro yang melambat, penurunan daya beli, dan meningkatnya PHK, juga memperburuk sentimen pasar," ujar dia.
Hendra melanjutkan, penurunan IHSG juga dipengaruhi oleh ketidakpastian global. Hal ini disebabkan oleh potensi arus modal keluar dari pasar emerging market yang memperburuk tekanan pada indeks.
Rilis penting yang akan datang, seperti konferensi pers BP Danantara dan RUPST Bank Himbara, juga bisa mempengaruhi arah pasar. Dia menilai, pengumuman terkait kebijakan-kebijakan strategis dari dua agenda ini bisa menjadi penentu arah IHSG dalam beberapa hari ke depan.
"Jika kebijakan yang diumumkan tidak sesuai dengan harapan pasar atau menciptakan ketidakpastian lebih lanjut, maka pasar saham dapat merespons dengan penurunan lebih dalam," ungkapnya.
Lebih jauh dia menerangkan, penurunan IHSG ini mencerminkan adanya ketidakpastian yang terjadi di pasar modal Indonesia. Ini dipengaruhi oleh beragam faktor eksternal dan domestik.
Selain faktor musiman dan koreksi saham-saham besar, sentimen negatif terhadap prospek ekonomi Indonesia semakin diperburuk dengan penurunan penerimaan pajak dan tingkat konsumsi masyarakat yang menurun.
Dia bilang, hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat semakin melemah, yang berpotensi berdampak negatif pada kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa saham.
"Investor pun lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi, sehingga menyebabkan pasar cenderung bergerak lebih rendah," tandasnya.
Hendra pun memperkirakan, jika IHSG tidak mampu bertahan di level psikologis 6.000, kemungkinan besar akan menguji level support di 5.800.
"Oleh karena itu, perkembangan pasar akan sangat bergantung pada respons pasar terhadap pengumuman yang akan datang serta kondisi ekonomi domestik dan global," pungkasnya.
Adapun pada penutupan sesi I, IHSG terpantau masih koreksi sebesar -2,30 persen atau turun 143 poin ke level 6.114. Seiring melemahnya indeks, 555 saham di zona merah, 100 saham menguat, dan 139 saham stagnan.
Pengamat: RI Hadapi Game Volatilitas
Di sisi lain Pengamat Ekonomi Yanuar Rizky menilai, pelemahan IHSG dan volatilitas pasar saat ini dipicu oleh sejumlah faktor, baik dari dalam maupun luar negeri, dengan tekanan utama berasal dari dinamika rebalancing portofolio global hedge fund yang lazim terjadi pada periode Maret.
Global hedge fund, semacam klub investasi eksklusif yang dikelola oleh profesional, punya strategi lebih bebas dibanding reksa dana biasa. Mereka bisa mencari untung dari pasar yang naik maupun turun dengan berbagai cara seperti jual beli saham.
“Kita sedang menghadapi game volatilitas yang menekan Bank Indonesia (BI) untuk bersaing dalam menetapkan suku bunga baru untuk instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI),” kata Yanuar melalui pesan singkat kepada Kabarbursa.com, Senin, 24 Maret 2025.
Ia menambahkan, meskipun Bank Indonesia (BI) masih dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak pasar saham, harga yang harus dibayar adalah lonjakan utang luar negeri BI akibat kebutuhan menyerap likuiditas melalui SRBI dengan tingkat bunga yang meningkat.
“Apakah ini terkendali? Sepanjang ini masih sebatas permainan rebalancing portofolio temporer hedge fund global yang biasa terjadi di Maret, maka volatilitas bisa mereda di April,” tutur dia.
Namun, Yanuar menggarisbawahi adanya potensi risiko lanjutan dari sisi fiskal dan sosial politik. Menurutnya, masalah pada on curve fiskal atau tren ekonomi fiskal Indonesia berpotensi memperburuk kondisi transaksi antar kelas masyarakat dan berujung pada pelemahan ekonomi domestik yang lebih dalam.
"Problemnya isu fiskal kita sedang buruk. A head the curve ada potensi pemburukan kondisi akibat masalah sosial politik,” paparnya.
Selain itu, ia juga menyinggung faktor teknikal di pasar surat utang, di mana suku bunga lelang terakhir Surat Utang Negara (SUN) telah mendekati suku bunga SRBI. Hal ini turut mendorong pelemahan Rupiah dan memperdalam tekanan jual di pasar saham.
“Maret memang periode rebalancing portofolio hedge fund global. Saham kita bisa jadi target downgrade atau volatilitas jangka pendek tahun ini karena berbagai isu yang saya sebutkan,” tandasnya.