Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Laba Bersih Mulai Pulih, BBRI Bersiap Buyback

Buyback ini akan dimulai dengan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 24 Maret 2025 dengan sepuluh mata acara yang akan dibahas.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 24 March 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Yunila Wati
Laba Bersih Mulai Pulih, BBRI Bersiap Buyback Gedung Bank Rakyat Indonesia atau BBRI. Dok: BBRI

KABARBURSA.COM - Bank Rakyat Indonesia (BBRI) menunjukkan pemulihan yang signifikan dalam kinerja keuangan pada Februari 2025 setelah mengalami tekanan pada Januari 2025. 

Laba bersih bank only tercatat sebesar Rp4,6 triliun, tumbuh 42 persen secara tahunan (YoY) dan melonjak 129 persen dibandingkan bulan sebelumnya (MoM). Dengan demikian, laba bersih selama dua bulan pertama tahun 2025 mencapai Rp6,6 triliun.

Angka tersebut sebenarnya masih lebih rendah 18 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan, angka ini masih di bawah estimasi konsensus yang memperkirakan pertumbuhan laba bersih konsolidasi sepanjang tahun 2025 hanya turun 1,3 persen YoY. Kondisi ini akibat dampak dari strategi manajemen dalam membentuk cadangan (management overlay) pada Januari 2025.

Salah satu faktor utama pemulihan laba bersih BBRI adalah normalisasi credit cost (CoC) setelah lonjakan yang terjadi pada awal tahun. Pada Februari 2025, CoC bank only tercatat di level 3,28 persen, turun signifikan dari Januari 2025 yang mencapai 5,57 persen, serta lebih rendah dibandingkan Februari 2024 yang mencapai 6,72 persen. 

Beban provisi juga mengalami penurunan menjadi Rp3,3 triliun, atau turun 49 persen YoY dan 41 persen MoM. Secara kumulatif, CoC selama dua bulan pertama 2025 berada di level 4,42 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,38 persen. 

Meskipun masih berada di atas target manajemen untuk sepanjang tahun 2025 yang dipatok di kisaran 3–3,2 persen, normalisasi ini memberikan sinyal positif bahwa fase pembentukan cadangan besar (front-loading provisions) telah berakhir. 

Ke depan, kualitas aset akan tetap menjadi perhatian utama, khususnya dalam pembahasan earnings call kuartal pertama 2025.

Selain normalisasi CoC, pemulihan Net Interest Margin (NIM) juga menjadi faktor positif bagi kinerja BBRI. Pada Februari 2025, NIM bank only meningkat menjadi 6,39 persen, lebih tinggi dibandingkan Februari 2024 yang mencapai 6,17 persen dan Januari 2025 sebesar 6,15 persen. 

Peningkatan ini didorong oleh realisasi Net Interest Income (NII) yang mencapai Rp9,3 triliun, naik 3 persen YoY dan 4,7 persen MoM. Penurunan beban bunga yang cukup signifikan menjadi Rp3,9 triliun, turun 8,7 persen YoY dan 4,8 persen MoM, turut menopang kenaikan NIM. 

Penurunan beban bunga ini sejalan dengan turunnya dana deposito berjangka (time deposits) sebesar 9,8 persen YoY. Meskipun demikian, secara kumulatif, NIM selama dua bulan pertama 2025 masih berada di level 6,25 persen, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 6,4 persen, dan masih di bawah target manajemen yang mengincar kisaran 7,3–7,7 persen untuk sepanjang tahun. 

Manajemen BBRI sebelumnya telah menyampaikan ekspektasi bahwa pertumbuhan kredit dan kondisi likuiditas akan mulai membaik pada kuartal kedua 2025, yang diharapkan dapat mendukung peningkatan NIM ke depannya.

Namun, lonjakan beban operasional (Opex) menjadi perhatian tersendiri. Pada Februari 2025, Opex BBRI meningkat drastis menjadi Rp4,3 triliun, tumbuh 111 persen YoY, meskipun mengalami penurunan 9,6 persen dibandingkan Januari 2025. 

Akumulasi Opex selama dua bulan pertama 2025 mencapai Rp9,1 triliun, naik 37 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya tenaga kerja yang mencapai Rp4,2 triliun selama dua bulan pertama 2025, tumbuh 20 persen YoY. 

Lonjakan ini diduga terkait dengan faktor musiman pembayaran tunjangan hari raya (THR). Oleh karena itu, perbandingan yang lebih akurat mengenai tren biaya operasional kemungkinan baru dapat terlihat dalam laporan kinerja kuartal pertama 2025.

Secara keseluruhan, BBRI menunjukkan pemulihan yang cukup kuat pada Februari 2025, terutama didukung oleh normalisasi credit cost dan pemulihan NIM. Meskipun demikian, lonjakan biaya operasional masih menjadi tantangan yang perlu dikelola dengan baik agar tidak menghambat pertumbuhan laba bersih ke depan. 

Dengan ekspektasi perbaikan pertumbuhan kredit dan kondisi likuiditas di kuartal kedua 2025, investor akan mencermati perkembangan lebih lanjut, terutama dalam laporan kinerja kuartalan mendatang.

Bersiap Buyback Saham

Mulai pulihnya laba bersih BBRI pada Februari 2025, akan berkaitan erat dengan rencana buyback saham yang dilakukan pada beberapa bulan ke depan.

Buyback ini akan dimulai dengan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 24 Maret 2025 dengan sepuluh mata acara yang akan dibahas. Salah satu agenda penting dalam rapat ini adalah persetujuan pembelian kembali saham (buyback) yang diajukan oleh perseroan. Rencana buyback ini telah diumumkan sebelumnya dengan dana maksimal sebesar Rp3 triliun.

Direktur Utama BRI Sunarso, pada awal tahun kemari menegaskan bahwa langkah buyback ini dilakukan untuk menjaga stabilitas harga saham BBRI yang mengalami koreksi dalam beberapa waktu terakhir. Meskipun demikian, ia menekankan bahwa buyback bukanlah satu-satunya faktor yang menjadi pertimbangan dalam keputusan ini. 

Lebih jauh, Sunarso menyatakan bahwa langkah ini juga bertujuan untuk meningkatkan motivasi karyawan agar bekerja lebih giat dan profesional serta menjaga tata kelola perusahaan yang baik.

Dari sisi keuangan, BRI memiliki kondisi likuiditas yang sangat kuat, sehingga tidak ada kendala dalam mengalokasikan dana untuk buyback. Dengan capital adequacy ratio (CAR) mencapai 26 persen, permodalan BRI lebih dari cukup untuk menopang pertumbuhan bisnisnya. 

Sunarso optimistis bahwa dengan dominasi segmen UMKM dalam portofolio bisnisnya, BRI akan tetap mencatat pertumbuhan positif di tengah dinamika ekonomi yang ada.

Selain buyback, RUPST juga akan membahas pembagian dividen kepada pemegang saham. Sunarso mengungkapkan bahwa dengan permodalan yang kuat, laba BRI layak untuk dibagikan sebagai dividen. 

Ia mengisyaratkan bahwa dividend payout ratio tahun ini kemungkinan tidak akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yang berada di kisaran 80 persen-85 persen dari laba bersih. Hal ini sejalan dengan kebijakan BRI untuk menjaga keseimbangan antara permodalan yang kuat dan optimalisasi pertumbuhan kinerja perusahaan.

Pada tahun buku 2024, BBRI mencatatkan laba bersih konsolidasi sebesar Rp60,64 triliun. Dari jumlah tersebut, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik mencapai Rp60,15 triliun, sementara laba untuk kepentingan nonpengendali sebesar Rp488,92 miliar. 

Dalam dokumen bahan RUPS Tahunan, BRI berencana membagikan dividen dengan payout ratio sekurang-kurangnya 85 persen, termasuk dividen interim yang telah dibayarkan sebelumnya. Keputusan ini didasarkan pada kinerja perusahaan yang solid dan kondisi permodalan yang sangat memadai.

Keputusan-keputusan strategis yang akan diambil dalam RUPST 2025 ini mencerminkan optimisme BRI dalam menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan. 

Dengan langkah-langkah yang cermat dalam mengelola likuiditas, buyback saham, serta kebijakan dividen yang atraktif, BRI berkomitmen untuk memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham sekaligus memastikan stabilitas keuangan perusahaan di masa depan.(*)