Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

IHSG Tergelincir, Transaksi Naik tapi Modal Asing Kabur

IHSG jeblok nyaris 4 persen meski nilai transaksi meroket. Asing kabur Rp2,35 triliun, bikin pasar makin kacau di tengah lonjakan aktivitas perdagangan.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 22 March 2025 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Moh. Alpin Pulungan
IHSG Tergelincir, Transaksi Naik tapi Modal Asing Kabur Paoanpantau IHSG di Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Pasar modal Indonesia kembali menunjukkan paradoks. Di tengah lonjakan volume transaksi dan nilai perdagangan yang meroket selama sepekan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru terus tertekan dan ditutup melemah signifikan. Bahkan, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih jumbo senilai Rp2,35 triliun hanya dalam satu hari perdagangan, Jumat, 21 Maret 2025.

Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, mengatakan rata-rata nilai transaksi harian selama periode 17–21 Maret 2025 melonjak 61,83 persen menjadi Rp15,21 triliun dari Rp9,40 triliun di pekan sebelumnya. Volume transaksi juga naik 18,63 persen menjadi 20,53 miliar saham, sementara frekuensi harian meningkat 11,15 persen menjadi 1,2 juta kali transaksi.

Namun, kenaikan ini tidak diiringi dengan penguatan indeks. IHSG justru terkoreksi 3,95 persen ke level 6.258,179. Kapitalisasi pasar ikut menyusut 3,68 persen menjadi Rp10.822 triliun. “Perubahan turut dialami oleh kapitalisasi pasar Bursa, yaitu sebesar 3,68 persen menjadi Rp10.822 triliun dari Rp11.235 triliun pada sepekan sebelumnya," kata Kautsar dalam keterangannya, dikutip, Sabtu, 22 Maret 2025.

Investor asing, kata Kautsar, mencatatkan net sell Rp2,35 triliun pada Jumat. Sepanjang 2025, nilai jual bersih mereka telah mencapai Rp33,18 triliun.

IHSG sendiri ditutup turun tajam 123,49 poin atau 1,94 persen di akhir pekan lalu. Total volume transaksi tercatat 216,26 juta lot dengan nilai mencapai Rp21,55 triliun dari 1,27 juta transaksi.

Ancaman Libur Panjang dan Tarif Trump

Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menilai pergerakan IHSG masih berisiko dan berpotensi terkoreksi lebih dalam. Meski secara teknikal masih bisa mengarah ke 6.800 atau bahkan 7.000, sentimen negatif dari dalam negeri terus membayangi. “Dan mesti didukung oleh faktor fundamental yang solid, bukannya tambahan issue dalam negeri yang kian membingungkan para investor,” ujarnya.

Ia memperingatkan, libur Lebaran yang dimulai sejak 21 Maret bisa menjadi katalis negatif tambahan. Potensi aksi jual portofolio menjelang libur panjang harus diantisipasi. Selain itu, tarif impor baru dari Amerika Serikat yang mulai berlaku 2 April 2025 berpotensi memicu gejolak global saat bursa Indonesia sedang tutup.

“Sehingga para investor atau trader pasar modal Indonesia tidak dapat mengambil tindakan reaktif, tinggal menunggu waktu market buka kembali tanggal 8 April dan pasrah menerima adjustment gerakan market,” kata Liza.

Risiko Persaingan tak Sehat

Di balik fungsinya sebagai rem darurat saat pasar panik, mekanisme trading halt juga menuai sorotan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai ada potensi risiko yang bisa muncul jika penghentian perdagangan berlangsung terlalu sering atau terlalu lama.

Anggota KPPU, Eugenia Mardanugraha, mengingatkan jika penghentian perdagangan dilakukan terlalu sering atau berlangsung terlalu lama, kondisi ini bisa menjadi pintu masuk bagi praktik persaingan usaha yang tidak sehat.

Menurut Eugenia, perusahaan kecil dan menengah—yang lebih rentan terhadap gejolak pasar—berisiko terpinggirkan. Sebaliknya, perusahaan besar dengan kekuatan modal bisa memanfaatkan situasi ini untuk mengakuisisi pesaingnya yang lebih lemah. Dalam jangka panjang, struktur pasar bisa semakin terkonsentrasi dan membuka jalan bagi praktik monopoli.

“KPPU berpendapat bahwa regulasi yang ketat atas trading halt wajib dijalankan agar tidak mengarah pada persaingan usaha tidak sehat atau praktik monopoli,” ujarnya, Jumat, 21 Maret 2025.

Ia pun menyoroti potensi penyalahgunaan trading halt untuk kepentingan spekulatif. Saat perdagangan dihentikan dan kembali dibuka, fluktuasi harga yang tajam bisa dimanfaatkan pelaku pasar tertentu untuk mendorong panic selling atau panic buying demi meraup keuntungan jangka pendek. Situasi ini bisa menciptakan distorsi harga yang tidak wajar dan merugikan investor ritel.

Eugenia mengingatkan jika dibiarkan, pola ini bisa melemahkan struktur persaingan yang adil di pasar. Perusahaan kecil yang tak sanggup bertahan dalam ketidakpastian bisa jadi target akuisisi dan ini hanya akan memperbesar dominasi pemain besar. Karena itu, ia menekankan pentingnya pengaturan yang lebih ketat agar trading halt benar-benar digunakan sebagai alat stabilisasi pasar, bukan celah bagi praktik yang merugikan kompetisi.

Trading halt juga perlu diumumkan secara transparan dan tepat waktu, termasuk mengenai alasan penghentian perdagangan serta dampaknya sehingga semua pelaku pasar memiliki akses informasi yang setara untuk mengurangi risiko penyalahgunaan,” jelas Eugenia.

Ia juga mendorong koordinasi yang lebih kuat antara KPPU, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bursa Efek Indonesia (BEI), agar pengawasan terhadap praktik semacam insider trading atau manipulasi harga bisa lebih efektif. Pasca trading halt, IHSG memang sempat pulih sesaat, namun ditutup melemah 3,84 persen akibat tekanan jual yang masih kuat, terutama dari investor asing.(*)