Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Emas Turun, tapi Masih Catat Kenaikan Mingguan

Harga emas sempat terkoreksi karena aksi ambil untung dan penguatan dolar, tetapi masih menguat dalam tiga pekan berturut-turut karena permintaan tinggi dan ketidakpastian global.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 22 March 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Moh. Alpin Pulungan
Harga Emas Turun, tapi Masih Catat Kenaikan Mingguan Pengunjung membeli Perhiasan Emas di salah satu Tokoh Emas Pasar Minggu, Rabu, 19 Maret 2025. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Harga emas dunia turun satu persen pada Sabtu, 22 Maret 2025, dini hari WIB karena terdorong oleh penguatan dolar AS dan aksi ambil untung (profit-taking) dari investor. Meski demikian, kekhawatiran geopolitik dan ekonomi global serta ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed membuat logam mulia ini tetap mencatat kenaikan mingguan ketiga secara beruntun.

Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, harga emas spot turun 1 persen ke level USD3.015,43 per ons (sekitar Rp49.303.509). Sementara itu, kontrak berjangka emas AS ditutup melemah 0,7 persen ke USD3.021,40 per ons (sekitar Rp49.401.820). Sepanjang pekan ini, emas masih naik sekitar 1 persen.

Emas, yang secara historis dianggap sebagai aset aman ketika dunia dilanda gejolak geopolitik dan ekonomi, telah mencetak 16 rekor tertinggi sepanjang tahun ini. Rekor tertingginya tercapai pada Kamis kemarin di level USD3.057,21 per ons (sekitar Rp49.976.523). “Pasar sedang mengambil jeda sejenak. Ada aksi ambil untung di level ini dan dolar hari ini memang lebih kuat,” ujar analis Marex, Edward Meir.

Indeks dolar AS naik 0,3 persen dan menyentuh level tertinggi dua pekan terakhir, membuat emas yang dihargai dalam dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli luar negeri. “Permintaan aset aman masih berlanjut, baik karena ketegangan dagang maupun risiko geopolitik. Ini tetap menjadi pendorong utama harga emas,” kata Peter Grant, wakil presiden sekaligus analis logam senior di Zaner Metals.

Presiden AS Donald Trump disebut masih berencana memberlakukan tarif balasan baru pada 2 April mendatang. Pasar menanti efek lanjutan dari kebijakan ini.

Sementara itu, bank sentral AS (The Fed) mempertahankan suku bunga acuan pada level saat ini pada Rabu lalu, sesuai ekspektasi pelaku pasar. Namun, mereka memberikan sinyal akan menurunkan suku bunga sebanyak dua kali masing-masing 25 basis poin hingga akhir tahun ini.

Data dari LSEG menunjukkan pasar saat ini memproyeksikan total pemangkasan suku bunga sebesar 71 basis poin tahun ini, dengan pemangkasan pertama diperkirakan terjadi pada Juli. Di sisi lain, Israel mengumumkan serangan udara, darat, dan laut secara besar-besaran ke Gaza untuk menekan pelepasan sandera yang tersisa, sekaligus mengakhiri gencatan senjata dua bulan dan memulai operasi militer penuh terhadap Hamas.

Di pasar logam lainnya, harga perak spot turun 1,7 persen ke USD32,97 per ons (sekitar Rp538.411), platinum turun 1,1 persen ke USD973,45 (sekitar Rp15.888.235), sementara palladium naik tipis 0,1 persen ke USD953,14 (sekitar Rp15.557.182). Ketiga logam ini diprediksi mencatat kerugian mingguan.

Goldman Sachs Prediksi Tren Naik Emas Berlanjut

Harga emas seperti sedang lari maraton tanpa niat berhenti. Sejak Januari 2024, logam mulia ini sudah melonjak lebih dari 40 persen dan terus mencetak rekor baru. Goldman Sachs Research bahkan menaikkan proyeksi harga emasnya hingga akhir 2025, dengan prediksi kenaikan tambahan sebesar 8 persen. Artinya, harga emas bisa menyentuh USD3.100 (sekitar Rp51,15 juta) per troy ons—jauh lebih tinggi dari prediksi awal USD2.890 (Rp47,68 juta).

Menurut analis Goldman Sachs, Lina Thomas, revisi optimistis ini didorong oleh membanjirnya permintaan emas dari bank-bank sentral. Sejak invasi Rusia ke Ukraina dan pembekuan aset bank sentral Rusia pada 2022, makin banyak negara mengalihkan cadangan mereka ke emas sebagai bentuk lindung nilai. Pola ini belum menunjukkan tanda-tanda melambat.

Selain bank sentral, minat investor ritel juga meningkat, terutama lewat produk ETF emas. Dengan suku bunga global mulai melandai, investor mulai menghindari obligasi dan kembali melirik emas sebagai aset yang lebih menjanjikan.

Namun, Thomas mengingatkan bahwa spekulan di pasar berjangka juga ikut bermain, dan bisa sedikit mengerem laju kenaikan harga emas. Saat ini, posisi spekulan masih tinggi, terutama karena kekhawatiran pasar atas kebijakan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump. Kalau ketidakpastian global makin dalam—entah karena tarif, ketegangan geopolitik, atau masalah utang AS—para spekulan bisa makin agresif. Dalam skenario ekstrem, harga emas bahkan bisa tembus USD3.300 (sekitar Rp54,45 juta) per troy ons di akhir 2025.

Goldman mencatat lonjakan permintaan emas yang luar biasa di London. Sebelum 2022, pembelian institusi hanya sekitar 17 ton per bulan. Tapi pada Desember 2024, angkanya meroket hingga 108 ton. Artinya, permintaan oleh bank sentral sudah melonjak lima kali lipat sejak 2022—cukup jadi alasan kuat bagi Goldman untuk merevisi proyeksi mereka.

Kenaikan harga emas ini juga semakin mungkin jika Federal Reserve benar-benar memangkas suku bunga dua kali tahun ini. Ketika imbal hasil obligasi melemah, emas jadi primadona investasi yang tak kalah bersinar. Melihat semua faktor ini, jalan emas menuju rekor-rekor baru tampaknya masih panjang. Buat investor yang sudah masuk sejak awal, tinggal duduk manis menikmati cuan yang makin mengkilap.(*)