Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Bursa Asia Terpukul, Investor Masih Cemas dengan Tarif AS

Bursa saham Asia melemah setelah lonjakan saham teknologi mereda. Investor masih dihantui ketidakpastian tarif AS dan gejolak geopolitik yang mendorong aset safe haven seperti emas dan dolar.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 21 March 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Moh. Alpin Pulungan
Bursa Asia Terpukul, Investor Masih Cemas dengan Tarif AS Ilustrasi: papan pantau IHSG di Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM - Bursa Asia melemah pada Jumat, 21 Maret 2025. Pasar saham di kawasan ini menutup pekan dengan sentimen negatif seiring meningkatnya kekhawatiran geopolitik dan dampak tarif baru yang akan diberlakukan Amerika Serikat. Investor mulai menghindari aset berisiko, sementara emas—yang menjadi tempat berlindung saat ketidakpastian meningkat—bertahan dekat level tertinggi sepanjang sejarah.

Dilansir dari Reuters di Jakarta, Jumat, pada sesi perdagangan Asia, futures S&P 500 dan Nasdaq cenderung stabil, tetapi pasar Eropa mengarah ke pembukaan yang lemah. Sepanjang pekan ini, bank sentral utama dunia, termasuk Federal Reserve AS, Bank of Japan (BOJ), dan Bank of England (BoE), mempertahankan suku bunga tetap. Namun, para pengambil kebijakan memperingatkan ketidakpastian ekonomi dan politik yang semakin membesar.

Pemicunya datang dari kebijakan Presiden Donald Trump yang akan menerapkan tarif timbal balik baru pada 2 April yang semakin menambah ketidakpastian global. Ditambah lagi, laporan serangan udara Israel ke Gaza dan serangan drone Ukraina ke pangkalan udara Rusia makin memperburuk sentimen risiko di pasar.

“Dengan batasan tinggi untuk pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat, pasar kembali fokus pada risiko pertumbuhan dan tarif yang akan terus memicu volatilitas,” kata Charu Chanana, kepala strategi investasi di Saxo Bank.

Indeks saham MSCI untuk kawasan Asia-Pasifik di luar Jepang (.MIAPJ0000PUS) turun 0,85 persen dengan saham di China, Hong Kong, Taiwan, dan Indonesia mengalami penurunan tajam.

Indeks Hang Seng di Hong Kong (.HIS) anjlok lebih dari 2 persen dan mencatatkan pekan kedua berturut-turut di zona merah setelah reli besar di saham teknologi yang sempat membawa indeks ke level tertinggi dalam tiga tahun pada Selasa. Meski begitu, Hang Seng masih naik 18 persen sepanjang tahun ini, menjadikannya pasar saham utama dengan kinerja terbaik di dunia.

Di sisi lain, pasar Jepang justru bergerak positif. Indeks Nikkei (.N225) naik 0,3 persen, sementara indeks yang lebih luas, Topix (.TOPX), mencapai level tertinggi dalam delapan bulan. Saham-saham perbankan memimpin penguatan setelah inflasi Jepang yang lebih kuat dari perkiraan memicu ekspektasi kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh BOJ.

Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG sempat dibuka menghijau ke level 6.406 atau naik 0,40 persen (25 poin) pada perdagangan Jumat, 21 Maret 2025. Meski dibuka menguat, lima menit berselang indeks mengalami koreksi sebesar 0,57 persen atau berada di level 6.345.

Investor kini menanti rincian lebih lanjut soal tarif baru AS pada 2 April, di tengah kekhawatiran perang dagang balasan bisa meningkatkan inflasi global dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Kepala Investasi multi-aset di Aberdeen Investments Asia Tenggara, Ray Sharma-Ong, mengatakan ketidakpastian utama sekarang terletak pada seberapa besar tarif timbal balik AS yang bisa memaksa pasar untuk menyesuaikan kembali risiko perlambatan ekonomi.

Ketidakpastian ini, ditambah dengan sikap The Fed yang enggan terburu-buru menurunkan suku bunga, memberikan dukungan bagi dolar AS. Indeks dolar bertahan di level 103,84, setelah naik 0,36 persen pada Kamis.

Namun, performa dolar tetap dibayangi oleh kekhawatiran bahwa perang dagang yang dipicu Trump justru bisa membawa AS ke jurang resesi. Indeks dolar sempat menyentuh level terendah dalam lima bulan pekan ini, karena ekspektasi kebijakan yang lebih pro-pertumbuhan mulai luntur di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Sementara itu, yen Jepang sedikit melemah ke 149,20 per dolar, tetapi masih mendekati level tertinggi dalam lima bulan di 146,545 yang dicapai pekan lalu. Sepanjang tahun ini, yen sudah naik 5 persen, didukung oleh ekspektasi bahwa BOJ akan kembali menaikkan suku bunga pada 2025.

Data terbaru menunjukkan inflasi inti Jepang mencapai 3 persen pada Februari, dengan indeks yang menghapus dampak harga bahan bakar mencatat kenaikan tercepat dalam hampir setahun. Ini menjadi sinyal bahwa tekanan inflasi semakin meluas, memperkuat spekulasi pasar bahwa BOJ akan kembali menaikkan suku bunga.

“Meskipun Gubernur Ueda menyoroti risiko dari kebijakan perdagangan AS pada Rabu, kami melihat ini lebih sebagai langkah antisipasi daripada sesuatu yang bisa mengubah rencana BOJ secara signifikan,” kata ekonom senior di ING, Min Joo Kang.

“Selama ketegangan dagang tidak meningkat lebih dari ekspektasi pasar saat ini, BOJ kemungkinan besar tetap pada jalurnya untuk menaikkan suku bunga,” imbuhnya.

Harga Minyak Naik

Di pasar komoditas, harga minyak naik pada Jumat menuju pekan terbaiknya sejak Januari. Futures Brent naik 0,5 persen, sementara West Texas Intermediate (WTI) naik 0,6 persen, keduanya bersiap mencatatkan kenaikan 2 persen dalam sepekan terakhir.

Sementara itu, emas turun tipis 0,4 persen ke USD3.031,5 per ons, tapi masih bertahan dekat rekor tertinggi yang dicapai di sesi sebelumnya. Logam mulia ini sudah naik tiga pekan berturut-turut, didukung oleh permintaan aset aman di tengah ketidakpastian global.

Dengan kondisi pasar yang masih penuh gejolak, investor kini bersiap menghadapi minggu depan dengan fokus utama pada kebijakan perdagangan AS dan langkah-langkah yang akan diambil bank sentral utama dunia.(*)