Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

NIM Rendah, BCA: Bergantung pada Permintaan Pasar

NIM bank only BCA turun menjadi 5,4 persen pada Februari 2025, setelah berada di 5,91 persen pada Januari 2025.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 19 March 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Yunila Wati
NIM Rendah, BCA: Bergantung pada Permintaan Pasar Menara Bank Central Asia Tbk atau BBCA. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

KABARBURSA.COM - PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memberikan tanggapan terkait Net Interest Margin (NIM) perusahaan yang mengalami penurunan ke level terendah dalam setahun terakhir, yaitu 5,4 persen pada Februari 2025.

EVP Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn, menegaskan bahwa NIM bukan satu-satunya indikator utama dalam menilai profitabilitas bank. Menurutnya, ada beberapa faktor lain yang juga harus diperhitungkan, seperti pendapatan non-bunga, biaya operasional, serta pencadangan kredit.

“NIM BCA mencapai 5,8 persen per Desember 2024, didukung oleh cost of fund yang tetap terjaga berkat keunggulan perbankan transaksi yang dimiliki BCA. Selain itu, perbaikan komposisi aset produktif akibat meningkatnya volume kredit turut mendukung stabilitas NIM,” jelas Hera kepada Kabarbursa.com, Rabu, 19 Maret 2025 di Jakarta.

Hera juga mengungkapkan bahwa ke depan, pergerakan NIM akan bergantung pada permintaan kredit di pasar, dinamika suku bunga, serta kondisi likuiditas perbankan. BCA, kata dia, akan terus mendorong pertumbuhan kredit di berbagai segmen guna mendukung perekonomian nasional.

Tekanan NIM di Tengah Kondisi Likuiditas Ketat

Sebelumnya, Investment Analyst Stockbit Everson Sugianto, mengungkapkan bahwa NIM bank only BCA turun menjadi 5,4 persen pada Februari 2025, setelah berada di 5,91 persen pada Januari 2025. Angka ini merupakan yang terendah sejak Februari 2024, ketika NIM tercatat di 5,33 persen.

“Dengan hasil ini, rata-rata NIM selama dua bulan pertama 2025 berada di level 5,67 persen, sedikit di bawah proyeksi manajemen yang menargetkan kisaran 5,7 hingga 5,8 persen,” ujar Everson dalam keterangannya, Senin, 17 Maret 2025.

Penurunan ini sejalan dengan pertumbuhan pendapatan bunga yang relatif rendah, yakni Rp7,1 triliun atau naik 4,8 persen secara tahunan, namun turun 7,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sebagai perbandingan, pertumbuhan pendapatan bunga tahunan pada kuartal keempat 2024 berada di kisaran 7 hingga 8 persen.

Meski demikian, Net Interest Income (NII) BCA masih mampu tumbuh 6 persen secara tahunan pada Februari 2025 dan selama dua bulan pertama 2025, didukung oleh beban bunga yang tetap rendah.

Penurunan NIM BCA Masih Moderat dan Wajar

Menanggapi kondisi ini, Equity Research Analyst MNC Sekuritas Christian Immanuel Sitorus, menilai bahwa penurunan NIM BCA masih dalam batas yang moderat dan merupakan fenomena yang lazim terjadi dalam siklus perbankan, khususnya di awal tahun.

“Jika melihat tren NIM BCA dalam lima tahun terakhir, fluktuasi seperti ini bukanlah hal yang luar biasa. Penurunan NIM pada awal tahun biasanya disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk tekanan likuiditas dan perubahan suku bunga,” jelas Christian.

Christian juga menegaskan bahwa meskipun NIM mengalami koreksi, hal itu tidak serta-merta menyebabkan pendapatan bank turun drastis. Ia menilai bahwa permintaan kredit masih cukup kuat, sehingga BCA tetap memiliki ruang untuk mempertahankan pertumbuhan pendapatannya.

Menurutnya tantangan ke depan bagi BCA adalah memastikan efisiensi operasional dan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan kredit serta biaya dana (cost of fund). Sementara itu, perusahaan diperkirakan akan terus mengoptimalkan strategi penyaluran kredit ke berbagai segmen agar tetap mampu menjaga profitabilitas di tengah tantangan sektor perbankan.

NIM Jadi Tantangan Utama BBCA

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatatkan kinerja yang solid dalam dua bulan pertama 2025, dengan laba bank only yang mencapai Rp8,97 triliun pada Februari. Meskipun ada beberapa tantangan, seperti tekanan pada net interest margin (NIM) dan perlambatan pertumbuhan kredit, bank ini tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif.

Dari sisi neraca, total aset produktif BCA per Februari 2025 mencapai Rp1.373 triliun, turun tipis 0,2 persen dibandingkan Januari 2025, tetapi masih tumbuh 4,2 persen secara tahunan. Kredit dan pembiayaan tumbuh 14 persen YoY menjadi Rp901 triliun, sejalan dengan target pertumbuhan tahunan di kisaran 6 persen hingga 8 persen. 

Namun, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) hanya mencapai 3,9 persen YoY, dengan komposisi CASA yang masih kuat di 82,4 persen. Loan-to-Deposit Ratio (LDR) pun meningkat ke 80,6 persen, mengindikasikan peningkatan fungsi intermediasi meskipun pertumbuhan DPK relatif stagnan.

Dari sisi profitabilitas, pendapatan bunga pada Februari 2025 tercatat sebesar Rp7,1 triliun, mengalami penurunan 7,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi masih tumbuh 4 persen secara tahunan. Sementara itu, beban bunga tetap terkendali di Rp1,0 triliun, turun 6,6 persen dibandingkan Januari. 

Hal ini memungkinkan Net Interest Income (NII) tumbuh 6,1 persen YoY menjadi Rp12,1 triliun dalam dua bulan pertama 2025.

Namun, tantangan tetap ada, terutama pada Net Interest Margin (NIM), yang turun ke level 5,4 persen pada Februari 2025, level terendah sejak Februari 2024. Penurunan ini terjadi akibat pertumbuhan pendapatan bunga yang lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. 

Meskipun demikian, rasio kredit bermasalah tetap terkendali, dengan credit cost (CoC) di angka 0,4 persen, sedikit lebih tinggi dari target manajemen yang berada di kisaran 0,3 persen.

Pendapatan non-bunga juga mencatat pertumbuhan positif, naik 10,3 persen YoY dalam dua bulan pertama 2025. Namun, beban operasional meningkat 9,5 persen YoY, menunjukkan adanya tekanan pada efisiensi. Pre-Provision Operating Profit (PPOP) masih tumbuh 6,8 persen YoY, menunjukkan bahwa BCA tetap mampu menjaga profitabilitasnya di tengah kondisi yang menantang.

Secara keseluruhan, BCA tetap mencatatkan kinerja yang solid di awal 2025, dengan pertumbuhan laba yang lebih tinggi dari ekspektasi. Namun, tekanan pada NIM dan pertumbuhan DPK yang melambat menjadi tantangan yang perlu dikelola dengan strategi yang tepat untuk menjaga profitabilitas di sisa tahun ini.(*)